Ternyata, Nusantara termasuk ke dalam klaster ini, yaitu kota dengan jangkauan bepergian yang sempit karena minim jaringan jalan atau kondisi topografi yang spesifik.
Ciri khasnya adalah padat populasi, namun jumlah fasos tidak sebanyak kota besar.
Ciri khasnya adalah memiliki populasi padat, jangkauan yang luas dan fasos yang banyak.
Ciri khasnya adalah jumlah fasos yang berlimpah tanpa harus bepergian jauh
Masa pemindahan tahap awal Ibu Kota ke lokasi IKN Nusantara merupakan momen krusial untuk meletakkan sejumlah fondasi. Orientasi arah menuju “Kota Dunia untuk Semua” pada 2045 diharapkan bakal semakin jelas terlihat.
Hasil analisis awal menunjukkan IKN Nusantara termasuk dalam kelompok kota dengan “jangkauan sempit” memberikan sejumlah wawasan baru terkait fokus pengembangan di masa berikutnya, terutama jika dikaitkan dengan tiga target utama yang hendak dicapai pada 2045 mendatang.
Sebagaimana dikutip dari Buku Saku Pemindahan Ibu Kota Negara terbitan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Juli 2021, ketiganya adalah: Menjadi kota terdepan di dunia dalam hal daya saing, 10 besar liveable city di dunia, dan mencapau net zero-carbon emission dan 100 persen energi terbarukan pada kapasitas terpasang.
Masih dikutip dari buku yang sama, capaian target ketiga itu berarti pula, IKN Nusantara bakal menjadi kota pertama di dunia dengan jumlah penduduk lebih dari 1 jiwa yang akan mencapai target tersebut.
Target ini sejalan dengan visi kota modern dengan konsep 15-minutes city sebagaimana dirumuskan Carlos Moreno. Namun, yang perlu diingat adalah, konsep tersebut mensyaratkan lokasi-lokasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan harian dalam hidup, atau fasos, mestinya bisa diakses semuanya dengan perjalanan singkat.
Perjalanan singkat itu dilakukan dengan berjalan kaki, naik sepeda, atau menumpang moda transporasi publik. Hal ini berkelindan dengan upaya pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor transportasi
Artinya, dengan kondisi yang ada pada saat ini, dengan cenderung nihilnya fasos dalam radius tempuh kendaraan bermotor selama rentang waktu 15 menit di bakal lokasi IKN, fokus utama untuk membangun dan mengembangkan fasos di lingkup cakupan area tersebut menjadi sangat krusial.
Tentu saja, terdapat sejumlah subvariabel lain, seperti topografi lahan, status kawasan, dan sebagainya yang tidak dapat diabaikan.
Wawasan lain yang bisa diperoleh dari analisis ini adalah, ada kebutuhan untuk beradaptasi dengan ketidakteraturan kondisi arah jalan (dalam konteks kesesuaian dengan mata angin) menurut aspek-aspek ideal tata kota sebagaimana target-target yang ditentukan.
Hal ini berhubungan dengan posisi IKN Nusantara di peringkat ke-42 dari 51 kota di Indonesia dalam hal arah jalan yang teratur dan tidak teratur. Posisi ke-1 menunjukkan arah jalan yang semakin teratur, posisi ke-51 menerangkan arah jalan yang semakin tidak teratur.
Sebagaimana diutarakan di atas, peringkat sepuluh besar teratas kota-kota di Indonesia dengan arah jalan yang teratur adalah Kota Medan, Kediri, Binjai, Yogyakarta, Tegal, Surakarta, Pekalongan, Malang, Surabaya, Palu, dan Denpasar.
Adapun IKN Nusantara, termasuk ke dalam peringkat sepuluh besar terbawah, yang masing-masing urutannya dari ranking terbawah (51) hingga ke atas (42) adalah Kota Palembang, Banjarmasin, Jambi, Balikpapan, Ambon, Kupang, Manado, Samarinda, Kendari, dan Nusantara.
Pengingat pentingnya adalah, arah jalan yang tidak teratur bukanlah persoalan bagi sebuah kota selama keberadaan fasos dapat terpenuhi. Pasalnya, kondisi arah jalan yang teratur, cenderung hanya bisa dicapai tatakala kondisi topografinya terpenuhi. Sementara di IKN Nusantara, kondisi topografinya cenderung berupa perbukitan.
Sebagai solusi, pengelola Otorita IKN Nusantara atau pemerintah bisa mempelajari kota-kota dengan karakteristik arah jalan serupa. Kota-kota tersebut berada di dalam klaster “jangkauan sempit,” yakni Padang, Kendari, Bengkulu, Ambon, Sukabumi, Dumai, Sorong, Cilegon, Jayapura, Manado, Balikpapan, dan Banjarmasin.
Sejumlah sisi positif dan negatif dari pengelolaan kota-kota tersebut, dengan sejumlah penyesuaian berdasarkan karakteristik yang paling mendekati, nampaknya dapat dijadikan bahan evaluasi yang memadai untuk pengembangan IKN Nusantara.
Relatif sempit dan pendeknya cakupan area tempuh di IKN Nusantara dalam waktu 15, 30, 45, dan 60 menit mengendarai kendaraan bermotor, memberikan pula wawasan tentang pentingnya membangun infrastruktur transportasi.
Infrastruktur transportasi ini antara lain mencakup jalan tol dan moda transportasi publik yang disesuaikan dengan kondisi topografi dan status kawasan.
Pemerintah atau pengelola Otorita IKN Nusantara juga dituntut untuk memformulasikan dan mengadakan pula berbagai aktivitas budaya, perekonomian, sosial, dan keagamaan. Ini penting untuk mendampingi fungsi utama IKN Nusantara sebagai pusat pemerintahan, dengan keberadaan populasi yang adalah manusia di dalamnya.
Boleh jadi, peribahasa “ada gula, ada semut,” cocok untuk menggambarkan keadaan tersebut. Jangan sampai sudah repot-repot pindah Ibu Kota Negara, yang terjadi adalah kota sepi tanpa penghuni keseharian dan keriuhan laiknya sebuah peradaban.
Catatan:
Sebagian bahan tulisan ini, sebelumnya telah dipublikasikan di laman blog dan akun media sosial pribadi Nurvirta Monarizqa.
*Kudu Insight merupakan kolaborasi Kompas.com dan Kudu, lembaga riset dan data, menyajikan kajian dan visualisasi olah data digital atas fenomena yang mencuat di publik dan ranah digital.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.