Salin Artikel

Presidential Threshold: Pengertian dan Sejarahnya dari Pemilu ke Pemilu di Indonesia

Adapun, presidential threshold digugat oleh Panglima TNI Gatot Nurmantyo. Ia meminta MK membatalkan ketentuan Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017.

Pasal tentang ambang batas itu dinilai telah menghilangkan hak konstitusional setiap warga untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin bangsa.

Selain oleh Gatot, ketentuan tentang presidential threshold telah berulang kali digugat ke MK.

Pihak penggugat mulai dari mantan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) M. Busyro Muqoddas, hingga mantan Menteri Keuangan M. Chatib Basri.

Namun, seluruh gugatan itu ditolak. Meski begitu, hal itu tak menyurutkan spirit sejumlah pihak untuk menguji ketentuan tentang presidential threshold terhadap konstitusi.

Menuai pro dan kontra sejak awal pemberlakuannya, apa yang sebenarnya dimaksud dengan presidential threshold?

Pengertian presidential threshold

Gotfridus Goris Seran dalam bukunya "Kamus Pemilu Populer: Kosa Kata Umum, Pengalaman Indonesia dan Negara Lain", menyebutkan, presidential threshold adalah ambang batas perolehan suara yang harus diperoleh partai politik dalam suatu pemilu untuk dapat mengajukan calon presiden.

Artinya, presidential threshold menjadi syarat bagi seseorang untuk dapat mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden di pemilihan umum (pemilu).

Sejarah presidential threshold

 

Pemilu 2004

Dari pemilu ke pemilu, ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden berubah-ubah.

Di Indonesia, presidential threshold pertama kali dirumuskan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

Pasal 5 Ayat (4) UU itu menyatakan, pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15 persen jumlah kursi DPR atau 20 persen dari perolehan suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR.

Ketentuan ambang batas itu pun kali pertama diterapkan pada Pemilu 2004, bertepatan dengan pertama kalinya Indonesia melangsungkan pemilihan presiden (Pilpres) secara langsung.

Pemilu 2009

Lima tahun setelahnya atau pada Pilpres 2009, besaran presidential threshold berubah. Hal ini diikuti dengan berubahnya UU Pemilu.

Saat itu, pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki sekurang-kurangnya 25 persen kursi di DPR atau 20 persen suara sah nasional dalam Pemilu Legislatif.

Aturan itu tertuang dalam UU Nomor 42 Tahun 2008.

Dengan ketentuan tersebut, ada tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden yakni Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Budiono, dan Jusuf Kalla-Wiranto.

SBY-Budiono pun keluar sebagai pemenang dengan perolehan suara 60,80 persen.

Pemilu 2014

Adapun pada Pilpres 2014 besaran presidential threshold tak berubah.

Pilpres 2014 tetap mengacu pada UU Nomor 42 Tahun 2008. Dengan dasar tersebut, pasangan calon presiden dan wakil presiden diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki sekurang-kurangnya 25 persen kursi di DPR atau 20 persen suara sah nasional dalam Pileg.

Ketika itu hanya ada dua pasangan calon presiden dan wakil presiden yakni Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Jokowi-JK berhasil menjadi pemenang dengan perolehan suara 53,15 persen, mengungguli Prabowo-Hatta yang mendulang suara 46,85 persen.

Pemilu 2019

Besaran presidential threshold kembali berubah pada Pilpres 2019. Ketentuan tentang ambang batas itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Pasal 222 UU itu menyebutkan, pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Adapun pada pilpres tahun 2004, 2009, dan 2014, digunakan perolehan jumlah kursi DPR dan suara sah nasional pada hasil pileg yang dilaksanakan sebelumnya sebagai presidential threshold. Pada ketiga gelaran pilpres itu, pileg dilaksanakan beberapa bulan sebelum pilpres.

Sementara, pada Pilpres 2019, ambang batas yang digunakan adalah perolehan jumlah kursi DPR dan suara sah nasional pada pemilu anggota DPR periode sebelumnya.

Hal ini karena pelaksaan pilpres dan pileh dilaksanakan serentak pada April 2019.

Pilpres 2019 kembali diikuti oleh 2 pasangan calon yakni Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga Uno.

Jokowi-Ma'ruf tampil sebagai pemenang dengan perolehan suara 55,50 persen mengalahkan Prabowo-Sandiaga yang mengantongi 44,50 persen suara.

***

Kini, jelang Pilpres 2024 isu tentang presidential threshold kembali mencuat. Sejumlah pihak ingin ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden dihapuskan karena dinilai membatasi demokrasi.

https://nasional.kompas.com/read/2021/12/20/11334391/presidential-threshold-pengertian-dan-sejarahnya-dari-pemilu-ke-pemilu-di

Terkini Lainnya

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke