"Temuan survei lapangan saja hasilnya seperti disampaikan mas Buharnudin Muhtadi. Lebih banyak yang tidak setuju," tuturnya.
Baca juga: Membandingkan Klaim Muhaimin dengan Hasil Survei, Benarkah Banyak yang Ingin Pemilu Ditunda?
Berkaca hal tersebut, Ismail yakin bahwa pandangan serupa justru akan lebih besar terlihat di media sosial.
"Kalau di medsos bisa lebih tinggi ketidakpuasan. Tahu sendiri netizen gimana," kata dia.
Menyalahi UUD 1945
Sementara itu, ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra berpendapat bahwa mekanisme penundaan pemilu tidak memiliki dasar hukum yang diatur dalam Konstitusi atau Undang Undang Dasar (UUD) 1945.
Dia menjelaskan, Pasal 22E UUD 1945 secara imperatif menyatakan bahwa pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden serta DPRD dilaksanakan setiap lima tahun sekali.
Dengan demikian, wacana penundaan pemilu tidak diatur dalam hukum konstitusi itu lantaran akan memiliki mekanisme pemilu tidak dilakukan dalam lima tahun sekali.
"Jadi, jika Pemilu ditunda melebihi batas waktu lima tahun, maka atas dasar apakah para penyelenggara negara itu menduduki jabatan dan menjalankan kekuasaannya? Tidak ada dasar hukum sama sekali," kata Yusril dalam keterangannya, Sabtu (26/2/2022).
KPU jalan terus
Di sisi lain, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu telah angkat bicara menanggapi usulan Cak Imin.
Melalui Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi, KPU melihat bahwa Pemilu 2024 tetap harus berjalan sesuai jadwal semula.
Baca juga: Manuver Minta Pemilu Diundur, Cak Imin Dinilai Khawatir Kalah karena Elektabilitas Susah Ngangkat
Pasalnya, situasi politik nasional saat ini dinilai normal, maka hal itu menjadi alasan demokrasi elektoral harus sesuai siklus.
"Situasi politik kita saat ini normal. Maka seharusnya demokrasi elektoral kita harus mengikuti siklus konstitusional, bukan sebaliknya," ujar Pramono kepada Kompas.com, Senin (28/2/2022).
Ia mengatakan, Indonesia sedang tidak mengalami krisis sosial-politik yang mendalam seperti pada 1998.
Jika berkaca pada kondisi saat itu, jelas Indonesia harus melakukan perubahan kepemimpinan nasional di tengah jalan yang kemudian dilakukan dengan amendemen konstitusi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.