Salin Artikel

IKN Nusantara, Ibu Kota di Klaster Kota Jangkauan Sempit

Oleh: Nurvirta Monarizqa, Ingki Rinaldi, & Palupi Annisa Auliani

INDONESIA punya Ibu Kota baru. Nama Ibu Kota Negara (IKN) Indonesia adalah Nusantara. Dalam undang-undangnya yang sudah disahkan pada 18 Januari 2022, penyebutan yang dipakai adalah IKN Nusantara, dengan versi pendeknya adalah Ibu Kota Nusantara yang disingkat IKN juga. 

Berlokasi di Kalimantan Timur, IKN berdasarkan kondisi pada saat ini termasuk ke dalam kelompok kota "jangkauan sempit", disandingkan dengan 50 kota lain yang ada di Indonesia.

Klaster ini didapat dari sejumlah karakteristik atas analisis Kudu terhadap sejumlah data publik menurut pengelompokan variabel:

  • keteraturan dan ketidakteraturan (entropi) arah jalan
  • luas area yang dijangkau kendaraan bermotor dalam waktu 15,30, 45, dan 60 menit. 
  • jumlah fasilitas sosial dalam radius tempuh 15 menit menggunakan kendaraan bermotor
  • populasi

Bersama IKN, kota yang masuk dalam klaster jangkauan sempit ini adalah Kota Padang, Kendari, Bengkulu, Ambon, Sukabumi, Dumai, Sorong, Cilegon, Jayapura, Manado, Balikpapan, dan Banjarmasin.

Jangkauan sempit IKN

Bertahun-tahun sejak pertama kali disampaikan di masa Presiden Soekarno, rencana pemindahan Ibu Kota disahkan pada Selasa (18/1/2022), melalui persetujuan bersama Pemerintah dan DPR dalam sidang paripurna DPR.

Presiden Joko Widodo, menyebutkan pula tentang kemungkinan pindahnya Istana Negara beserta empat hingga enam kementerian ke IKN Nusantara pada 2024. Adapun proses perpindahan Ibu Kota secara keseluruhan diperkirakan berlangsung selama 15-20 tahun.

Pengembangan kawasan IKN pun menjadi keniscayaan. Kudu menganalisis sejumlah data publik untuk memberikan gambaran awal ihwal Kecamatan Sepaku di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kecamatan Samboja di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, yang bakal menjadi kawasan lokasi IKN.

Kesimpulan awal analisis mendapati bahwa IKN masuk kategori kota dengan karakter jangkauan sempit. Sifat-sifat yang didapati:

  • indeks keteraturan jalan rendah, menandakan arah jalan tidak teratur dalam konteks kesesuaian dengan mata angin
  • sempitnya luas area yang bisa dijangkau kendaraan bermotor dalam waktu tertentu
  • sedikitnya jumlah fasilitas umum dalam radius tempuh kendaraan bermotor berdasarkan waktu tertentu.

Selain itu, konsep ramah lingkungan Nagara Rimba Nusa dalam rencana pengelolaan IKN yang sejalan dengan visi kota modern sesuai dengan konsep 15-minutes city, pada saat ini cenderung masih perlu banyak penyesuaian.

Relatif belum adanya fasilitas umum yang memadai dalam radius 15 menit menggunakan kendaraan bermotor menjadi salah satu alasannya.

Padahal, konsep 15-minutes city didasarkan pada keterjangkauan ke sejumlah tempat aktivitas dan fasilitas publik dengan berjalan kaki, naik sepeda, atau transportasi publik, guna mengurangi emisi karbon dan gas rumah kaca.

Diketahui pula, bahwa jangkauan yang bisa dicapai dengan menggunakan kendaraan bermotor dalam waktu tertentu di IKN Nusantara tidaklah luas. Pembangunan infrastruktur seperti jaringan transportasi publik dan jalan tol, menjadi penting.

Perlu juga diinsafi bahwa penambahan jumlah fasilitas sosial dan beragam pusat aktivitas masyarakat tidaklah kalah penting. Hal ini supaya orang-orang tertarik untuk berdomisili di lokasi tersebut.

Dalam hal ini, menarik untuk melihat pengalaman Ibu Kota baru Myanmar, Naypyidaw. Setelah sekitar 16 tahun ditetapkan menjadi pengganti Yangon, kota ini hingga kini masih relatif sepi.

Tentu saja, berbagai kesimpulan dimaksud ihwal IKN Nusantara di dalam analisis ini masih merujuk pada berbagai kondisi yang ada sekarang.

