Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/01/2022, 16:29 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Perjanjian kerjasama pertahanan atau Defence Cooperation Agreement (DCA) antara Indonesia dan Singapura punya sejarah cukup panjang. Perjanjian ini tidak terlepas dengan kesepakatan soal ekstradisi buronan.

Seperti diketahui, Indonesia dan Singapura baru saja menandatangani 3 perjanjian yaitu soal penataan kembali flight information region (FIR), ekstradisi buronan, dan DCA. Ketiga perjanjian ini menjadi satu paket yang harus berjalan secara paralel.

Pemerintah Indonesia di tahun 2007 telah membuat perjanjian yang sama. Saat itu, Pemerintah Indonesia yang berada di bawah pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggagas paket perjanjian yang sama.

Namun akhirnya, perjanjian tersebut tidak diratifikasi oleh DPR RI. Sebab, Singapura rupanya masih enggan memenuhi kesepakatan mengenai ekstradisi yang dapat memulangkan buronan-buronan Indonesia beserta aset-asetnya.

Indonesia pun akhirnya menolak untuk menjalankan kesepakatan DCA yang salah satu poinnya adalah mengizinkan militer Singapura menggelar latihan di wilayah teritori Indonesia.

Baca juga: KSAU Sebut Pesawat Tempur TNI AU Kini Tak Harus Izin Singapura jika Melintasi Kepri

Hal tersebut disampaikan oleh Marsekal (Purn) Agus Supriatna saat masih menjadi Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU).

"Kesepakatannya kan jadi satu dengan ekstradisi, Singapura belum setujui ya kita juga nggak setuju. Segitu kerasnya. Kami ingin jadi satu dengan ekstradisi sehingga belum ada ratifikasi (Defense Cooperation Agreement)," ujar Agus Supriatna di Istana Kepresidenan, Selasa (8/9/2015), seperti dikutip dari Kompas.com.

DCA yang mengatur mengenai Military Training Area (MTA) itu 'dikejar' oleh Singapura agar angkatan militernya bisa latihan pesawat tempur di ruang udara Indonesia.

Hal itu lantaran Singapura hanya memiliki wilayah teritori udara yang kecil sehingga perlu 'menumpang' Indonesia, di area-area yang berbatasan dengan wilayahnya.

Kerjasama peminjaman tempat latihan pesawat tempur ini sudah pernah dilakukan oleh Indonesia dan Singapura di era pemerintahan Presiden Soeharto.

Baca juga: Ruang Udara Kecil Jadi Pertimbangan, Singapura Juga Boleh Latihan di Langit RI Saat Era Soeharto

Perjanjian dibuat tahun 1995 untuk durasi 5 tahun yang kemudian disahkan melalui Keppres Nomor 8 Tahun 1996 tentang "Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of Singapore on Military Training in Areas 1 and 2".

Namun karena dianggap lebih banyak merugikan Indonesia, kesepakatan tidak dilanjutkan setelah diberlakukan dalam 5 tahun. Hingga kemudian, kesepakatan yang sama mulai dibicarakan kembali melalui draft DCA tahun 2007.

Hanya saja DPR tak mengesahkan DCA itu dalam proses ratifikasi. Kemudian kesepakatan tersebut diaktualisasikan lewat perjanjian yang baru diteken beberapa hari lalu dan diakui Menhan Prabowo Subianto merupakan kesepakatan yang sama dengan tahun 2007 itu.

"Dia (Prabowo) mengakui bahwa ini dokumennya sama dengan yang 2007 dan dia memahami ini kebutuhan politik dan dia hanya concern di wilayah DCA dia," kata Anggota Komisi I DPR, Effendi Simbolon di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (27/1/2022).

Baca juga: Kesepakatan DCA Buat Pesawat Tempur Singapura Bisa Numpang Latihan di Langit RI

Politikus PDI-P itu juga mengaku terkejut pemerintah melanjutkan kesepakatan tahun 2007, termasuk dengan memberi izin Singapura menggunakan ruang udara Indonesia berlatih pesawat tempur.

"Kenapa kamu barter sama military training area, kenapa kamu kasih kesempatan untuk melakukan exercise di wilayah udara, laut kita," ungkap dia.

Effendi khawatir, kesepakatan ini akan mengancam kedaulatan negara. Apalagi dalam perjanjian DCA, Singapura diperbolehkan menggelar latihan militer bersama pihak ketiga di wilayah Indonesia.

"Pihak Singapura minta menggunakan military training area-nya bukan hanya dia sendiri lho, dia bisa menggunakan untuk latihan bersama lho. Masya Allah gua bilang," tutur Effendi.

Barter DCA-ekstradisi dipersoalkan DPR

Dilansir Kompas.id, Effendi Simbolon menilai substansi paket kerja sama Indonesia-Singapura mengancam kedaulatan negara. Menurut dia, pemulangan kembali buronan yang kabur ke Singapura tidak sebanding jika ditukar dengan urusan pertahanan Indonesia.

”Keberatan kami itu sulit dijawab pemerintah. Kenapa kamu barter dengan military training area. Kenapa urusan ekstradisi, (mengejar) buron-buron itu kok digadaikan dengan ’kedaulatan’ kita?,” ujar Effendi.

Effendi pun menyebut, paket kerja sama Indonesia-Singapura soal DCA, FIR, dan ekstradisi menjadi pembahasan utama dalam rapat kerja Komisi I dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Kamis (27/1) kemarin.

