Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Khawatir Pemerintah Jokowi Tinggalkan Legacy Buruk karena Paket Perjanjian dengan Singapura

Kompas.com - 17/02/2022, 19:13 WIB
Elza Astari Retaduari

Penulis

Banjir kritik

Perjanjian Indonesia-Singapura mendapat banyak kritik lantaran dianggap tidak memberi banyak keuntungan untuk Negara.

Awalnya pemerintah mengklaim perjanjian FIR telah membuat Indonesia mengambil alih penguasaan wilayah udara di Kepulauan Riau (Kepri), Tanjungpinang, dan Natuna, yang sejak Indonesia merdeka dipegang oleh Singapura.

Namun dalam perjanjian kerja sama itu, Indonesia masih memberikan izin pengelolaan ruang udara di sekitar Kepri kepada Singapura.

Kemudian perjanjian DCA mengizinkan militer Singapura berlatih di wilayah Indonesia, termasuk memperbolehkan pesawat tempur negeri Singa itu beredar di ruang udara sekitar Kepri dan Natuna.

Perjanjian DCA pun disebut-sebut sebagai timbal balik atas perjanjian ekstradisi yang memungkinkan Indonesia membawa pulang buron kasus hukum beserta asetnya dari Singapura.

Baca juga: Jadi Inisiator Petisi Tolak IKN, Guru Besar UIN Jakarta Ingatkan Jokowi Tak Tinggalkan Beban Presiden Mendatang

"Di samping perjanjian FIR 2022 menurut saya berat sebelah, mengapa kok pemerintah mau men-tandemkan dengan perjanjian pertahanan yang tahun 2007 dipermasalahkan karena banyak peluang bagi Singapura untuk melanggar kedaulatan Indonesia?" papar Hikmahanto.

"Dalam narasi pemerintah selalu dikatakan mentandemkan ini bagus karena kita bisa mengejar buron kita yang ada di Singapura. Menurut saya ini absurd," tambahnya.

Kritik mengenai FIR juga disampaikan oleh Wakil Direktur Indonesia Aviation and Aerospace Watch (IAAW), Marsda (Purn) Subandi Parto. Subandi dalam beberapa kali kesempatan diminta oleh Komisi I DPR memberi pandangan terkait perjanjian FIR dengan Singapura.

"Dari tahun 1946 sampai 2022 selama 76 tahun masak kita Bangsa Indonesia masih dianggap belum mampu mengelola wilayah kedaulatan negara di ruang udara sendiri. Apakah hal itu tidaklah suatu keniscayaan? Terus kapan kita dianggap mampu?" tukas Subandi kepada Kompas.com, Kamis (27/1/2022).

Baca juga: Singapura Bisa Latihan Militer di Langit Indonesia Timbal Balik Perjanjian Ekstradisi Buronan

Kemudian anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon mempertanyakan mengapa Pemerintahan Presiden Jokowi kembali membuka kerja sama yang sebelumnya sudah banyak ditolak, khususnya soal perjanjian DCA.

Effendi khawatir, kesepakatan tersebut akan mengancam kedaulatan negara. Apalagi dalam perjanjian DCA, Singapura diperbolehkan menggelar latihan militer bersama pihak ketiga di wilayah Indonesia.

Menurut politikus PDI-P ini, pemulangan kembali buronan yang kabur ke Singapura tidak sebanding jika ditukar dengan urusan pertahanan Indonesia.

”Keberatan kami itu sulit dijawab pemerintah. Kenapa kamu barter dengan military training area. Kenapa urusan ekstradisi, (mengejar) buron-buron itu kok digadaikan dengan ’kedaulatan’ kita?,” tukas Effendi, Kamis (27/1/2022).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com