Hingga tulisan ini tayang, belum ada asumsi mengenai rencana pembangunan dan berbagai proyeksi pertumbuhan dalam rentang beberapa waktu ke depan sampai Ibu Kota Indonesia benar-benar telah pindah dan berfungsi. 

Variabel keteraturan arah jalan

Kudu memulai analisis ini dengan menghitung keteraturan dan ketidakteraturan (entropi) arah jalan IKN Nusantara dan 50 kota lain di Indonesia. Konsep untuk membuat keteraturan arah jalan di Indonesia, dipengaruhi praktik dari zaman kerajaan, masa kolonial, dan pascakolonial.

Yogyakarta misalnya, dibangun dengan poros imajiner Utara-Selatan dari Merapi ke Keraton Yogyakarta. Konsep penataan keteraturan arah jalan ini dinamai Golong Gilig.

Selain itu, di Yogyakarta dikenal pula konsep Catur Sagatra. Praktiknya berupa empat komponen kehidupan (pemerintahan, religi, budaya, ekonomi) yang diletakkan pada empat arah jarum jam.

Tidaklah mengherankan jika kemudian banyak jalan kemudian dibangun mengikuti arah mata angin (Suryanto, 2015).

Akan tetapi tidak semua arah jalan mengikuti arah mata angin. Topografi suatu kawasan tentu bakal berpengaruh. Kota-kota di wilayah di perbukitan, misalnya, bakal lebih menyesuaikan pada kontur wilayah ketimbang arah mata angin.

Keteraturan arah jalan memiliki sejumlah keuntungan. Misalnya, kemudahan akses. Orang-orang menjadi lebih mudah untuk bepergian ke segala arah, apalagi jika ditambah dengan keberadaan jalan tol dan layanan transportasi publik.

Adapun penghitungan keteraturan arah jalan IKN Nusantara dan 50 kota lain di Indonesia, dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan sampel. Terdapat 50 kota dengan populasi terbanyak yang dijadikan sampel dalam analisis ini, kemudian disandingkan dengan IKN Nusantara.

Lantas, dipergunakan pula data street network dari OpenStreetMap. Setiap ruas jalan dihitung bearing-nya atau arah jalan untuk mengetahui distribusi arah dari tiap ruas jalan.

Dari situ, dihitung frekuensi arah jalan tersebut untuk mengetahui entropi (nilai ketidakteraturan). Semakin rendah entropi, semakin teratur.

Hasil perhitungan yang didapat kemudian dinormalisasikan nilainya ke rentang 0-1 dengan membandingkan dengan entropi kota Chicago untuk mendapatkan nilai keteraturan. Nilai 0 menunjukkan kondisi arah jalan paling tidak teratur, nilai 1 menerangkan kondisi arah jalan paling teratur.

Hal penting dalam konteks ini adalah, “teratur” yang dimaksud berhubungan dengan kesesuaian pada mata angin, bukan dimaksudkan pada kondisi “tertib” atau “tidak tertib” berdasarkan norma, aturan, dan kesepakatan sosial tertentu.

Berdasarkan analisis tersebut, Kudu menemukan bahwa di Indonesia, arah jalan yang paling teratur (sesuai mata angin) berada di Medan, lalu disusul Kediri, Binjai, dan Yogyakarta. 

Sebaliknya, kota dengan arah jalan paling tidak teratur adalah Palembang. Adapun Nusantara berada di urutan 10 terbawah keteraturan arah jalan.

Berikut ini adalah visualisasi arah jalan di Indonesia yang sudah disusun berdasarkan arah jalan yang paling teratur (pojok kiri atas) hingga arah jalan yang paling tidak teratur (paling bawah kanan).

Adapun visualisasi pola jalan sejumlah kota di Indonesia, yang merupakan turunan lebih detail dari visualisasi arah jalan di atas, dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Kota Medan dipilih sebagai perbandingan pada Gambar 2 dengan IKN Nusantara karena keteraturan arah jalan di Kota Medan. Adapun Kota Padang dan Kota Ambon, dipilih menyusul kesamaan dengan IKN Nusantara dalam konteks karakterisasi serupa sebagai kota-kota dalam klaster “jangkauan sempit.”

Variabel jangkauan luas area

Aksesibilitas tentu penting untuk keberadaan dan denyut sebuah kota. Semakin luas area yang bisa dijangkau dalam rentang waktu tertentu, semakin banyak pula kebutuhan masyarakat yang dapat terpenuhi.

