JAKARTA, KOMPAS.com – Ombudsman RI menyoroti terbitnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 2022 yang dianggap minim partisipasi publik.
Dalam aturan itu, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah mengatur bahwa jaminan hari tua (JHT) baru dapat dicairkan seseorang pada usia 56 tahun atau batas usia pensiun.
Ombudsman menilai, peraturan tersebut sebetulnya sudah ideal dan sesuai dengan amanat Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Namun, kondisi ideal yang diharapkan itu tak cocok dengan realitas di lapangan, di mana banyak buruh sedang berhadapan dengan isu krusial yang tidak bisa ditunda hingga usia pensiun, yaitu bertahan hidup di tengah keadaan finansial yang sulit.
Terbitnya Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 jadi bukti bahwa dalam proses penyusunan regulasi, publik, dalam hal ini buruh yang terdampak peraturan itu, tak begitu dilibatkan
“Tiga elemen partisipasi ini yang perlu dilakukan oleh setiap pemangku dan pengambil kebijakan: didengar, dipertimbangkan, dan diberitahukan kalau (aspirasinya) tidak diakomodir. Kita semua mendengar berbagai protes buruh, partisipasi ini tidak terlalu optimal dijalankan,” ujar Kepala Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, dalam diskusi virtual di akun YouTube resmi lembaga tersebut, Selasa (22/2/2022).
Baca juga: Serikat Buruh Desak Pemerintah Cabut Aturan Baru JHT dan Minta Menaker Mundur
Robert menegaskan, sebuah kebijakan bukan hanya harus tepat secara hukum, tetapi juga secara sosiologis di masyarakat.
Saat ini, banyak buruh menghadapi pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat dampak pandemi. Di sisi lain, upah minimum naik tak signifikan tahun ini, sedangkan inflasi terus menggerus daya beli mereka.
“Di luar substansi atau isi teks (peraturan), sensitivitas terhadap kondisi empiris, tekanan hidup dari para buruh ini, harusnya menjadi bagian penting. Setiap kebijakan publik harus memperhatikan suasana batin pihak yang terkena dampak kebijakan yang ada,” lanjutnya.
Ombudsman RI memberi rekomendasi senada dengan yang disinyalir akan dilakukan pemerintah dalam waktu dekat, yaitu revisi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 agar lebih peka terhadap kondisi di lapangan.
Anggota Ombudsman RI Hery Susanto berpendapat, peraturan saat ini seakan-akan “memotong jalur”, seolah-olah kondisi di lapangan sudah siap menuju keadaan ideal di mana JHT memang diperuntukkan bagi pekerja di masa pensiun.
“Ada baiknya pemerintah bijak melakukan revisi terhadap penyesuaian-penyesuaian menuju kondisi ideal yang dimaksud, (JHT cair pada) usia 56. Jadi jangan asal potong jalur ke sana, betapapun aturannya sudah ideal, harus disesuaikan kondisi riil bangsa kita,” kata dia dalam kesempatan yang sama.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno menyebut, Presiden Jokowi memahami bahwa para pekerja keberatan dengan aturan baru terkait pencairan dana JHT.
"Bapak Presiden terus mengikuti aspirasi para pekerja dan beliau memahami keberatan dari para pekerja terhadap Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Jaminan Hari Tua," kata Pratikno dalam tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (21/2/2022).
Baca juga: Diminta Presiden Sederhanakan Aturan JHT, Respons Menaker: Pemerintah Akan Revisi Permenaker
Oleh karenanya, menurut dia, terbuka peluang pemerintah untuk merevisi Permenaker tersebut.