JAKARTA, KOMPAS.com - Belum satu bulan varian Omicron masuk ke Indonesia, pemerintah memutuskan untuk mencabut daftar 14 negara yang dilarang masuk ke Indonesia.
Awalnya, sejak varian omicron terdeteksi di Indonesia, pemerintah melarang 14 negara untuk masuk ke Indonesia untuk menekankan penularan varian tersebut.
Ke-14 negara tersebut adalah Afrika Selatan, Bostwana, Norwegia, Prancis, Angola, Zambia, Zimbabwe, Malawi, Mozambique, Namibia, Eswatini, Lesotho, Inggris dan Denmark.
Namun, pemerintah kini membuka pintu masuk kedatangan internasional bagi seluruh negara.
Keputusan ini diambil berdasarkan hasil keputusan bersama dalam rapat terbatas pada 10 Januari dan tertuang dalam Surat Edaran Satgas COVID-19 No. 02 Tahun 2022 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Luar Negeri pada Masa Pandemi COVID-19.
SE tersebut berlaku efektif mulai 12 Februari 2022.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menjelaskan, penghapusan daftar 14 negara tersebut diambil mengingat varian Omicron sudah meluas ke 150 dari total 195 negara di dunia (76 persen negara) per 10 Januari 2022.
Selain itu, pembatasan sejumlah negara tersebut akan mempersulit lalu lintas negara untuk pemulihan ekonomi.
“Jika pengaturan pembatasan daftar negara masih tetap ada maka akan menyulitkan pergerakan lintas negara yang masih diperlukan untuk mempertahankan stabilitas negara termasuk pemulihan ekonomi nasional," kata Wiku dalam keterangan tertulis, Jumat (14/1/2022).
Baca juga: Satgas Covid-19: Pencabutan Larangan Masuk untuk 14 Negara demi Pemulihan Ekonomi
Wiku menegaskan, penghapusan daftar negara asal warga negara asing (WNA) yang dilarang memasuki Indonesia ini diiringi dengan penetapan kriteria WNA yang masih tetap sama ketatnya sebagaimana yang telah diatur dalam surat edaran satgas sebelumnya.
Selanjutnya, pemerintah juga menyamakan durasi karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri menjadi 7x24 jam.
Menanggapi kebijakan tersebut, anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani menilai, kebijakan tersebut sangat aneh serta menunjukkan inkonsistensi pemerintah dalam menghadapi penularan varian Omicron.
"Pemerintah sendiri beberapa waktu yang lalu mengatakan bahwa puncak Omicron itu terjadi di awal Februari. Jika memang ada ancaman, seharusnya kebijakan lebih diperketat bukan malah dilonggarkan," kata Netty kepada Kompas.com, Jumat (14/1/2022) malam.
Menurut Netty, pemerintah sebaiknya membatalkan kebijakan tersebut.
Ia mengingatkan agar jangan sampai Indonesia kembali dilanda 'tsunami' penyebaran Covid-19 yang terjadi beberapa waktu lalu akibat varian Delta.
Baca juga: Kebijakan Buka Pintu Masuk RI di Tengah Ancaman Omicron Aneh dan Inkonsisten