Aksesibilitas ini bergantung pada banyak hal yang menjadi subvariabel penentu. Di dalamnya termasuk topografi daerah (kawasan pegunungan atau perbukitan dan dataran rendah), arah jalan (bentuk grid atau bentuk melingkar), jumlah jalan, serta lebar jalan (jalan desa atau jalan tol).

Menggunakan HERE Maps, Kudu mencoba mencari jangkauan jalan (isochrones) dari pusat kota di 50 kota terbesar dimaksud dan Nusantara. Jangkauan jalan ini diasumsukan bisa dicapai dalam waktu tempuh selama 15, 30, 45, dan 60 menit menggunakan kendaraan bermotor.

Hasilnya, setelah diurutkan dari yang luas area jangkauannya paling rendah, Nusantara termasuk ke dalam baris pertama bersama Sorong, Jayapura, Ambon, Padang, Batam, dan Manado.

Hal ini disebabkan karena pada saat ini jumlah ruas jalan di lokasi IKN Nusantara cenderung belum banyak. Kondisi tersebut berdampak pada jaringan jalan dan aksesibilitas yang relatif minim.

 

Variabel jumlah fasilitas sosial

Cenderung naiknya kebutuhan energi di tengah masyarakat, pemanasan global, dan kerusakan alam yang semakin memerlukan perhatian serius, membuat penataan kota tidak bisa lepas dari aspek pelestarian lingkungan hidup.

Professor di Paris 1 Panthéon Sorbonne University, Perancis, Carlos Moreno, sebagaimana dikutip dalam buku Regeneration: Ending the Climate Crisis in One Generation yang ditulis Paul Hawken (2021), mempercayai bahwa lokasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan harian dalam hidup mestinya bisa diakses semuanya dengan perjalanan singkat. Ini merupakan kota dengan konsep 15 menit (15-minutes city).

Perjalanan singkat itu dilakukan dengan berjalan kaki, naik sepeda, atau pun transportasi publik. Riset Moreno, yang sesungguhnya fokus pada pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor transportasi, telah membawa visi kota modern.

Ini merupakan visi dari keberadaan kota sebagai mosaik-mosaik sejumlah daerah sekitar dengan aksesibilitas lewat metode berjalan kaki yang mempertemukan kebutuhan-kebutuhan domestik, profesional, dan hiburan dari para penghuninya. (Paul Hawken, 2021)

Lokasi-lokasi untuk memenuhi berbagai kebutuhan harian itu, di Indonesia dapat dipadankan dengan istilah fasilitas sosial (fasos). Di dalamnya antara lain terdapat tempat ibadah, sekolah, rumah sakit, pasar, tempat olahraga, dan tempat rekreasi.

Adapun istilah fasilitas umum (fasum) lebih merujuk pada keberadaaan saluran air, jaringan listrik, jalan, trotoar, dan transportasi umum. Kudu kemudian menganalisis data publik dan lokasi-lokasi fasos (amenities) dari OpenStreetMap.

Tersebab kecenderungan belum memadainya infrastruktur untuk pejalan kaki pada sebagian kota di Indonesia, serta untuk memberikan gambaran tentang radius jangkauan tatkala menggunakan kendaraan bermotor yang relatif jadi kebiasaan sebagian masyarakat, analisis Kudu menggunakan pilihan penghitungan radius berkendara dalam waktu 15, 30, 45, dan 60 menit sebagai subvariabel.

Hasilnya, visualisasi tentang jumlah fasos yang bisa dijangkau dan radius jarak tempuh dalam rentang waktu 15, 30, 45, dan 60 menit tatkala menggunakaan kendaraan bermotor.

Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa jumlah fasos di IKN Nusantara pada saat ini jumlahnya masih relatif sedikit. Tidak ada fasos dalam radius tempuh berkendara selama rentang waktu 15 menit.

Perbandingannya, terdapat lebih dari 1.500 tempat fasos di Jakarta Pusat dengan radius tempuh berkendara selama rentang waktu 15 menit yang sama.

Variabel populasi

Populasi merupakan salah satu elemen penting keberadaan sebuah kota. Ramai atau tidaknya aktivitas penduduk, macet atau tidaknya arus lalu lintas, serta tinggi atau rendahnya kebutuhan penggunaan energi, sebagian penyebabnya sangat terkait secara langsung dengan populasi.

