JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Desa Balai Kasih, Iskandar PA yang juga kakak dari Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin, bungkam saat ditanya soal kerangkeng manusia yang ada di rumah adiknya.
Ia tak mau menjawab apapun pertanyaan awak media yang menunggunya usai diperiksa Komisi pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (24/1/2022).
Berdasarkan pantauan Kompas.com, Iskandar keluar dari Gedung Merah Putih KPK, Jakarta pukul 19.24 WIB, Setelah sebelumnya tiba sekitar jam 12.00 WIB.
Iskandar hanya menunduk dan diam ketika wartawan menyecar pengetahuannya terkait kerangkeng manusia di dalam rumah Bupati Langkat.
Kerangkeng di rumah Terbit Rencana Perangin Angin diduga digunakan untuk modus perbudakan pekerja sawit.
Dugaan itu diungkap oleh Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat, Migrant Care, yang menerima laporan adanya kerangkeng manusia serupa penjara (dengan besi dan gembok) di dalam rumah bupati tersebut.
Baca juga: Edy Rahmayadi Minta Polisi Segera Usut Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat
"Kerangkeng penjara itu digunakan untuk menampung pekerja mereka setelah mereka bekerja. Dijadikan kerangkeng untuk para pekerja sawit di ladangnya," ujar Ketua Migrant Care Anis Hidayah kepada wartawan, Senin.
"Ada dua sel di dalam rumah Bupati yang digunakan untuk memenjarakan sebanyak 40 orang pekerja setelah mereka bekerja," tambahnya.
Anis menyebutkan, jumlah pekerja itu kemungkinan besar lebih banyak daripada yang saat ini telah dilaporkan.
Mereka disebut bekerja sedikitnya 10 jam setiap harinya. Setelah dimasukkan ke kerangkeng selepas kerja, mereka tidak memiliki akses untuk ke mana-mana dan hanya diberi makan dua kali sehari secara tidak layak.
"Mereka tentu tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar. Mereka mengalami penyiksaan, dipukul, lebam, dan luka," ujar Anis.
"Selama bekerja mereka tidak pernah menerima gaji," ungkapnya.
Migrant Care menilai bahwa situasi di atas jelas bertentangan dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip pekerjaan layak yang berbasis HAM, dan prinsip antipenyiksaan.
Terlebih lagi, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia melalui Undamg-Undang Nomor 5 Tahun 1998.
"Bahkan situasi di atas mengarah pada dugaan kuat terjadinya praktik perbudakan modern dan perdagangan manusia yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang," tutup Anis.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.