Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU Cipta Kerja Dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat, KSPI: Aturan Ketenagakerjaan Harus Kembali ke UU Lama

Kompas.com - 25/11/2021, 16:34 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Konfederasi Serikat Pekerja (KSPI) menilai, seluruh aturan terkait ketenagakerjaan di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Cipta Kerja maupun aturan turunannya harus ditangguhkan. Menyusul putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan UU tersebut inkonstitusional secara bersyarat, Kamis (25/11/2021).

Hal itu diungkapkan KSPI melalui kuasa hukumnya dalam uji formil judicial review UU Cipta Kerja, Said Salahudin. Seperti diketahui, selain menyatakan inkonstitusional bersyarat, pemerintah juga dilarang mengeluarkan kebijakan yang bersifat strategis menggunakan UU yang bersifat omnibus law itu.

"Sepanjang itu menyangkut hal yang sifatnya strategis dan berdampak luas itu harus ditangguhkan demi hukum. Dengan kata lain, kita bisa menafsirkan bahwa aturan-aturan ketenagakerjaan yang sifatnya strategis dan berdampak luas harus kembali kepada Undang-Undang Ketenagakerjaan," kata Said dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (25/11/2021).

Ia mengatakan, aturan-aturan ketenagakerjaan yang strategis dan berdampak luas bagi kehidupan pekerja adalah terkait upah pekerja, perjanjian kerja dan jam kerja.

Ia mengatakan, seluruh aturan tersebut harus ditangguhkan sampai UU Cipta Kerja diperbaiki dalam kurun waktu 2 tahun.

Baca juga: DPR Hormati Putusan MK yang Nyatakan UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat

"Jadi semua yang ditangguhkan sebelum selesai yang 2 tahun ini," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Presiden KSPI Said Iqbal mengapresiasi putusan MK terkait UU Cipta Kerja.

Ia meyakini keadilan masih bisa ditegakkan dalam upaya memperjuangkan hak-hak dasar buruh.

"KSPI dan KSPSI AGN dan anggota KSPI Riden Hatam Azis kami apesiasi putusan MK," kata Said.

Said juga mengatakan, pihaknya siap berpartisipasi dalam perbaikan UU Cipta Kerja yang diberikan waktu selama 2 tahun.

"Kami akan ikuti siap sepanjang tidak melanggar UU dan sepanjang tidak mengurangi hak dasar buruh," ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, MK melarang pemerintah mengeluarkan kebijakan yang bersifat strategis terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Adapun larangan ini berkaitan dengan putusan MK yang menyatakan UU Cipta Kerja inkostitusional secara bersyarat apabila tidak dilakukan perbaikan dalam kurun waktu dua tahun sejak putusan diucapkan pada Kamis (25/11/2021).

Baca juga: MK Putuskan UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat, Ini Sosok Siswi SMK yang Jadi Penggugat

"Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan demgan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan secara daring.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai, metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas apakah metode tersebut merupakan pembuataan UU baru atau melakukan revisi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

Nasional
Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Nasional
KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com