Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presidential Threshold: Pengertian dan Sejarahnya dari Pemilu ke Pemilu di Indonesia

Kompas.com - Diperbarui 20/04/2022, 13:40 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketentuan tentang ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Apa pengertian presidential threshold?

Adapun, presidential threshold digugat oleh Panglima TNI Gatot Nurmantyo. Ia meminta MK membatalkan ketentuan Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017.

Pasal tentang ambang batas itu dinilai telah menghilangkan hak konstitusional setiap warga untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin bangsa.

Selain oleh Gatot, ketentuan tentang presidential threshold telah berulang kali digugat ke MK.

Baca juga: Dulu Golkan Angka 20 Persen Demi SBY, Kini Demokrat Minta Presidential Threshold 0 Persen

Pihak penggugat mulai dari mantan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) M. Busyro Muqoddas, hingga mantan Menteri Keuangan M. Chatib Basri.

Namun, seluruh gugatan itu ditolak. Meski begitu, hal itu tak menyurutkan spirit sejumlah pihak untuk menguji ketentuan tentang presidential threshold terhadap konstitusi.

Menuai pro dan kontra sejak awal pemberlakuannya, apa yang sebenarnya dimaksud dengan presidential threshold?

Baca juga: Pasal Presidential Threshold: Berkali-kali Digugat, Berulang Kali Ditolak MK

Pengertian presidential threshold

Gotfridus Goris Seran dalam bukunya "Kamus Pemilu Populer: Kosa Kata Umum, Pengalaman Indonesia dan Negara Lain", menyebutkan, presidential threshold adalah ambang batas perolehan suara yang harus diperoleh partai politik dalam suatu pemilu untuk dapat mengajukan calon presiden.

Artinya, presidential threshold menjadi syarat bagi seseorang untuk dapat mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden di pemilihan umum (pemilu).

Baca juga: Membandingkan Sikap Parpol soal Presidential Threshold Jelang 2024 dan di Pemilu Sebelumnya

Ketua Panel Hakim Konstitusi Anwar Usman (tengah) bersama Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati (kiri) dan Hakim Konstitusi Saldi Isra (kanan) menjadi hakim panel pada sidang pengujian UU Pemilihan Umum di gedung Mahkamah Konstitusi , Jakarta, Kamis (3/8). Sidang beragendakan pemeriksaan pendahuluan mengenai ambang batas syarat pencalonan presiden (Presidential Threshold). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/pd/17ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA Ketua Panel Hakim Konstitusi Anwar Usman (tengah) bersama Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati (kiri) dan Hakim Konstitusi Saldi Isra (kanan) menjadi hakim panel pada sidang pengujian UU Pemilihan Umum di gedung Mahkamah Konstitusi , Jakarta, Kamis (3/8). Sidang beragendakan pemeriksaan pendahuluan mengenai ambang batas syarat pencalonan presiden (Presidential Threshold). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/pd/17

Sejarah presidential threshold

 

Pemilu 2004

Dari pemilu ke pemilu, ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden berubah-ubah.

Di Indonesia, presidential threshold pertama kali dirumuskan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

Pasal 5 Ayat (4) UU itu menyatakan, pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15 persen jumlah kursi DPR atau 20 persen dari perolehan suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR.

Baca juga: Jadi Syarat Ajukan Capres, Bagaimana Awalnya Presidential Threshold Ada?

Ketentuan ambang batas itu pun kali pertama diterapkan pada Pemilu 2004, bertepatan dengan pertama kalinya Indonesia melangsungkan pemilihan presiden (Pilpres) secara langsung.

Pemilu 2009

Lima tahun setelahnya atau pada Pilpres 2009, besaran presidential threshold berubah. Hal ini diikuti dengan berubahnya UU Pemilu.

Saat itu, pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki sekurang-kurangnya 25 persen kursi di DPR atau 20 persen suara sah nasional dalam Pemilu Legislatif.

Aturan itu tertuang dalam UU Nomor 42 Tahun 2008.

Dengan ketentuan tersebut, ada tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden yakni Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Budiono, dan Jusuf Kalla-Wiranto.

SBY-Budiono pun keluar sebagai pemenang dengan perolehan suara 60,80 persen.

Baca juga: Apa Itu Presidential Threshold yang Digugat Gatot Nurmantyo ke MK

Ratusan anggota DPR dari empat fraksi yakni F- Gerindra, F-PAN, F-PKS dan F-Demokrat meninggalkan ruang sidang sebelum pengesahan RUU Pemilu pada sidang Paripurna DPR ke-32 masa persidangan V tahun sidang 2016-2017 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (21/7/2017) dini hari. DPR mengesahkan RUU Pemilu menjadi undang-undang setelah melalui mekanisme dan memilih opsi A, yaitu Presidential Threshold sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa Ratusan anggota DPR dari empat fraksi yakni F- Gerindra, F-PAN, F-PKS dan F-Demokrat meninggalkan ruang sidang sebelum pengesahan RUU Pemilu pada sidang Paripurna DPR ke-32 masa persidangan V tahun sidang 2016-2017 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (21/7/2017) dini hari. DPR mengesahkan RUU Pemilu menjadi undang-undang setelah melalui mekanisme dan memilih opsi A, yaitu Presidential Threshold sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional.

Pemilu 2014

Adapun pada Pilpres 2014 besaran presidential threshold tak berubah.

Pilpres 2014 tetap mengacu pada UU Nomor 42 Tahun 2008. Dengan dasar tersebut, pasangan calon presiden dan wakil presiden diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki sekurang-kurangnya 25 persen kursi di DPR atau 20 persen suara sah nasional dalam Pileg.

Ketika itu hanya ada dua pasangan calon presiden dan wakil presiden yakni Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Jokowi-JK berhasil menjadi pemenang dengan perolehan suara 53,15 persen, mengungguli Prabowo-Hatta yang mendulang suara 46,85 persen.

Baca juga: Demokrat Tanggapi Kritik soal Sikap Inkonsisten tentang Presidential Threshold: Politik Itu Dinamis

Pemilu 2019

Besaran presidential threshold kembali berubah pada Pilpres 2019. Ketentuan tentang ambang batas itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Pasal 222 UU itu menyebutkan, pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Adapun pada pilpres tahun 2004, 2009, dan 2014, digunakan perolehan jumlah kursi DPR dan suara sah nasional pada hasil pileg yang dilaksanakan sebelumnya sebagai presidential threshold. Pada ketiga gelaran pilpres itu, pileg dilaksanakan beberapa bulan sebelum pilpres.

Baca juga: UU Pemilu Tak Akan Direvisi untuk Wacana Presidential Threshold, Puan Minta Keputusan DPR Dihormati

Sementara, pada Pilpres 2019, ambang batas yang digunakan adalah perolehan jumlah kursi DPR dan suara sah nasional pada pemilu anggota DPR periode sebelumnya.

Hal ini karena pelaksaan pilpres dan pileh dilaksanakan serentak pada April 2019.

Pilpres 2019 kembali diikuti oleh 2 pasangan calon yakni Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga Uno.

Jokowi-Ma'ruf tampil sebagai pemenang dengan perolehan suara 55,50 persen mengalahkan Prabowo-Sandiaga yang mengantongi 44,50 persen suara.

***

Kini, jelang Pilpres 2024 isu tentang presidential threshold kembali mencuat. Sejumlah pihak ingin ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden dihapuskan karena dinilai membatasi demokrasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com