Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Pergerakan, Makna yang Sering Terlewat dari Peringatan Hari Ibu

Kompas.com - 22/12/2021, 17:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"Janganlah nama yang sudah masak-masak ditentukan diganti seperti kita mengganti baju saja," kata Soeyatin saat itu, seperti yang dia tuturkan dan kemudian dimuat harian Kompas edisi 19 Desember 1974. 

Dalam dialektika pergerakan perempuan, jangankan kata "istri", penyebutan kata "wanita" pun rentan ditangkap sebagai bias gender. Terlebih lagi ketika itu dikaitkan dengan etimologi Jawa, yang memberikan kepanjangan kata "wanita" sebagai "wani ditata" alias bisa ditata atau bisa diatur.

Sebaliknya, kata perempuan dinilai lebih tepat digunakan karena kandungan maknanya yang berakar dari struktur dalam bahasa sanskerta, yaitu "per+empu+an". Per memiliki arti makhluk, sementara empu berarti mulia, tuan, atau mahir. Ini menempatkan perempuan sebagai makhluk yang memiliki kemuliaan atau kemampuan.  

Baca juga: Sri Mulyani: Negara yang Dipimpin Perempuan Kondisinya Lebih Baik Saat Covid-19

Namun, bahasa memang punya jalan cerita tersendiri. Ketika makna-makna mendalam tak lagi jadi hal penting di era serba instan, makin jauh saja kerap kali pemaknaan dan rasa bahasa bahkan dalam kamus yang menjadi rujukan berbahasa.

Kilah klasiknya, bahasa adalah hasil dari kebiasaan penggunaan di masyarakat. Sebuah kilah yang sekaligus seharusnya menjadi cermin bagi diri kita sendiri sebagai makhluk berbahasa. Tentu, budaya masyarakat juga menjadi faktor yang tak bisa dinegasikan dan harus diakui berdampak pada praktik-praktik berbahasa apalagi dalam tataran pemaknaan.

Kembali ke kisah di balik peringatan Hari Ibu, pergerakan perempuan sebelum kemerdekaan adalah menyuarakan kehendak perempuan untuk dapat bersama para pemuda dan laki-laki memperjuangkan kemerdekaan.

Bersamaan, mereka juga telah menyuarakan tuntutan persamaan, termasuk untuk belajar, berkarya, dan mendapatkan penghasilan setara laki-laki dalam bidang yang sama. 

Kemerdekaan sudah terwujud, setidaknya dengan terjadinya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Namun, apakah cita-cita kemerdekaan sudah sepenuhnya mewujud pada hari ini? Apakah juga kesetaraan perempuan yang perjuangannya tiap tahun diperingati dalam nama Hari Ibu sudah sepenuhnya terlaksana?

Baca juga: Sri Mulyani: Dampak Pandemi Lebih Besar Menghantam Perempuan

Waktunya bercermin lagi

Dari waktu ke waktu, aneka fakta, fenomena, dan dialektika soal perempuan dalam kehidupan sosial dan kenyataan terus bermunculan. Perdebatannya tidak jauh-jauh dari urusan kodrati sebagai manusia yang bisa hamil dan melahirkan berhadapan dengan isu-isu pendidikan dan aktualisasi diri. 

Situasi ini bukanlah barang baru. Dari masa ke masa selalu muncul. Bukan tidak ada solusi. Namun, solusi pun sering diperdebatkan lagi.

Tangkap layar artikel harian Kompas edisi 19 Desember 1974 berjudul Sama di Masyarakat Tapi Dewa di Rumah?. Salah satu artikel yang menggambarkan dinamika kehidupan perempuan di masyarakat Indonesia. Gambar diambil pada 22 Desember 2021. ARSIP KOMPAS Tangkap layar artikel harian Kompas edisi 19 Desember 1974 berjudul Sama di Masyarakat Tapi Dewa di Rumah?. Salah satu artikel yang menggambarkan dinamika kehidupan perempuan di masyarakat Indonesia. Gambar diambil pada 22 Desember 2021.

Misal, soal perlu atau tidaknya perempuan sekolah tinggi. Ada saja yang bilang buat apa perempuan sekolah kalau ujungnya jadi istri dan ibu rumah tangga yang "hanya" beraktivitas di ranah domestik, yang sering dibilang sebagai urusan dapur, kasur, dan sumur. 

Padahal, perempuan mengenyam pendidikan tinggi dan terus belajar bukan berarti hidupnya akan diabdikan untuk karier.

Karena, hanya perempuan berwawasan yang pada akhirnya akan berpeluang lebih besar mampu mendidik generasi baru paling canggih sejak dini, bukan institusi sekolah. Tentu, ini juga tidak berarti perempuan saja yang jadi dibebani amanat mendidik manusia-manusia baru bernama anak.

Dalam kenyataan kekinian, perempuan-perempuan yang benar-benar melek literasi jugalah—tidak semata punya ijazah sekolah—yang cenderung lebih mampu menjaga bahtera rumah tangga dari belitan utang dan persoalan-persoalan sosial karena kekurangan wawasan. 

Baca juga: Pesan Sri Mulyani di Hari Ibu: Perbanyak Peran Perempuan Saat Ambil Keputusan

Halaman:


Terkini Lainnya

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com