Data mengenai besaran atau jumlah populasi yang digunakan berasal dari publikasi di platform Wikipedia yang disarikan dari sejumlah sumber kredibel, termasuk dari Kementerian Dalam Negeri dan Badan Pusat Statistik (BPS). 

Kudu menggunakan asumsi populasi di IKN Nusantara di masa pemindahan tahap awal selama periode 2020-2024, yang jumlahnya 500.000 orang.

Penggunaan asumsi populasi di IKN Nusantara tersebut didasarkan pada keterangan mengenai jumlah penduduk awal selama rentang waktu tersebut yang ditulis dalam edisi elektronik “Buku Saku Pemindahan Ibu Kota Negara,” terbitan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Juli 2021.

5 Klaster

Untuk mengelompokkan kota-kota ke dalam kelompok yang mirip, Kudu menggunakan metode KMeans untuk memperoleh lima kelompok atau klaster berdasarkan variabel:

Hasilnya ternyata cukup menarik, 51 kota ini kemudian terbagi dalam lima klaster:

  • Klaster 1 (Teratur): Kediri, Binjai, Pematang Siantar, Yogyakarta, Surakarta, Malang, Medan.

    Ciri khasnya adalah jangkauan bepergian yang luas dengan kendaraan bermotor karena sistem jalannya yang relatif teratur. Namun, jumlah fasos tidak sebanyak Jakarta.

    Betul bahwa jalan yang lebih teratur akan membuat jangkauan bepergian menjadi lebih luas, tetapi belum tentu memiliki fasos yang lebih banyak.

  • Klaster 2 (Jangkauan Sempit): Padang, Kendari, Bengkulu, Ambon, Sukabumi, Dumai, Sorong, Cilegon, Jayapura, Manado, Nusantara, Balikpapan, Banjarmasin.

    Ternyata, Nusantara termasuk ke dalam klaster ini, yaitu kota dengan jangkauan bepergian yang sempit karena minim jaringan jalan atau kondisi topografi yang spesifik.

  • Klaster 3 (Kota Sedang): Palu, Kupang, Tegal, Pekalongan, Cirebon, Cimahi, Jambi, Serang, Pontianak, Tasikmalaya, Batam, Bandar Lampung, Palembang,

    Ciri khasnya adalah padat populasi, namun jumlah fasos tidak sebanyak kota besar.

  • Klaster 4 (Padat): Mataram, Denpasar, Samarinda, Pekanbaru, Bogor, Tangerang Selatan, Tangerang, Semarang, Depok, Makassar, Bandung, Bekasi, Surabaya.

    Ciri khasnya adalah memiliki populasi padat, jangkauan yang luas dan fasos yang banyak.

  • Klaster 5 (Jakarta): Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Pusat.

    Kesimpulan

    Masa pemindahan tahap awal Ibu Kota ke lokasi IKN Nusantara merupakan momen krusial untuk meletakkan sejumlah fondasi. Orientasi arah menuju “Kota Dunia untuk Semua” pada 2045 diharapkan bakal semakin jelas terlihat.

    Hasil analisis awal menunjukkan IKN Nusantara termasuk dalam kelompok kota dengan “jangkauan sempit” memberikan sejumlah wawasan baru terkait fokus pengembangan di masa berikutnya, terutama jika dikaitkan dengan tiga target utama yang hendak dicapai pada 2045 mendatang.

    Sebagaimana dikutip dari Buku Saku Pemindahan Ibu Kota Negara terbitan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Juli 2021, ketiganya adalah: Menjadi kota terdepan di dunia dalam hal daya saing, 10 besar liveable city di dunia, dan mencapau net zero-carbon emission dan 100 persen energi terbarukan pada kapasitas terpasang.

    Masih dikutip dari buku yang sama, capaian target ketiga itu berarti pula, IKN Nusantara bakal menjadi kota pertama di dunia dengan jumlah penduduk lebih dari 1 jiwa yang akan mencapai target tersebut.

    Target ini sejalan dengan visi kota modern dengan konsep 15-minutes city sebagaimana dirumuskan Carlos Moreno. Namun, yang perlu diingat adalah, konsep tersebut mensyaratkan lokasi-lokasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan harian dalam hidup, atau fasos, mestinya bisa diakses semuanya dengan perjalanan singkat.

    Perjalanan singkat itu dilakukan dengan berjalan kaki, naik sepeda, atau menumpang moda transporasi publik. Hal ini berkelindan dengan upaya pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor transportasi

    Artinya, dengan kondisi yang ada pada saat ini, dengan cenderung nihilnya fasos dalam radius tempuh kendaraan bermotor selama rentang waktu 15 menit di bakal lokasi IKN, fokus utama untuk membangun dan mengembangkan fasos di lingkup cakupan area tersebut menjadi sangat krusial.

