Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BRIN Seolah Pilih Kasih terhadap Lulusan S3, padahal Periset S1 dan S2 Tak Bisa Diremehkan

Kompas.com - 08/01/2022, 12:39 WIB
Vitorio Mantalean,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ilmuwan-ilmuwan non-ASN dan tanpa gelar S3 Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman dipaksa menyingkir dengan meleburnya lembaga tersebut ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Situasi ini seolah mencerminkan paradigma negara yang meremehkan kapabilitas para ilmuwan Eijkman yang bergelar sarjana (S1) maupun magister (S2).

Padahal, selama ini, LBM Eijkman dibesarkan bukan hanya oleh peneliti utama lulusan S3, melainkan oleh para periset yang rela menghabiskan waktunya bertahun-tahun di laboratorium tertentu dan menjadi ahli di bidang tersebut.

Pelajaran dari asisten-asisten riset

Eks Kepala LBM Eijkman Amin Soebandrio menceritakan bagaimana ia membesarkan Eijkman sejak 2014, justru dengan membuka kesempatan sebesar-besarnya bagi asisten riset bergelar sarjana maupun magister.

"Tahun 2014, ketika saya masuk di Eijkman, jumlah publikasi itu sekitar 30-an per tahun, dihasilkan oleh kurang dari 30 orang, sekitar 26-27 peneliti senior," kata Amin dalam diskusi daring yang digelar Narasi Institute, Jumat (7/12/2022).

"Tapi kemudian kebijakan yang saya ambil, saya memberikan kesempatan dan dorongan buat para peneliti. Smuanya, tidak harus itu S3 atau profesor. Yang masih S1 pun kalau dia sudah melakukan penelitain dan bisa menulis, tentu tetap dalam bimbingan dengan seniornya, kita bisa publikasikan," kata dia.

Baca juga: Azyumardi Azra: Integrasi LBM Eijkman ke BRIN Malapetaka Riset dan Inovasi

Menurut dia, hal itu berhasil membuat Eijkman lebih produktif dalam menelurkan riset.

Kurun 2018-2019, ujar Amin, jadi periode puncak produktivitas Eijkman dengan total publikasi mencapai 60 dalam setahun.

"Jadi, satu orang minimum menghasilan 2 publikasi per tahun," kata dia.

"Dari situ, kita bisa melihat bahwa kalau peneliti yang muda-muda itu diberikan kesempatan, pasti bisa perform, tidak hanya yang S3 saja yang bisa perform," ucap Amin.

Dia juga memberi contoh lain, bahwa di LBM Eijkman, ada seorang peneliti yang mulanya masuk hanya sebagai "yang membantu di laboratorium" pada 10-15 tahun silam.

Berkat minat dan rasa keingintahuan yang tinggi, ia terpilih untuk disekolahkan hingga lulus S2.

"Kita tidak menyangka, baru beberapa bulan lalu beliau bisa menyelesaikan penelitian S3-nya, walaupun jatuh bangun sampai sakit. Padahal hanya dari tenaga yang sifatnya hanya membantu penelitian saja," ujar Amin.

"Dari situ, pesannya, kita tidak bisa meremehkan tenaga peneliti yang bukan S3," ucap dia.

Baca juga: Pengembangan Vaksin Merah Putih Sudah 90 Persen di Tengah Keterbatasan Dana Lembaga Eijkman

Di bawah BRIN, Eijkman kini berganti nama menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman.

"Take it or leave it"

Hanya ada 5 opsi untuk eks peneliti Eijkman agar dapat melanjutkan pekerjaan di PRBM Eijkman. Pertama, berstatus ASN.

Kedua, mengikuti penerimaan ASN jalur PNS 2021 jika periset honorer masih berusia 40 tahun dan telah lulus S3.

Ketiga, jika di atas 40 tahun, meski sudah lulus S3, periset honorer hanya bisa mengikuti penerimaan ASN jalur PPPK 2021.

Keempat, periset honorer non-S3 melanjutkan studi dengan skema by-research dan research assistantship (RA).

Baca juga: Kata Hasto, Megawati Anggap Pemberhentian Ratusan Honorer Lembaga Eijkman Sudah Konsekuensi

Kelima, honorer non-periset akan diambil alih RSCM sekaligus mengikuti rencana pengalihan Gedung LBME ke RSCM sesuai permintaan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang memang memiliki aset tersebut sejak awal.

Seorang eks ilmuwan LBM Eijkman non-ASN dan non-S3 yang enggan disebutkan identitasnya, menyebut bahwa opsi-opsi itu bukan solusi bagi mereka serta tidak mengapresiasi sumbangsih mereka selama ini.

"Itu take it or leave it. Kesannya, kalau tidak bisa ikut seperti ini, ya silakan pindah," kata dia kepada Kompas.com, Jumat.

Menurut pria yang telah mengabdikan waktu 10 tahun di LBM Eijkman itu, hanya satu yang paling masuk akal dari 5 opsi yang disediakan yaitu opsi keempat, yakni mereka perlu melanjutkan studi S3.

Baca juga: Peleburan Eijkman ke BRIN yang Buat Peneliti Muda Mencari Rumah Baru

Namun, opsi tersebut juga hampir mustahil dipenuhi.

"Itu Oktober mereka bilang (ada opsi itu), tapi Desember sudah harus ada LOA (letter of acceptance -- surat tanda diterima) dari universitas tujuan," kata dia. 

"Untuk S3 itu kan banyak pertimbangan, mulai dari keluarga, finansial, komitmen terhadap rencana penelitian, lalu juga harus mendesain penelitian, mencari supervisor. Dua bulan memenuhi itu berat sekali."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com