Isi utama pidatonya adalah bahwa era Hosni sudah selesai di Mesir.
Sang diktator kaget bukan kepalang. Hosni tak habis pikir. Dia merasa sudah berjuang habis-habisan untuk kepentingan sang aliansi sejak pertama kali menjadi presiden, tapi kini ia merasa ditusuk dari belakang oleh pihak yang pernah ia perjuangkan.
Sementara itu, sebelum Hosni mengasingkan diri, pertengkaran terjadi di dalam keluarga itu.
Gamal dan Susan bersitegang dengan Hosni, yang dianggapnya terlalu lama menurunkan tahta ke Gamal, yang akhirnya didahului oleh peristiwa Arab Spring.
Di sisi lain, Amerika sebenarnya sudah diwanti-wanti oleh Israel atas sikapnya yang mengesampingkan Hosni tersebut.
Tahun-tahun tersebut adalah tahun-tahun di mana hubungan Israel dan Amerika kurang baik, terutama sejak Obama naik tahta di Gedung Putih.
Menurut Israel, kalau Hosni dipaksa turun, maka Islam garis keras alias Muslim Brotherhood akan naik tahta.
Analisa Netanyahu ketika itu ternyata benar. Nama Mohamed Morsi terukir di masa Arab Spring Mesir. Ia pun kemudian naik takhta menggantikan Hosni.
Morsi mengirim Hosni dan anaknya ke penjara dan memboikot bisnis suplai gas Mesir ke Israel.
Morsi kala itu nampaknya kurang mengerti bahwa di tangan Hosni, Israel dan Mesir berbisnis gas bumi, yang menjadi salah satu sebab mengapa Hosni tetap mendapat dukungan dari Tel Aviv dan bertahan di atas takhta.
Mesir mendapat hadiah investasi pembangunan instalasi refinary di Alexandria setelah mendorong Arafat berdamai dengan Yitzhak Rabin.
Bisnis tersebut diinisiasi oleh petinggi intelijen Mesir dan Mossad, Kasim Salem dan Yossi Maiman.
Lalu kedua tokoh ini juga menginisiasi bisnis supply gas ke Israel dari Sinai, dengan membangun pipa gas via Mediterania.
Harganya jauh di bawah harga pasar. Tapi Hosni mengizinkannya, karena kampanye Hosni mendapat dukungan dana dari kedua tokoh intelijen tersebut.
Sialnya, di era Morsi, situasi berbalik. Penghentian kontrak pengadaan gas dengan Israel berakibat tuntutan oleh pihak Yossi Maiman ke Israel, sekira 8 miliar dolar.
Lalu salah satu perusahaan minyak dan gas Spanyol juga menuntut Mesir senilai 6 miliar dolar karena tindakan sepihak Morsi.
Mesir di era Morsi memang sedang sial. Mesir kekurangan uang. Utangnya pun jatuh tempo miliaran dolar, terutama utang dari perusahaan Migas Mesir.
Di sisi lain, Israel sudah menemukan cadangan gas yang sangat besar di Mediterania. Walhasil, Israel tak lagi tergantung pada Mesir.
Justru Mesir mengalami hal yang sebaliknya. Cadangan gas mesir mulai habis. Akibatnya Mesir diambang krisis energi dan krisis liquiditas.
Kala itu Morsi tidak mampu memberikan jawaban meyakinkan untuk masa depan Mesir.
Akhirnya Abdul Fattah as Sisi, yang menjadi menteri pertahanan di era Morsi, masuk ke gelanggang politik, menjatuhkan Morsi, dan mengamankan perusahaan Migas mesir.