Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Putuskan UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat, Ini Sosok Siswi SMK yang Jadi Penggugat

Kompas.com - 25/11/2021, 16:07 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

Pemerintah dan DPR wajib melakukan perbaikan terhadap UU tersebut selambat-lambatnya dua tahun sejak putusan dibacakan.

"Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan ini diucapkan," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang uji formil UU Cipta Kerja yang disiarkan secara daring, Kamis (25/11/2021).

Baca juga: MK Tegaskan UU Cipta Kerja Tetap Berlaku sampai Dilakukan Perbaikan dalam Waktu 2 Tahun

Permohonan uji formil bernomor 2039/PAN-PUU.MK/2020 itu diajukan ke MK pada 15 Oktober 2020.

Menariknya, perkara ini diajukan oleh lima penggugat yang terdiri dari seorang karyawan swasta bernama Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas; tiga orang mahasiswa yakni Elin Diah Sulistiyowati, Alin Septiana, dan Ali Sujito; serta seorang pelajar bernama Novita Widyana.

Lantas, siapakah sosok pelajar yang ikut menjadi penggugat perkara ini?

Dilansir dari surabaya.tribunnews.com, Novita Widyana merupakan siswi SMKN 1 Ngawi, Jawa Timur.

Niat Novita untuk mengajukan gugatan terhadap UU Cipta Kerja ke MK muncul setelah dirinya mengikuti pemberitaan di internet dan televisi mengenai UU tersebut.

Baca juga: Airlangga Pastikan Pemerintah Perbaiki UU Cipta Kerja yang Dinyatakan MK Inkonstitusional Bersyarat


Novita juga mengaku mengikuti kajian khusus mengenai UU Cipta Kerja yang diinisiasi alumnus SMKN 1 Ngawi yang juga menjadi tim kuasa hukum bernama Jovi Andrea Bachtiar.

"Awalnya saya mengikuti diskusi sebelum mengajukan permohonan, diskusinya sekitar hari Senin (12 Oktober 2020) sebelum kami mengajukan uji formil di MK. Selain saya, ada juga beberapa mahasiswa, serta tim kuasa hukum," kata Novita saat dikonfirmasi, Minggu (18/10/2020).

Kala itu Novita masih duduk di bangku kelas XII SMKN Ngawi. Ia tertarik untuk mengetahui fakta sebenarnya mengenai UU Cipta Kerja lantaran ada beberapa poin dalam pasal UU tersebut yang disebut hoaks.

Novita mengatakan, ada beberapa poin dalam UU Cipta Kerja yang berpotensi merugikan kalangan pelajar seperti dirinya, salah satunya Pasal 150 yang mengatur tentang pendidikan.

Poin 2 pasal tersebut mengatur tentang perluasan kegiatan usaha Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di bidang pendidikan dan kesehatan.

Baca juga: UU Cipta Kerja yang Kandas di MK Gugatannya Diajukan oleh Pelajar, Mahasiswa, dan Karyawan

Novita Widyana, pelajar SMKN 1 Ngawi, Jawa Timur yang ikut menggugat Omnibus Law UU Cipta Kerja.Istimewa via surya.co.id Novita Widyana, pelajar SMKN 1 Ngawi, Jawa Timur yang ikut menggugat Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Sebelumnya, pendidikan dan kesehatan tak masuk dalam kegiatan usaha di KEK. Sementara itu, dalam UU Cipta Kerja pelaksanaan kegiatan usaha pendidikan dan kesehatan perlu mendapat persetujuan dari pemerintah pusat.

"Dari sekitar seribu halaman draf UU Cipta Kerja di pasal 150 tentang pendidikan dimasukkan ke dalam Kawasan Ekonomi Khusus. Pada saat dibahas saya langsung tidak setuju, karena dimasukkan kawasan ekonomi khusus, pendidikan berpotensi dijadikan ajang bisnis," kata Novita.

"Bagaimana pendidikan saya ke depannya, saya sudah kelas XII, kampus kan masuk dalam klaster pendidikan, yang pokok itu sih," tuturnya.

Novita mengaku khawatir aturan baru itu akan menjadikan pendidikan sebagai ladang bisnis atau dikomersialkan, sehingga terjadi kesenjangan.

"Saya sebagai pelajar memiliki hak untuk mengajukan gugatan karena di UU Cipta Kerja ada unsur pendidikan. Ketika nanti pendidikan itu dikapitalisasi akan menimbulkan kesenjangan dalam memperoleh hak yang sama dalam pendidikan," katanya.

Baca juga: MK Larang Pemerintah Keluarkan Kebijakan Strategis Terkait UU Cipta Kerja

Selain itu, sebagai pelajar yang berkeinginan bekerja di perusahaan, Novita khawatir tentang pasal yang mengatur soal batasan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

"Saya ini salah satu pelajar dari SMKN 1 Ngawi yang nantinya suatu saat nanti bekerja di perusahaan, artinya akan ada potensi kerugian karena ketidakpastian aturan perjanjian kerja waktu tertentu," ucapnya.

Adapun melalui putusannya Mahkamah juga menyatakan bahwa seluruh UU yang terdapat dalam omnibus law UU Cipta Kerja tetap berlaku sampai dilakukan perbaikan.

Jika dalam kurun waktu dua tahun pihak terkait tak melakukan perbaikan, UU Cipta Kerja akan menjadi inkonstitusional permanen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Nasional
Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Nasional
Kuasa Hukum Caleg Jawab 'Siap' Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Kuasa Hukum Caleg Jawab "Siap" Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Nasional
Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Nasional
Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com