Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanda Tanya soal Klaim Big Data Cak Imin di Wacana Pemilu Ditunda

Kompas.com - 01/03/2022, 10:01 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana penundaan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 tengah menjadi sorotan publik beberapa waktu belakangan.

Wacana yang dimunculkan oleh Wakil Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar itu bahkan telah didukung oleh dua ketua umum partai politik lainnya yaitu Ketum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan dan Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto.

Wacana penundaan Pemilu 2024 ini menaruh ragam komentar, baik dari publik maupun elite politik.

Muhaimin Iskandar, atau Cak Imin sapaan akrabnya mengklaim, usulannya tentang penundaan Pemilu 2024 didukung oleh banyak pihak, terutama para warganet di media sosial (medsos).

Baca juga: Demokrat: Usulan Cak Imin Tunda Pemilu Bikin Gaduh, Bagaimana Ekonomi Bisa Pulih?

Klaim tersebut mengacu pada analisis big data perbincangan di medsos. Menurut Cak Imin, dari 100 juta subyek akun di medsos, sebanyak 60 persen mendukung penundaan pemilu dan 40 persennya menolak.

"Big data mulai jadi referensi kebijakan dalam mengambil keputusan. Pengambilan sikap bergeser dari sebelumnya mengacu pada survei, beralih pada big data," kata Muhaimin dalam keterangannya, Sabtu (26/2/2022).

Lantas, benarkah klaim Cak Imin bahwa usulan penundaan Pemilu banyak didukung warganet?

Diragukan peneliti

Menanggapi klaim Cak Imin, peneliti media sosial dari Drone Emprit Ismail Fahmi justru mempertanyakan kebenaran analisis big data tersebut.

Menurut Ismail, paparan Cak Imin yang menggunakan analisis big data dinilai tidak sepadan dengan jumlah user atau pengguna medsos di Tanah Air, baik Twitter maupun Facebook.

Baca juga: Muhaimin Klaim Banyak Pihak Setuju Pemilu 2024 Ditunda

"Klaim itu ia sampaikan dengan mengacu pada analisa big data perbincangan yang ada di media sosial. Menurutnya (Cak Imin), dari 100 juta subjek akun di media sosial, sebanyak 60 persen mendukung penundaan pemilu dan 40 persen menolak," kata Ismail dalam akun Twitternya @ismailfahmi, yang dikutip Kompas.com atas seizin Ismail, Minggu (27/2/2022).

"Twitter user Indonesia hanya 18 juta. Pengguna Facebook di Indonesia sekitar 176 juta orang. Impossible juga 100 juta user ngomongin perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu 2024," sambungnya.

Penolakan justru bisa lebih tinggi

Selain itu, Ismail mengaitkan klaim Cak Imin dengan data di lapangan yang direkam oleh sejumlah survei nasional.

Menggunakan hasil survei Indikator Politik Indonesia yang dipaparkan Direktur Eksekutif Burhanudin Muhtadi, Ismail menilai justru lebih banyak yang menolak wacana penundaan Pemilu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com