Ia menilai, KPK, penyidik dan hakim juga bisa melakukan penghitungan kerugian negara. Mengingat, keputusan akhir perihal kerugian tersebut menjadi keputusan hakim.
"Jadi putusan hakim sebetulnya. Hasil audit itu sebetulnya hanya menjadi semacam alat bantu bagi hakim untuk mengungkap terjadinya proses kerugian negara itu. Apakah itu mengikat? Oh tidak. Tentu tidak mengikat hakim harus setuju," ujar Alex.
"Di putusan kan disebutkan di situ berapa kerugian negara dan siapa yang nanti yang harus bertanggung jawab untuk mengembalikan kerugian negara," imbuhnya.
Sebelumnya, Dalam sidang putusan terdakwa RJ Lino di Pengadilan Tipikor Jakarta, Ketua majelis hakim Rosmina menilai, KPK tidak cermat dalam menghitung kerugian negara.
Dalam sidang pembacaan vonis itu, Rosmina mengemukakan opini yang berbeda atau dissenting opinion dengan dua hakim anggota lain, yaitu Agus Salim dan Teguh Santoso.
Salah satu alasannya, karena terjadi perbedaan metode penghitungan kerugian negara yang dilakukan BPK dan Unit Forensik Akunting Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK.
Perbedaan itu terkait penghitungan keuntungan pada perusahaan pengadaan QCC yaitu Wuxi Hua Dong Heavy Machinery (HDHM) asal China.
“Terjadi perbedaan (penghitungan kerugian negara) BPK tidak lagi memperhitungkan tentang keuntungan dari penyedia barang,” ujar Rosmina, saat persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (14/12/2021).
Baca juga: Pendapat Berbeda Kasus RJ Lino, Hakim Nilai KPK Tak Cermat Hitung Kerugian Negara
“Sedangkan Unit Forensik Akunting Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK memperhitungkan keuntungan (penyedia) meskipun disebutkan kerugian negara negara timbul akibat adanya penyimpangan-penyimpangan,” tutur dia.
Berdasarkan penghitungan BPK, disebutkan bahwa pembayaran PT Pelindo II terhadap pengadaan dan perawatan 3 unit QCC senilai 15.165.150 dolar AS.
Sementara, menurut Unit Forensik Akunting Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK, yakni 15.554.000 dolar AS.
Kemudian hasil penghitungan Unit Forensik Akunting Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK itu dikurangi dengan nilai harga pokok penjualan (HPP) QCC berdasarkan manufaktur di China, ditambah keuntungan wajar dan biaya lain-lain dengan total 13.579.088,71 dolar AS.
Maka nilai kerugian negara adalah 1.974.911,29 dolar AS atau senilai Rp 28,82 miliar.
Baca juga: KPK Sebut Lamanya Audit Kerugian Negara Hambat Penyidikan
Dalam pandangan Rosmina, semestinya jika KPK menyebut bahwa pengadaan barang menyimpang, maka keuntungan penyedia tidak bisa diberikan.
“Penghitungan Unit Forensik Akunting Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK dilakukan secara tidak cermat dan melanggar asas penghitungan kerugian negara,” imbuh dia.
Dalam perkara ini RJ Lino divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Dia dinilai terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.