Salin Artikel

Lapangan Datar Pilpres 2024

Dengan perasaan demikian, sangat wajar kalau Susan Mubarak merasa dirinya sebagai seorang King Maker.

Hosni Mubarak memang terkenal sebagai action man, bukan seorang "thinker."

Namun rencana Susan untuk menggantikan Hosni di puncak kekuasaan Mesir dengan Gamal Mubarak dihadang Arab Spring. Susan pun tak berkutik.

Setelah Hosni Mubarak terpilih lagi untuk keempat kalinya sebagai Presiden Mesir, Susan sudah menyiapkan Gamal Mubarak sebagai penerusnya.

Gamal yang sudah banyak membangun jaringan strategis dengan pengusaha dan elite politik kemudian masuk partai dan memulai karir politik.

Tapi Hosni ternyata masih berhasrat untuk terus berkuasa, sehingga perang dingin terjadi di dalam "Mubarak Family" tersebut.

Di satu sisi ada Susan dan Gamal, di sisi lain ada Hosni dan Ala Mubarak yang netral.

Sampai akhirnya pada tahun 2009, sang cucu kesayangan Hosni meninggal dunia karena penyakit.

Cucu tersebut adalah Muhammed, anak dari Ala, kakak Gamal Mubarak.

Konon santer dikabarkan bahwa Hosni ikut terkubur bersama cucunya, karena begitu sayangnya kepada sang cucu.

Hosni siap-siap untuk "step down," secara prosedural tentunya, setelah infrastruktur politik Gamal siap.

Di sisi lain, Gamal akhirnya memang memenangkan pemilihan secara telak, dengan banyak kecurangan dan lainnya di pemilihan 2010.

Ketika itu, Gamal menjadi sosok penguasa mayoritas yang nyaris tanpa oposisi di Parlemen.

Secara kasat mata, semua terlihat berjalan baik, Gamal menunggu selangkah lagi menuju bangku presiden, sebagai penerus dinasti Hosni Mubarak.

Namun awal tahun 2011, Tunisia bergejolak. Arab spring datang menyambangi. Ben Ali selesai sebagai penguasa di Tunisia.

Awalnya, Hosni Mubarak tidak percaya gelombang Arab Spring dari Tunisia akan merembet tumpah ke Mesir.

Setelah benar-benar terjadi, Hosni bertindak dengan membatalkan semua posisi kabinet dan bersiap melakukan reformasi.

Hampir persis dengan Soeharto di awal tahun 1997, ketika krisis finansial mulai merembes dari Thailand ke Indonesia.

Sayangnya, langkah Hosni tersebut ternyata tak cukup. Massa makin menggila. Aparat pun demikian. Korban berjatuhan.

Dan dari kejauhan, sang aliansi strategis, Presiden Obama, memberikan pidatonya khusus terkait dengan peristiwa di Mesir.

Isi utama pidatonya adalah bahwa era Hosni sudah selesai di Mesir.

Sang diktator kaget bukan kepalang. Hosni tak habis pikir. Dia merasa sudah berjuang habis-habisan untuk kepentingan sang aliansi sejak pertama kali menjadi presiden, tapi kini ia merasa ditusuk dari belakang oleh pihak yang pernah ia perjuangkan.

Sementara itu, sebelum Hosni mengasingkan diri, pertengkaran terjadi di dalam keluarga itu.

Gamal dan Susan bersitegang dengan Hosni, yang dianggapnya terlalu lama menurunkan tahta ke Gamal, yang akhirnya didahului oleh peristiwa Arab Spring.

Di sisi lain, Amerika sebenarnya sudah diwanti-wanti oleh Israel atas sikapnya yang mengesampingkan Hosni tersebut.

Tahun-tahun tersebut adalah tahun-tahun di mana hubungan Israel dan Amerika kurang baik, terutama sejak Obama naik tahta di Gedung Putih.

Menurut Israel, kalau Hosni dipaksa turun, maka Islam garis keras alias Muslim Brotherhood akan naik tahta.

Analisa Netanyahu ketika itu ternyata benar. Nama Mohamed Morsi terukir di masa Arab Spring Mesir. Ia pun kemudian naik takhta menggantikan Hosni.

Morsi mengirim Hosni dan anaknya ke penjara dan memboikot bisnis suplai gas Mesir ke Israel.

Morsi kala itu nampaknya kurang mengerti bahwa di tangan Hosni, Israel dan Mesir berbisnis gas bumi, yang menjadi salah satu sebab mengapa Hosni tetap mendapat dukungan dari Tel Aviv dan bertahan di atas takhta.

Mesir mendapat hadiah investasi pembangunan instalasi refinary di Alexandria setelah mendorong Arafat berdamai dengan Yitzhak Rabin.

Bisnis tersebut diinisiasi oleh petinggi intelijen Mesir dan Mossad, Kasim Salem dan Yossi Maiman.

Lalu kedua tokoh ini juga menginisiasi bisnis supply gas ke Israel dari Sinai, dengan membangun pipa gas via Mediterania.

Harganya jauh di bawah harga pasar. Tapi Hosni mengizinkannya, karena kampanye Hosni mendapat dukungan dana dari kedua tokoh intelijen tersebut.

Sialnya, di era Morsi, situasi berbalik. Penghentian kontrak pengadaan gas dengan Israel berakibat tuntutan oleh pihak Yossi Maiman ke Israel, sekira 8 miliar dolar.

Lalu salah satu perusahaan minyak dan gas Spanyol juga menuntut Mesir senilai 6 miliar dolar karena tindakan sepihak Morsi.

Mesir di era Morsi memang sedang sial. Mesir kekurangan uang. Utangnya pun jatuh tempo miliaran dolar, terutama utang dari perusahaan Migas Mesir.

Di sisi lain, Israel sudah menemukan cadangan gas yang sangat besar di Mediterania. Walhasil, Israel tak lagi tergantung pada Mesir.

Justru Mesir mengalami hal yang sebaliknya. Cadangan gas mesir mulai habis. Akibatnya Mesir diambang krisis energi dan krisis liquiditas.

Kala itu Morsi tidak mampu memberikan jawaban meyakinkan untuk masa depan Mesir.

Akhirnya Abdul Fattah as Sisi, yang menjadi menteri pertahanan di era Morsi, masuk ke gelanggang politik, menjatuhkan Morsi, dan mengamankan perusahaan Migas mesir.

As Sisi kembali ke meja negosiasi dengan Israel untuk mendapatkan suplai gas dari Israel.

Dengan kata lain, pipa gas dari Sinai ke Israel mau tak mau di balik arahnya, kini aliran gasnya dari Israel ke Mesir.

Situasi berbalik. Mesir kini kembali tergantung pada Israel. Lalu penguasanya kembali ke tipe semula, satu tipe dengan era Hosni, militeristik dan otoriter.

AbduL Fattah as Sisi mampu mengamankan Mesir dari Ancaman krisis plus ancaman kelompok Islam garis keras.

Meskipun tidak demokratis, kondisi tersebut memaksa Obama harus menoleransi kehadiran Abdul Fattah as Sisi, yang juga didukung oleh Tel Aviv.

Tak ada yang pernah membayangkan sebelumnya bahwa Abdul Fattah as Sisi akan berkuasa, atau Hosni akan dihantam Arab Spring atau kebangkitan dunia Arab yang membuat Gamal Mubarak gigit jari.

Pun tak terbayangkan sebelumnya bahwa Arab Spring berumur pendek, karena memberi peluang kepada kelompok Islam garis keras seperti Muslim Brotherhood yang ternyata kurang cocok dengan peta geopolitik yang ada.

Imajinasi yang sama berlaku pada Perancis sebelum diinvasi oleh Adolf Hitler, misalnya.

