Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Awal Mula Kasus Korupsi E-KTP yang Sempat Hebohkan DPR hingga Seret Setya Novanto

Kompas.com - 04/02/2022, 12:35 WIB
Elza Astari Retaduari

Penulis

Beberapa nama disebut-sebut ikut dalam sejumlah pertemuan untuk membahas anggaran proyek e-KTP, termasuk Nazaruddin dan Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR kala itu, Anas Urbaningrum.

Dari beberapa kali pertemuan, disepakati anggaran proyek e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun. Sebanyak 51 persen dari total anggaran yaitu Rp 2,662 triliun akan digunakan untuk belanja modal atau belanja rill proyek, dan sisanya 49 persen yakni Rp 2,5 triliun akan menjadi bancakan.

Rincian uang korupsi tersebut dibagi kepada pejabat Kemendagri sebesar 7 persen (Rp 365,4 miliar), anggota Komisi II DPR 5 persen (Rp 261 miliar), Setya Novanto dan Andi Narogong 11 persen (574,2 miliar), Anas dan Nazaruddin 11 persen (Rp 574,2 miliar), serta sisa 15 persen (783 miliar( akan diberikan sebagai keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan.

Baca juga: Pengacara: Setya Novanto Stres Berat, Pandangan Matanya Kosong

Dalam proses pengadaan barang, Sugiharto diangkat oleh Irman sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Pada pelaksanaan pengadaan, Sugiharto menetapkan dan menyetujui harga perkiraan sendiri (HPS) yang telah digelembungkan.

Sejumlah pihak membentuk konsorsium dalam pengerjaan proyek ini. Isinya mulai dari pejabat Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), dan perwakilan vendor-vendor (PT Sucofindo, PT LEN, PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Arthaputra).

PNRI disepakati menjadi pemimpin konsorsium. Hal itu agar mudah diatur karena konsorsium ini dipersiapkan sebagai pemenang lelang pekerjaan e-KTP.

Drama keterlibatan Setya Novanto

Nama Setya Novanto sejak awal memang sudah disebut-sebut terlibat dalam kasus korupsi e-KTP. Namun keterlibatan mantan Ketua Umum Golkar itu semakin kuat setelah namanya disebut dalam sidang perdana kasus tersebut dengan Sugiharto dan Irman yang duduk sebagai terdakwa.

Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa KPK di Pengadilan Tipikor, Kamis (9/3/2017), Novanto disebut memiliki peran dalam mengatur besaran anggaran e-KTP yang mencapai Rp 5,9 triliun itu.

Novanto sempat membantah dan mengelak. Ia bahkan mengajukan praperadilan atas penetapan statusnya sebagai tersangka. Sempat memenangkan praperadilan, akhirnya Novanto kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dan terus berproses hingga divonis bersalah.

Pada September 2017, KPK memanggil Novanto untuk diperiksa sebagai tersangka. Saat itu, Novanto sudah menjadi Ketua DPR RI.

Baca juga: Setya Novanto Akui Terima Jam Richard Mille dari Andi Narogong

Setya Novanto berkali-kali tak hadir, dengan berbagai alasan. Mulai dari sakit hingga meminta KPK menunggu proses praperadilan selesai.

 

Bahkan Novanto sempat mengirimkan surat ke KPK melalui Fadli Zon yang pada tahun 2017 menjabat sebagai Wakil Ketua DPR, agar menunda proses penyidikan terhadap dirinya sampai putusan praperadilan keluar.

Surat yang dikirimkan Setya Novanto menuai protes karena dikirim menggunakan kop DPR. Permintaan Novanto juga ditolak KPK.

Tanggal 15 November 2017, KPK melakukan penjemputan paksa ke rumah Setya Novanto di Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. KPK sempat dihalang-halangi untuk masuk ke dalam. Keberadaan Novanto juga tidak diketahui.

Sehari setelahnya, Setya Novanto dikabarkan mengalami kecelakaan dan dilarikan ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau. Pengacara Novanto, Fredrich Yunadi mengatakan, Novanto terburu-buru menuju ke studio salah satu stasiun televisi swasta untuk melangsungkan siaran langsung. Mobil yang ia tumpangi menabrak tiang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com