JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, pendidikan tinggi di Indonesia saat ini masih didominasi pendidikan profesional dibandingkan vokasional.
Padahal, kata dia, pada era revolusi industri 4.0 yang paling banyak dibutuhkan adalah lulusan yang memiliki keterampilan dari pendidikan vokasi.
"Sampai sekarang belum ada gerakan masif bagaimana merombak format pendidikan tinggi dari profesional menjadi vokasional. Sekarang ini terlalu banyak pendidikan profesional akademis," kata Muhadjir di acara Forum Fakultas Ilmu Pendidikan dan Jurusan Ilmu Pendidikan (FIP JIP) 2021, dikutip dari siaran pers, Kamis (11/11/2021).
Baca juga: Wapres Minta Perguruan Tinggi Bekali Mahasiswa agar Berpikir Kritis
Muhadjir mengatakan, semestinya jumlah pendidikan vokasi di level pendidikan tinggi diperbanyak.
Hal tersebut sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo dalam dua tahun periode kepemimpinannya.
Pada tahun 2019, angka partisipasi kasar perguruan tinggi (APK PT) tercatat sebanyak 34,58 persen dengan jumlah politeknik atau vokasi di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) sebanyak 200 politeknik, dan politeknik kementerian lain sebanyak 80 politeknik.
"Pada tahun 2024, APK PT diharapkan mencapai 50 persen. Dengan desain moderat yang dibuat pemerintah saat itu (2019), jumlah politeknik atau vokasi di bawah Kemendikbud diharapkan naik menjadi 295 buah," kata dia.
Adapun dengan desain optimistik, jumlah politeknik atau vokasi di bawah Kemendikbud Ristek diharapkan dapat meningkat menjadi 450 buah.
Menurut Muhadjir, permasalahan utama dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah masih terdapat ketidaksesuaian antara lulusan SMA/SMK/MA dengan dunia kerja.
Isu link and match itu, kata dia, sudah sejak lama bergulir tetapi belum dapat terselesaikan hingga kini.
"Tidak mungkin kebutuhan lapangan kerja hanya diisi oleh lulusan-lulusan profesional. Sementara, lapangan kerja di manapun akan menciptakan hirarki piramida yang pada puncaknya adalah tenaga lulusan profesional," kata dia.
"Sehingga di bawahnya mesti diisi oleh tenaga terampil lulusan vokasional dan di paling bawah adalah tenaga clerical lulusan SMK," lanjut Muhadjir.
Baca juga: Menteri PPPA: Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi Nyata, Kerap Tidak Tertangani
Menurut dia, apabila tenaga profesional banyak sementara tenaga berketerampilan tinggi tidak ada, maka hal itu akan mengakibatkan pengangguran besar-besaran.
Dengan demikian, kata Muhadjir, pemerintah pun berupaya keras melakukan format ulang pendidikan tinggi menjadi lebih banyak pendidikan vokasi.
"Satu hal yang juga harus diperhatikan, terutama berkaitan dengan bagaimana para pakar, guru, ataupun dosen kependidikan dapat merumuskan teori-teori pendidikan yang memang applicable untuk Indonesia," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.