Prioritas adalah langkah paling bijak. Mendahulukan mana yang lebih penting ketimbang kegiatan seremonial belaka.
Membungkus pesan “melecehkan kesakralan lembaga tinggi negara” membuat saya jadi teringat dengan Erving Goofman dengan teori dramaturginya.
Di panggung depan atau front stage seorang individu menampilkan sikap dan pernyataan yang berpijak kepada undang-undang dan tataran yang begitu ideal.
Sebaliknya di panggung belakang atau back stage terlihat jelas tidak ubahnya mirip “rengekkan” anak kecil yang ingin meminta “permen” kepada ibunya.
Sang bocah merajuk dan menangis minta permen, sementara uang di dompet sang ibu tidak cukup untuk membeli permen manis yang berharga mahal.
Karena tidak dituruti, si anak merajuk kepada bapak agar menceraikan sang ibu yang pelit membelikan permen.
Fasilitas sebagai pimpinan dan anggaran kegiatan harus tetap tersedia tanpa potongan. Persetan dengan covid apalagi kesusahan rakyat dan pemerintah.
Mungkin kita abai, MPR adalah lembaga negara. MPR sekarang ini bukan lagi merupakan lembaga tertinggi negara. Ia adalah lembaga negara yang sederajat dengan lembaga negara lainnya.
Dengan tidak adanya lembaga tertinggi negara, maka tidak ada lagi sebutan lembaga tinggi negara dan lembaga tertinggi negara.
Semua lembaga yang disebutkan dalam UUD 1945 adalah lembaga negara.
MPR merupakan lembaga pelaksana kedaulatan rakyat oleh karena anggota MPR adalah para wakil rakyat yang berasal dari pemilihan umum.
MPR bukan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 perubahan ketiga bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar (Mpr.go.id).
MPR mempunyai tugas dan wewenang, yaitu:
- Mengubah dan menetapkan undang-undang dasar
- Melantik presiden dan wakil presiden berdasarkan hasil pemilihan umum dalam sidang paripurna MPR
- Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden dalam masa jabatannya setelah presiden dan atau wakil presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan di dalam sidang paripuma MPR
- Melantik wakil presiden menjadi presiden apabila presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya
- Memilih wakil presiden dari dua calon yang diajukan presiden apabila terjadi kekosongan jabatan wakil presiden dalam masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari
- Memilih presiden dan wakil presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua paket calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paket calon presiden dan wakil presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh hari
- Menetapkan peraturan tata tertib dan kode etik MPR
Akhirnya, keputusan “Sri untuk Minggat” menghadiri rapat-rapat MPR sudah sangat tepat mengingat ada tugas dan pekerjaan lain yang perlu penanganan prioritas.
Mengirimkan wakil menteri buka berarti melecehkan, tetapi justru untuk menghargai sebagai lembaga negara.
Relasi jajaran eksekutif dengan MPR adalah tata krama hubungan kenegaraan dan bentuk penghormatan sebagai representasi wakil rakyat.
Wis rong taun aku negenteni kowe, Sri
Lawang omah saben dino ra dikunci
Kowe wis ngerti yen aku wong ra nduwe
Dadi kuli bayarane ora mesti
Masih di penggalan lirik lagu “Sri Wis Bali”, syair campursari ini berkisah tentang kesabaran si pria menanti Sri sang pujaan hati.
Sudah dua tahun ditunggu, hingga pintu rumah pun tidak terkunci. Mungkin Sri paham, sang pria sudah tidak punya apa-apa lagi. Jadi kuli pun tanpa kepastian penghasilan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.