    Tentu saja, terdapat sejumlah subvariabel lain, seperti topografi lahan, status kawasan, dan sebagainya yang tidak dapat diabaikan.

    Wawasan lain yang bisa diperoleh dari analisis ini adalah, ada kebutuhan untuk beradaptasi dengan ketidakteraturan kondisi arah jalan (dalam konteks kesesuaian dengan mata angin) menurut aspek-aspek ideal tata kota sebagaimana target-target yang ditentukan.

    Hal ini berhubungan dengan posisi IKN Nusantara di peringkat ke-42 dari 51 kota di Indonesia dalam hal arah jalan yang teratur dan tidak teratur. Posisi ke-1 menunjukkan arah jalan yang semakin teratur, posisi ke-51 menerangkan arah jalan yang semakin tidak teratur.

    Sebagaimana diutarakan di atas, peringkat sepuluh besar teratas kota-kota di Indonesia dengan arah jalan yang teratur adalah Kota Medan, Kediri, Binjai, Yogyakarta, Tegal, Surakarta, Pekalongan, Malang, Surabaya, Palu, dan Denpasar.

    Adapun IKN Nusantara, termasuk ke dalam peringkat sepuluh besar terbawah, yang masing-masing urutannya dari ranking terbawah (51) hingga ke atas (42) adalah Kota Palembang, Banjarmasin, Jambi, Balikpapan, Ambon, Kupang, Manado, Samarinda, Kendari, dan Nusantara.

    Pengingat pentingnya adalah, arah jalan yang tidak teratur bukanlah persoalan bagi sebuah kota selama keberadaan fasos dapat terpenuhi. Pasalnya, kondisi arah jalan yang teratur, cenderung hanya bisa dicapai tatakala kondisi topografinya terpenuhi. Sementara di IKN Nusantara, kondisi topografinya cenderung berupa perbukitan.

    Sebagai solusi, pengelola Otorita IKN Nusantara atau pemerintah bisa mempelajari kota-kota dengan karakteristik arah jalan serupa. Kota-kota tersebut berada di dalam klaster “jangkauan sempit,” yakni Padang, Kendari, Bengkulu, Ambon, Sukabumi, Dumai, Sorong, Cilegon, Jayapura, Manado, Balikpapan, dan Banjarmasin.

    Sejumlah sisi positif dan negatif dari pengelolaan kota-kota tersebut, dengan sejumlah penyesuaian berdasarkan karakteristik yang paling mendekati, nampaknya dapat dijadikan bahan evaluasi yang memadai untuk pengembangan IKN Nusantara.

    Relatif sempit dan pendeknya cakupan area tempuh di IKN Nusantara dalam waktu 15, 30, 45, dan 60 menit mengendarai kendaraan bermotor, memberikan pula wawasan tentang pentingnya membangun infrastruktur transportasi.

    Infrastruktur transportasi ini antara lain mencakup jalan tol dan moda transportasi publik yang disesuaikan dengan kondisi topografi dan status kawasan.

    Pemerintah atau pengelola Otorita IKN Nusantara juga dituntut untuk memformulasikan dan mengadakan pula berbagai aktivitas budaya, perekonomian, sosial, dan keagamaan. Ini penting untuk mendampingi fungsi utama IKN Nusantara sebagai pusat pemerintahan, dengan keberadaan populasi yang adalah manusia di dalamnya.

    Boleh jadi, peribahasa “ada gula, ada semut,” cocok untuk menggambarkan keadaan tersebut. Jangan sampai sudah repot-repot pindah Ibu Kota Negara, yang terjadi adalah kota sepi tanpa penghuni keseharian dan keriuhan laiknya sebuah peradaban.

    Catatan:

    Sebagian bahan tulisan ini, sebelumnya telah dipublikasikan di laman blog dan akun media sosial pribadi Nurvirta Monarizqa.

    *Kudu Insight merupakan kolaborasi Kompas.com dan Kudu, lembaga riset dan data, menyajikan kajian dan visualisasi olah data digital atas fenomena yang mencuat di publik dan ranah digital.  

https://nasional.kompas.com/read/2022/01/30/15231111/ikn-nusantara-ibu-kota-di-klaster-kota-jangkauan-sempit

Terkini Lainnya

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke