PKS menilai, DPR RI dan pemerintah ugal-ugalan dan terkesan kejar setoran.
Tak hanya PKS, tudingan serupa juga dilontarkan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi).
Lembaga yang ‘concern’ dengan sepak terjang parlemen ini menilai pembahasan RUU IKN terkesan kejar setoran.
Sama seperti RUU Cipta Kerja, pembahasan RUU IKN juga dinilai mengabaikan masyarakat yang hendak memberi masukan.
Pembahasan dan pengesahan RUU IKN yang supercepat dan minim partisipasi publik ini menyisakan pertanyaan dan menimbulkan kecurigaan.
Ada kesan, bukan hajat publik, namun kepentingan pemerintah dan elite politik yang dikedepankan.
Idealnya, jika tujuan pemindahan Ibu Kota Negara adalah untuk kepentingan bangsa, maka pembahasannya tidak perlu sembunyi-sembunyi dan minim partisipasi.
Perpindahan ibu kota bukan hal yang bisa terjadi tiap hari. Karena itu, mestinya harus ada sosialisasi dan ruang diskusi yang panjang dan mendalam.
Mestinya DPR RI dan pemerintah belajar dari putusan Mahkamah Konstitusi dalam uji materi UU Cipta Kerja.
MK menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat, karena melanggar sejumlah aspek formil. Salah satunya terkait minimnya partisipasi publik.
Tak hanya ugal-ugalan dan kejar setoran, pembahasan dan pengesahan RUU IKN ini juga dianggap minim kajian.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mengatakan, perpindahan Ibu Kota Negara tidak bisa dilakukan sembarangan karena akan berdampak banyak bagi masyarakat dan lingkungan.
Hasil studi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) IKN yang dilakukan WALHI menunjukkan tiga permasalahan mendasar bila IKN dipaksakan.
Di antaranya ancaman terhadap tata air dan risiko perubahan iklim, ancaman terhadap flora dan fauna, serta ancaman terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Penentuan lokasi juga dianggap tidak mempertimbangkan hasil uji lingkungan, ekonomi, dan politik.