JAKARTA, KOMPAS.com - Konfederasi Serikat Pekerja (KSPI) menilai, seluruh aturan terkait ketenagakerjaan di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Cipta Kerja maupun aturan turunannya harus ditangguhkan. Menyusul putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan UU tersebut inkonstitusional secara bersyarat, Kamis (25/11/2021).
Hal itu diungkapkan KSPI melalui kuasa hukumnya dalam uji formil judicial review UU Cipta Kerja, Said Salahudin. Seperti diketahui, selain menyatakan inkonstitusional bersyarat, pemerintah juga dilarang mengeluarkan kebijakan yang bersifat strategis menggunakan UU yang bersifat omnibus law itu.
"Sepanjang itu menyangkut hal yang sifatnya strategis dan berdampak luas itu harus ditangguhkan demi hukum. Dengan kata lain, kita bisa menafsirkan bahwa aturan-aturan ketenagakerjaan yang sifatnya strategis dan berdampak luas harus kembali kepada Undang-Undang Ketenagakerjaan," kata Said dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (25/11/2021).
Ia mengatakan, aturan-aturan ketenagakerjaan yang strategis dan berdampak luas bagi kehidupan pekerja adalah terkait upah pekerja, perjanjian kerja dan jam kerja.
Ia mengatakan, seluruh aturan tersebut harus ditangguhkan sampai UU Cipta Kerja diperbaiki dalam kurun waktu 2 tahun.
"Jadi semua yang ditangguhkan sebelum selesai yang 2 tahun ini," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Presiden KSPI Said Iqbal mengapresiasi putusan MK terkait UU Cipta Kerja.
Ia meyakini keadilan masih bisa ditegakkan dalam upaya memperjuangkan hak-hak dasar buruh.
"KSPI dan KSPSI AGN dan anggota KSPI Riden Hatam Azis kami apesiasi putusan MK," kata Said.
Said juga mengatakan, pihaknya siap berpartisipasi dalam perbaikan UU Cipta Kerja yang diberikan waktu selama 2 tahun.
"Kami akan ikuti siap sepanjang tidak melanggar UU dan sepanjang tidak mengurangi hak dasar buruh," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, MK melarang pemerintah mengeluarkan kebijakan yang bersifat strategis terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Adapun larangan ini berkaitan dengan putusan MK yang menyatakan UU Cipta Kerja inkostitusional secara bersyarat apabila tidak dilakukan perbaikan dalam kurun waktu dua tahun sejak putusan diucapkan pada Kamis (25/11/2021).
"Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan demgan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan secara daring.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai, metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas apakah metode tersebut merupakan pembuataan UU baru atau melakukan revisi.
Mahkamah juga menilai, dalam pembentukannya UU Cipta Kerja tidak memegang asas keterbukaan kepada publik.
Menurut MK, meski sudah melakukan beberapa pertemuan dengan beberapa pihak, namun pertemuan itu dinilai belum sampai pada tahap subtansi UU.
Begitu pula dengan draf UU Cipta Kerja juga dinilai Mahkamah tidak mudah diakses oleh publik.
Oleh karena itu, Mahkamah menyatakan, UU Cipta Kerja inkostitusional bersyarat selama tidak dilakukan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun setelah putusan dibacakan.
Apabila dalam jangka waktu dua tahun tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja tersebut akan otomatis dinyatakan inkostitusional bersyarat secara permanen.
Selain itu, Mahkamah juga menyatakan seluruh UU yang terdapat dalam UU Cipta Kerja tetap berlaku sampai dilakukan perbaikan.
Perkara itu diajukan oleh lima penggugat terdiri dari seorang karyawan swasta bernama Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas, seorang pelajar bernama Novita Widyana, serta 3 orang mahasiswa yakni Elin Diah Sulistiyowati, Alin Septiana dan Ali Sujito.
https://nasional.kompas.com/read/2021/11/25/16342471/uu-cipta-kerja-dinyatakan-inkonstitusional-bersyarat-kspi-aturan