Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ombudsman Minta Ada Transparansi Pengelolaan Dana JHT

Kompas.com - 22/02/2022, 14:57 WIB
Vitorio Mantalean,
Bagus Santosa

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com – Ombudsman RI meminta ada transparansi dalam pengelolaan dana jaminan hari tua (JHT) yang dilakukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Sebab, menurut Ombudsman, transparansi ini dinilai belum dilakukan saat ini.

“Kita sadar betul, idealnya tujuannya JHT itu dalam kurun waktu yang panjang sebagai suatu tabungan pekerja yang diinvestasikan BPJS Ketenagakerjaan ke banyak sektor, termasuk Surat Utang Negara, saham, deposito, dan lain-lain,” ujar anggota Ombudsman RI Hery Susanto dalam diskusi virtual, Selasa (22/2/2022).

“Publik harus tahu, ke mana dana BPJS Ketenagakerjaan disalurkan,” ia menambahkan.

Baca juga: Ombudsman Soroti Minimnya Partisipasi Buruh dalam Permenaker soal JHT

Minimnya transparansi ini dinilai jadi pemicu sulitnya pencairan JHT.

Hery memberi contoh, di awal masa pandemi ketika pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di sana-sini, pengajuan klaim JHT yang membeludak menimbulkan masalah.

“Karena BPJS Ketenagakerjaan duitnya tidak ada di brankas, tetapi di Surat Utang Negara, di reksadana, dan lain-lain,” ujarnya.

“(Kepemilikan) saham (oleh) BPJS ada 6 yang saya tahu masih mangkrak di bursa, dari 2013 belum ada eksekusi. Rekomendasi BPK, lakukan cut loss, tapi direksi kan tidak berani dan meminta kelonggaran dari pemerintah untuk bisa mengeksekusi cut loss saham yang mangkrak tadi,” jelas Hery.

Dengan keadaan ini, ia menilai wajar bila muncul krisis kepercayaan terhadap pemerintah dalam hal pencairan JHT, apalagi ketika Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah meneken Peraturan Menaker Nomor 2 Tahun 2022 bahwa JHT baru dapat cair pada usia 56 tahun.

“(Publik wajar bila mengira) jangan-jangan kebijakan pencairan JHT di usia 56 tahun ini karena ada uang yang sedang terancam posisinya dalam bursa saham maupun deposito dan lain-lain. Ini yang harus dilakukan keterbukaan,” kata dia.

Hery menilai, BPJS Ketenagakerjaan tidak dapat berlindung di balik dalih bahwa pengelolaan uang peserta bersifat sensitif.

“Saya kira tidak bisa. Ada prinsip keterbukaan dalam Undang-undang BPJS. Itu (keterbukaan) harus dilakukan. Ini yang sama sekali tertutup,” ujarnya.

Baca juga: BPJS Ketenagakerjaan: Peluncuran Program JKP Tak Jadi Hari Ini

Hery juga meminta keterbukaan dalam hal mekanisme atau tata cara pengajuan klaim JHT yang selama ini pun dinilai masih tertutup.

Komunikasi soal pencairan JHT selama ini dianggap hanya terjadi antara BPJS Ketenagakerjaan dengan perusahaan pemberi kerja, khususnya kepala bidang personalia perusahaan.

Ada komunikasi yang terputus dengan pekerja sebagai pihak yang gajinya dipotong untuk JHT mereka sendiri.

Bahkan, ujar Hery, pencairan JHT bagi pekerja yang meninggal dunia atau mengalami cacat tetap juga terkendala lantaran minim sosialisasi.

“Itu saja masih banyak yang keteteran ahli warisnya dalam pelayanan klaim. Banyak dari mereka tidak paham. Inilah (akibat) minim sosialisasi. Jangankan untuk mereka yang tunggu masa pensiun, yang harusnya segera dieksekusi karena kondisi meninggal dunia dan cacat tetap juga masih banyak masalah di sana-sini,” ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com