Baca juga: DCA Sempat Jadi Dalih Pesawat Tempur Singapura Sering Nyelonong Masuk ke Wilayah RI

Dalam rapat itu, ia meminta penjelasan pemerintah soal kesepakatan yang baru saja diteken sebab tidak ada substansi yang berbeda dengan perjanjian yang dilakukan kedua negara pada 2007.

”Itu menjadi sejarah. Kok di zaman ini dokumen yang sama, persyaratan yang sama, semua kondisi yang sama, kok ditandatangani. Ada apa sih? Ini menjadi pertanyaan tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di luar negeri,” tutur Effendi yang menyebut Prabowo tak bisa menjawab pertanyaan Komisi I DPR terkait hal ini.

Oleh karena itu, Komisi I berencana menggali lebih lanjut persoalan tersebut dalam rapat kerja pada Senin (31/1/2022). Menurut Effendi, DPR juga akan mengagendakan rapat lintas komisi untuk meminta penjelasan dari anggota tim negosiasi yang menyepakati perjanjian kerja sama dengan Singapura.

Baca juga: Menyoal Pengambilalihan Ruang Udara Strategis RI dari Singapura yang Belum Berakhir

Anggota tim negosiasi itu di antaranya Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Menteri Pertahanan.

Selain itu, DPR juga akan mengikutsertakan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, KSAD Jenderal Dudung Abdurachman, KSAL Laksamana Yudo Margono, dan KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo dalam rapat.

Sebelumnya, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menyatakan pemberian izin militer Singapura untuk berlatih di wilayah Indonesia, seperti tertuang dalam DCA yang baru kembali disepakati, tak akan mengancam kedaulatan negara.

"Sama sekali tidak (membahayakan kedaulatan). Kita sudah latihan dengan banyak negara kok di wilayah kita. Sering kita latihan dengan banyak negara dan, secara tradisional mereka juga butuh latihan di situ," tukas Prabowo selepas Rapat Kerja dengan Komisi I DPR RI, Kamis (27/1/2022).

(Penulis: Sabrina Asril, Kurnia Yunita Rahayu. Editor: Bayu Galih, Anita Yossihara)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Eks Hakim Kritik DPR karena Ancam MK Jelang Putusan Sistem Pemilu

Eks Hakim Kritik DPR karena Ancam MK Jelang Putusan Sistem Pemilu

Nasional
Sakit, 2 Jemaah Haji Kloter Pertama Tidak Diberangkatkan ke Makkah

Sakit, 2 Jemaah Haji Kloter Pertama Tidak Diberangkatkan ke Makkah

Nasional
PDI-P: 1.375 Organisasi Daftar Jadi Relawan Ganjar

PDI-P: 1.375 Organisasi Daftar Jadi Relawan Ganjar

Nasional
Banyak Korban Perdagangan Orang Meninggal Saat Jadi TKI, Migrant Care Ungkap Penyebabnya

Banyak Korban Perdagangan Orang Meninggal Saat Jadi TKI, Migrant Care Ungkap Penyebabnya

Nasional
KPU Yakin Putusan MK soal Sistem Pemilu Tak Ganggu Tahapan Berjalan

KPU Yakin Putusan MK soal Sistem Pemilu Tak Ganggu Tahapan Berjalan

Nasional
1.897 Jemaah Haji Bergeser dari Madinah ke Makkah

1.897 Jemaah Haji Bergeser dari Madinah ke Makkah

Nasional
Eks Hakim: MK Harus Punya Alasan Mendasar jika Ubah Sistem Pemilu

Eks Hakim: MK Harus Punya Alasan Mendasar jika Ubah Sistem Pemilu

Nasional
Relawan Buruh Sahabat Jokowi Pimpinan Andi Gani Akan Berubah Jadi Relawan Ganjar

Relawan Buruh Sahabat Jokowi Pimpinan Andi Gani Akan Berubah Jadi Relawan Ganjar

Nasional
KRI Bung Karno-369 Jadi Kapal Korvet Pertama Pabrikan Lokal

KRI Bung Karno-369 Jadi Kapal Korvet Pertama Pabrikan Lokal

Nasional
Cerita Ganjar soal Ponselnya yang Eror Setelah Ia Diumumkan sebagai Capres PDI-P

Cerita Ganjar soal Ponselnya yang Eror Setelah Ia Diumumkan sebagai Capres PDI-P

Nasional
Argumen KPK Tolak Diperiksa Ombudsman Dinilai Keliru

Argumen KPK Tolak Diperiksa Ombudsman Dinilai Keliru

Nasional
Kemenaker dan Stakeholders Deklarasikan Komitmen Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja

Kemenaker dan Stakeholders Deklarasikan Komitmen Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja

Nasional
Sebulan Tak Bisa Akses Data Pencalegan, Bawaslu Siap Laporkan KPU ke DKPP

Sebulan Tak Bisa Akses Data Pencalegan, Bawaslu Siap Laporkan KPU ke DKPP

Nasional
Ganjar Cerita soal Disabilitas dari Pangandaran yang Datang ke Rumahnya di Semarang dengan Sepeda Motor

Ganjar Cerita soal Disabilitas dari Pangandaran yang Datang ke Rumahnya di Semarang dengan Sepeda Motor

Nasional
Megawati Ingin Indonesia Perbanyak Alutsista Maritim Pabrikan Lokal

Megawati Ingin Indonesia Perbanyak Alutsista Maritim Pabrikan Lokal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com