Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah-DPR Diminta Tak Jadikan Putusan MA Cabut Remisi Koruptor Jadi Dasar Pembentukan RUU Pemasyarakatan

Kompas.com - 08/11/2021, 21:27 WIB
Tatang Guritno,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan DPR diminta tak menjadikan putusan Mahkamah Agung (MA) yang mencabut pasal pengetatan remisi koruptor dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 sebagai dasar pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemasyarakatan.

Hal itu disampaikan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah dalam orasinya di depan Gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (8/11/2021).

“Pemerintah dan DPR jangan menggunakan dasar yang dikeluarkan MA untuk dijadikan bahan atau landasan untuk membuat dan merumuskan RUU Pemasyarakatan yang tahun 2021 ini masuk dalam Prolegnas Prioritas,” papar Wana.

Menurutnya, putusan MA janggal dan tidak sejalan dengan upaya pemberantasan korupsi.

Baca juga: Kritik MA yang Cabut PP Pengetatan Remisi Koruptor, ICW: Rata-rata Vonis Terdakwa Korupsi Hanya 3 Tahun

Wana mengatakan, salah satu kejanggalan putusan MA tersebut adalah tentang kelebihan penghuni atau overcrowded jumlah warga binaan di lembaga pemasyarakatan (Lapas).

“Berdasarkan data Ditjen Pas per Agustus 2021, dari 100 persen terpidana yang masuk ke penjara hanya terdapat 4 persen narapidana kasus korupsi. Jadi argumentasi overcrowded tidak masuk akal,” ucapnya.

Dalam pandangan Wana, pemerintah dan DPR harus segera menyusun evaluasi pengelolaan lapas.

“Harusnya pemerintah dan DPR melakukan evaluasi terkait dengan mekanisme dan pemberian atau pengelolaan (Lembaga) Pemasyarakatan di Indonesia,” sebut dia.

Wana menegaskan, bahwa putusan MA mencabut pasal pengetatan remisi koruptor merupakan kado untuk narapidana tindak pidana korupsi.

“Disini sangat jelas bahwa sikap MA yang memberikan kemudahan remisi pada koruptor menjadikan agenda pelemahan (pemberantasan) korupsi di Indonesia,” pungkasnya.

Baca juga: PP Pengetatan Remisi Koruptor Dicabut, MA Dinilai Salah Kaprah Memahami Restorative Justice

Diketahui MA mengabulkan uji materi dari lima narapidana yang ditahan di Lapas Sukamiskin, Bandung.

Kelima pemohon itu mengajukan uji materi pada PP Nomor 99 Tahun 2012 yang mengatur pemberian remisi pada tindak pidana khusus yaitu korupsi, terorisme dan narkotika.

MA kemudian mengabulkan uji materi itu dengan mencabut 4 pasal yaitu Pasal 34 A Ayat (3), Pasal 43 A Ayat (1), dan Pasal 43 A Ayat (3) PP Nomor 99 Tahun Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Dengan pencabutan itu, maka pemberian remisi tiga tindak pidana khusus akan sama dengan pemberian remisi tindak pidana lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com