Adapun visualisasi pola jalan sejumlah kota di Indonesia, yang merupakan turunan lebih detail dari visualisasi arah jalan di atas, dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Kota Medan dipilih sebagai perbandingan pada Gambar 2 dengan IKN Nusantara karena keteraturan arah jalan di Kota Medan. Adapun Kota Padang dan Kota Ambon, dipilih menyusul kesamaan dengan IKN Nusantara dalam konteks karakterisasi serupa sebagai kota-kota dalam klaster “jangkauan sempit.”
Aksesibilitas tentu penting untuk keberadaan dan denyut sebuah kota. Semakin luas area yang bisa dijangkau dalam rentang waktu tertentu, semakin banyak pula kebutuhan masyarakat yang dapat terpenuhi.
Aksesibilitas ini bergantung pada banyak hal yang menjadi subvariabel penentu. Di dalamnya termasuk topografi daerah (kawasan pegunungan atau perbukitan dan dataran rendah), arah jalan (bentuk grid atau bentuk melingkar), jumlah jalan, serta lebar jalan (jalan desa atau jalan tol).
Menggunakan HERE Maps, Kudu mencoba mencari jangkauan jalan (isochrones) dari pusat kota di 50 kota terbesar dimaksud dan Nusantara. Jangkauan jalan ini diasumsukan bisa dicapai dalam waktu tempuh selama 15, 30, 45, dan 60 menit menggunakan kendaraan bermotor.
Hasilnya, setelah diurutkan dari yang luas area jangkauannya paling rendah, Nusantara termasuk ke dalam baris pertama bersama Sorong, Jayapura, Ambon, Padang, Batam, dan Manado.
Hal ini disebabkan karena pada saat ini jumlah ruas jalan di lokasi IKN Nusantara cenderung belum banyak. Kondisi tersebut berdampak pada jaringan jalan dan aksesibilitas yang relatif minim.
Variabel jumlah fasilitas sosial
Cenderung naiknya kebutuhan energi di tengah masyarakat, pemanasan global, dan kerusakan alam yang semakin memerlukan perhatian serius, membuat penataan kota tidak bisa lepas dari aspek pelestarian lingkungan hidup.
Professor di Paris 1 Panthéon Sorbonne University, Perancis, Carlos Moreno, sebagaimana dikutip dalam buku Regeneration: Ending the Climate Crisis in One Generation yang ditulis Paul Hawken (2021), mempercayai bahwa lokasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan harian dalam hidup mestinya bisa diakses semuanya dengan perjalanan singkat. Ini merupakan kota dengan konsep 15 menit (15-minutes city).
Perjalanan singkat itu dilakukan dengan berjalan kaki, naik sepeda, atau pun transportasi publik. Riset Moreno, yang sesungguhnya fokus pada pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor transportasi, telah membawa visi kota modern.
Ini merupakan visi dari keberadaan kota sebagai mosaik-mosaik sejumlah daerah sekitar dengan aksesibilitas lewat metode berjalan kaki yang mempertemukan kebutuhan-kebutuhan domestik, profesional, dan hiburan dari para penghuninya. (Paul Hawken, 2021)
Lokasi-lokasi untuk memenuhi berbagai kebutuhan harian itu, di Indonesia dapat dipadankan dengan istilah fasilitas sosial (fasos). Di dalamnya antara lain terdapat tempat ibadah, sekolah, rumah sakit, pasar, tempat olahraga, dan tempat rekreasi.
Adapun istilah fasilitas umum (fasum) lebih merujuk pada keberadaaan saluran air, jaringan listrik, jalan, trotoar, dan transportasi umum. Kudu kemudian menganalisis data publik dan lokasi-lokasi fasos (amenities) dari OpenStreetMap.
Tersebab kecenderungan belum memadainya infrastruktur untuk pejalan kaki pada sebagian kota di Indonesia, serta untuk memberikan gambaran tentang radius jangkauan tatkala menggunakan kendaraan bermotor yang relatif jadi kebiasaan sebagian masyarakat, analisis Kudu menggunakan pilihan penghitungan radius berkendara dalam waktu 15, 30, 45, dan 60 menit sebagai subvariabel.
Hasilnya, visualisasi tentang jumlah fasos yang bisa dijangkau dan radius jarak tempuh dalam rentang waktu 15, 30, 45, dan 60 menit tatkala menggunakaan kendaraan bermotor.
Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa jumlah fasos di IKN Nusantara pada saat ini jumlahnya masih relatif sedikit. Tidak ada fasos dalam radius tempuh berkendara selama rentang waktu 15 menit.
Perbandingannya, terdapat lebih dari 1.500 tempat fasos di Jakarta Pusat dengan radius tempuh berkendara selama rentang waktu 15 menit yang sama.
Variabel populasi
Populasi merupakan salah satu elemen penting keberadaan sebuah kota. Ramai atau tidaknya aktivitas penduduk, macet atau tidaknya arus lalu lintas, serta tinggi atau rendahnya kebutuhan penggunaan energi, sebagian penyebabnya sangat terkait secara langsung dengan populasi.
Data mengenai besaran atau jumlah populasi yang digunakan berasal dari publikasi di platform Wikipedia yang disarikan dari sejumlah sumber kredibel, termasuk dari Kementerian Dalam Negeri dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Kudu menggunakan asumsi populasi di IKN Nusantara di masa pemindahan tahap awal selama periode 2020-2024, yang jumlahnya 500.000 orang.
Penggunaan asumsi populasi di IKN Nusantara tersebut didasarkan pada keterangan mengenai jumlah penduduk awal selama rentang waktu tersebut yang ditulis dalam edisi elektronik “Buku Saku Pemindahan Ibu Kota Negara,” terbitan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Juli 2021.
Untuk mengelompokkan kota-kota ke dalam kelompok yang mirip, Kudu menggunakan metode KMeans untuk memperoleh lima kelompok atau klaster berdasarkan variabel:
Hasilnya ternyata cukup menarik, 51 kota ini kemudian terbagi dalam lima klaster:
Ciri khasnya adalah jangkauan bepergian yang luas dengan kendaraan bermotor karena sistem jalannya yang relatif teratur. Namun, jumlah fasos tidak sebanyak Jakarta.
Betul bahwa jalan yang lebih teratur akan membuat jangkauan bepergian menjadi lebih luas, tetapi belum tentu memiliki fasos yang lebih banyak.