Maginot Line membuat Perancis merasa nyaman bahwa Jerman tidak akan mampu menembus garis pertahanan Perancis untuk kedua kalinya (setelah perang dunia pertama).

Tapi Hitler memilih jalan lain di luar bayangan Perancis, yakni hutan lebat Ardenesse dengan sokongan pil "pemberani" alias Pervitin alias sabu-sabu.

Perancis pun takluk oleh pasukan Hitler.

Hal-hal tak terbayangkan tersebut bukan sesuatu yang baru. Di Indonesia, nama Soeharto bukanlah nama tenar di tahun 1950-an-1960-an.

Tapi nama itulah yang muncul kemudian sebagai penerus kekuasaan Soekarno setelah peritiwa berdarah 1965.

Bahkan, Angela Merkel tak pernah bermimpi menjadi kanselir Jerman sebelum tembok Berlin runtuh.

Ketika itu Angela hanyalah seorang doktor fisika yang menghabiskan waktunya di laboratorium.

Pun Donald Trump, Jokowi, kembalinya Mahathir Muhamad beberapa waktu lalu, plus kembalinya Joe Biden pada tahun 2020. Semuanya di luar radar proyektif kita.

Jadi jika dikaitkan dengan pilpres 2024, bagi para calon presiden atau para tokoh yang sedang meniti jalan menuju Istana Negara, tapi kalah berisik dibanding tokoh-tokoh utama yang sedang memainkan drama politik hari ini, jangan berkecil hati.

Teruskan mengukir prestasi dan memainkan kartu politik "kebaikan". Sejatinya tak ada yang benar-benar mengetahui apa yang akan terjadi nanti tahun 2024.

Jika sejarah berkehendak, panggilan tentu akan segera datang.

Calon-calon yang benar-benar merepresentasikan ke-Indonesia-an, yang pluralis dan berlatarkan keelokan sikap politik ala dunia timur, yang tidak mengandalkan politik identitas dalam menggelorakan semangat pemilihnya, bersiap-siaplah untuk menjadi nakhoda Indonesia menuju kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik dan beradab ke depannya.

https://nasional.kompas.com/read/2021/12/15/06000061/lapangan-datar-pilpres-2024

Terkini Lainnya

Tanggal 28 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 28 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
'Checks and Balances' terhadap Pemerintahan Dinilai Lemah jika PDI-P Gabung Koalisi Prabowo

"Checks and Balances" terhadap Pemerintahan Dinilai Lemah jika PDI-P Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Berikut Daftar Koalisi Terbaru Indonesia Maju

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Berikut Daftar Koalisi Terbaru Indonesia Maju

Nasional
PKS Temui PKB Bahas Potensi Kerja Sama untuk Pilkada 2024, Jateng dan Jatim Disebut

PKS Temui PKB Bahas Potensi Kerja Sama untuk Pilkada 2024, Jateng dan Jatim Disebut

Nasional
Dilaporkan ke Dewas, Wakil Ketua KPK Bantah Tekan Pihak Kementan untuk Mutasi Pegawai

Dilaporkan ke Dewas, Wakil Ketua KPK Bantah Tekan Pihak Kementan untuk Mutasi Pegawai

Nasional
Lantik Sekjen Wantannas, Menko Polhukam Hadi Ingatkan Situasi Keamanan Dunia yang Tidak Pasti

Lantik Sekjen Wantannas, Menko Polhukam Hadi Ingatkan Situasi Keamanan Dunia yang Tidak Pasti

Nasional
Dudung Abdurahman Datangi Rumah Prabowo Malam-malam, Mengaku Hanya Makan Bareng

Dudung Abdurahman Datangi Rumah Prabowo Malam-malam, Mengaku Hanya Makan Bareng

Nasional
Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Nasional
Logo dan Tema Hardiknas 2024

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasional
PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

Nasional
Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke