BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Larutan Penyegar Cap Badak

Dari Kekuatan Diplomasi Bumbu, Menjaga Harmonisasi, hingga Tenun Ikat, Ini Kisah Tokoh Legacy Makers

Kompas.com - 02/11/2021, 15:11 WIB
Yakob Arfin Tyas Sasongko,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Indonesia tak pernah kehabisan sosok-sosok inspiratif dan berdedikasi. Kiprah dan karya yang mereka torehkan seakan menjadi cermin bagi siapa pun untuk berkaca, belajar, serta memetik makna.

Bersamaan dengan gempuran teknologi, disrupsi, bahkan pandemi, mereka tak henti berjuang menyemai mimpi. Bahkan, mampu memberi dampak besar, tak hanya bagi Tanah Air, tapi juga dunia.

Mereka adalah pakar kuliner Indonesia William Wongso, pemuka agama KH Said Aqil Siroj, dan perancang mode Didiet Maulana. Ketiga anak bangsa ini mampu mengharumkan nama Indonesia hingga mancanegara. Bagaimana kisah dan teladannya?

William Wongso

Siapa yang tak kenal William Wongso (74). Chef legendaris Indonesia kelahiran Malang, Jawa Timur (Jatim), ini berhasil mengenalkan berbagai masakan khas Nusantara ke mancanegara.

Baca juga: Cara William Wongso Perkenalkan Rendang ke Dunia

Kecintaannya akan Tanah Air membawa William untuk terus berupaya mengenalkan bumbu-bumbu khas Indonesia ke kancah internasional. Lewat beragam acara kuliner internasional, William tak pernah absen membawa bekal bumbu-bumbu Indonesia.

Bahkan, pandemi Covid-19 tak menghentikan langkahnya.

Saat aktivitas sosial manusia dibatasi selama pandemi, ia getol berpindah dari platform daring satu ke platform lain untuk membuat acara masak-masak atau makan-makan secara virtual.

Surprise, ya, banyak hal baru yang dulu enggak pernah terpikirkan di bidang kuliner. Selama pandemi tahu-tahu timbul. Aku bisa sehari melanglang tiga benua (secara virtual), IG Live dengan para expert di seluruh dunia. Exciting banget,” ungkap William.

Baca juga: Kisah Pedagang Nasi Goreng Pelangi, Kerja Bareng William Wongso dan Masak di Istana Negara

Kepadatan jadwal William itu mencerminkan sebagian kecil dari semangat dan konsistensinya menekuni dunia kuliner. Tak salah, ia sampai dikenal sebagai duta kuliner Indonesia di luar negeri.

Bahkan, awal tahun ini, William didapuk sebagai tuan rumah untuk acara yang digagas Kedutaan Amerika Serikat (AS). Acara ini memperkenalkan kuliner Indonesia kepada 50 keluarga diplomat di Indonesia.

Pada acara tersebut, enam jenis makanan dengan tema berbeda dihidangkan. Makanan-makanan itu dikirim ke alamat para diplomat untuk dicoba bersama-sama secara daring bersama William.

Hal serupa juga ia lakukan di negara lain, seperti Malaysia, Singapura, dan Filipina.

Baca juga: Lihat William Wongso Masak Rendang, Ashanty: Ternyata Enggak Mudah

Berpuluh tahun menekuni dunia kuliner membuat William lekat dengan rekaman rasa yang kaya. Meski begitu, siapa yang sangka sebelum nyemplung ke dunia kuliner, William sudah menjajal berbagai bidang, mulai dari siaran radio, periklanan, percetakan, biro travel, hingga fotografi.

Perjalanan William pun akhirnya berlabuh pada dunia kuliner dan mengawalinya dengan membuka bakery pada 1977.

Ia belajar secara autodidak. Seluk-beluk tentang kuliner digali ke berbagai tempat tak hanya di Indonesia, tapi juga sampai ke Eropa.

”Comot-comot. Bukan sekolah yang 1-2 tahun seperti anak-anak sekarang. Ini karena kami punya toko aja, jadi belajar,” imbuh William.

Baca juga: William Wongso Reopens His Indonesian Restaurant in Switzerland

Setiap kali melancong ke luar negeri, William selalu membuat daftar panjang dan agenda untuk makan di berbagai tempat serta bertemu chef ternama. Tujuannya sederhana, yakni untuk merekam rasa dari menu yang disajikan.

”Faktor kesempatan untuk tasting sangat penting. Ini yang selalu aku ingatkan sama anak-anak (zaman) sekarang. Kamu enggak akan jadi seorang ahli kalau enggak punya lidah yang tajem. Enggak cuma lidah tajem, tapi juga wawasan soal rasa,” terang William.

Pengalaman itu kemudian membuat William sadar bahwa budaya kuliner Indonesia masih begitu "sunyi".

Sejak itu, ia bertekad untuk membuat kuliner Indonesia lebih dikenal di mancanegara. Meski demikian, ia sadar bahwa peran pemerintah dan juga masyarakat diperlukan untuk membuat kuliner Tanah Air sejajar dengan negara lain. Ia pun menyoroti pentingnya kurikulum pendidikan kuliner yang belum digarap secara serius di Indonesia.

Baca juga: Kenangan William Wongso akan Sosok Mbah Lindu, Penjual Gudeg Legendaris

Hingga kini, ia masih punya mimpi bahwa kelak Indonesia punya pusat kuliner untuk memudahkan orang yang ingin belajar tentang kuliner khas Nusantara.

“Dengan begitu, bumbu, rempah, dan masakan khas Indonesia dapat semakin (mudah) dikenal dunia,” tutur William.

Ketua PBNU Said Aqil Siroj di Pondok Pesantren Luhur Al-Tsaqafah, Ciganjur, Jakarta Selatan, Sabatu (9/10/2021).KOMPAS/HERU SRI SUKMORO Ketua PBNU Said Aqil Siroj di Pondok Pesantren Luhur Al-Tsaqafah, Ciganjur, Jakarta Selatan, Sabatu (9/10/2021).

KH Said Aqil Siroj

Kontribusi dan komitmen sosok Kiai Haji (KH) Said Aqil Siroj (68) dalam mengawal keutuhan Negara Kesatuan Republik (NKRI) memang patut untuk diteladani.

Dalam upayanya menjaga harmonisasi bangsa, Kiai Said, begitu ia karib disapa, mendorong berbagai pihak untuk memahami arti penting budaya dan karakter sebagai fondasi suatu bangsa.

Baca juga: UI dan PBNU Teken Kerja Sama, Said Aqil: Saya Khawatir Radikalisme Tumbuh Subur di Kampus

Bagi Kiai Said, menjaga keseimbangan dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia harus tetap diperjuangkan. Terlebih, Indonesia adalah negara yang plural.

Kiai Said mengatakan, agar harmonisasi dapat terwujud, akhlak dan karakter bangsa yang kuat diperlukan. Menurutnya, hal ini sudah diperjuangkan oleh para kiai di pesantren.

Sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Kiai Said berkesempatan besar untuk belajar dari pesantren-pesantren mengenai hal itu.

Kehidupan di pesantren memang lekat dengannya. Seperti diketahui, Ayahnya adalah penerus Pondok Pesantren Gedongan di Cirebon, Jawa Barat.

Baca juga: Harlah ke-95 NU, Said Aqil: Kontribusi NU Perkuat Solidaritas dan Persatuan Indonesia

Sementara dari garis ibu, kakeknya juga pengasuh Pesantren Kempek, di Cirebon. Ia sendiri lahir di Kempek dan berpengalaman menimba ilmu di pesantren.

Dari pesantren, ia belajar dan meyakini bahwa jalinan Islam dan budaya itu tidak dilakukan melalui pendekatan yang terlampau rumit atau kompleks. Kuncinya justru ada di kesederhanaan dan keteladanan yang terekam dari kehidupan para kiai di pesantren.

Menurutnya, kiai di pesantren berupaya terus berada di tengah dengan memegang yang prinsip tasamuh (toleran), tawazun (seimbang), dan tawasuth (berada di tengah).

Makna akan kesederhanaan tersebut dialami sendiri oleh Kiai Said pada masa belajar di pesantren. Suasananya pun penuh kebersamaan.

Baca juga: Sikap Toleransi dalam Keberagaman Bangsa Indonesia

”Tidak ada yang membedakan anak orang kaya atau orang miskin. Kami semua makan makanan yang sama, tinggal di tempat yang sama, dan belajar hal-hal yang sama. Suasananya kental dengan kebersamaan dan persaudaraan,” ucapnya.

Dari banyak guru yang ia jumpai, mulai dari pesantren di Cirebon, Yogyakarta, hingga Lirboyo di Kediri, ia menangkap bahwa ajaran mengenai akhlak mesti lebih diutamakan daripada ilmu, bahkan hukum atau fikih (fiqh).

Karena itulah, kata Kiai Said, inti ajaran pesantren penuh dengan pesan-pesan keagamaan yang damai, menghargai tradisi dan budaya, serta mendahulukan adab atau etika moral ketimbang sekadar kecerdasan ilmu.

Saat berdakwah, para kiai yang hidup di kampung-kampung dan menyatu dengan masyarakat biasanya menyampaikan akhlak terlebih dulu.

Baca juga: Contoh Keberagaman di Rumah dan Cara Menyikapinya

Kiai Said mengatakan, para kiai kampung itu memahami tujuannya, yaitu menciptakan pergaulan yang baik di antara masyarakat, serta melakukan pendekatan yang baik dan bijak.

Gambaran mengenai kiai kampung yang berbasis pesantren itu melekat dengan gagasan Kiai Said mengenai Islam Nusantara.

"Cara dakwah yang tidak konfrontatif, tidak mengumbar ancaman kekerasan, serta mengedepankan tujuan hidup bermasyarakat yang membawa kedamaian dan kemaslahatan, adalah kunci dari keseimbangan Islam dan budaya di Indonesia selama ini," jelas Kiai Said.

Untuk itu, menjaga harmoni merupakan perjuangan yang penuh tantangan belakangan ini di tengah tarikan arus ekstremisme beragama di satu sisi dan tarikan liberalisme di sisi lain.

Baca juga: Pancasila Mengharmonikan Keberagaman Indonesia

Dari kiai kampung, banyak hal bisa direfleksikan, tidak terkecuali bagi Kiai Said. Lebih dari sekadar mengajar agama, kiai kampung adalah orang yang membangun akhlak, bahkan karakter bangsa. Ia mau, nilai hidup seperti itu lestari dan langgeng di Tanah Air.

Meski cinta pada batik, Didiet Maulana justru menjajal untuk mengolah tenun ikat. Tak ingin main-main, Didiet konsisten mempelajari tenun ikat dari nol.ARSIP MERCURY AGENCY Meski cinta pada batik, Didiet Maulana justru menjajal untuk mengolah tenun ikat. Tak ingin main-main, Didiet konsisten mempelajari tenun ikat dari nol.

Didiet Maulana

Selain William Wongso dan Kiai Said, tokoh muda yang konsisten memelihara budaya Indonesia adalah perancang mode Didiet Maulana (39). Perjalanannya di industri fesyen dalam melestarikan serta mengenalkan wastra memang tak singkat.

Bak menenun kain ikat yang membutuhkan waktu lama, mulai dari memintal benang, membuat motif, hingga menenun, demikian pula perjalanan alumnus Teknik Arsitektur Universitas Parahyangan (Unpar) itu dalam membuahkan lini Ikat Indonesia by Didiet Maulana.

Kecintaannya pada kain memang sudah terjalin sejak belia. Hubungan batin dengan kain sudah terajut ketika melihat nenek dan kakeknya rutin menggunakan kain Indonesia, yakni batik.

Baca juga: Didiet Maulana Ungkap Cara Dapatkan Inspirasi Berkarya

Bahkan, Didiet menyaksikan sendiri sang nenek dengan telaten merawat batik, mulai dari meratus, mencuci dengan lerak, hingga mewironi jarik. Tumbuh dalam kultur keluarga yang cinta batik semakin menyuburkan rasa ingin tahunya terhadap kain.

Meski cinta pada batik, Didiet justru menjajal untuk mengolah tenun ikat. Tak ingin main-main, Didiet konsisten mempelajari tenun ikat dari nol.

“Mencoba dan ternyata seru. Eksplorasi pelan-pelan, enggak terlalu penting untuk tahu semuanya di awal. Yang penting pelan-pelan, tapi dilakukan terus, step by step. Ternyata dapat filosofinya banyak banget. Semakin tahu pakemnya, semakin bisa menghormati, dan semakin bebas untuk berkreasi,” kata Didiet.

Meskipun berbeda latar, William, Kiai Said, dan juga Didiet membawa semangat yang sama, yakni konsisten untuk menyalakan dan melestarikan budaya Indonesia. Maka tak berlebihan kalau ketiganya dapat dijadikan teladan bagi generasi muda Indonesia. Atas dedikasinya itu pula, Harian Kompas bekerja sama dengan Larutan Penyegar Cap Badak mendapuk ketiganya sebagai penerima Legacy Makers 2021.
KOMPAS.com/Yakob Arfin Tyas Sasongko Meskipun berbeda latar, William, Kiai Said, dan juga Didiet membawa semangat yang sama, yakni konsisten untuk menyalakan dan melestarikan budaya Indonesia. Maka tak berlebihan kalau ketiganya dapat dijadikan teladan bagi generasi muda Indonesia. Atas dedikasinya itu pula, Harian Kompas bekerja sama dengan Larutan Penyegar Cap Badak mendapuk ketiganya sebagai penerima Legacy Makers 2021.

Kini, pengetahuan itu terus digaungkannya. Tenun juga diperkenalkannya ke pasar mancanegara.

Baca juga: Ritual Minum Teh Didiet Maulana, Inspirasi Koleksi Baru IKAT Indonesia

Meski begitu, upayanya dalam melestarikan budaya wastra selalu menemui tantangan, terutama dalam mengenalkan pada anak muda.

Didiet menilai, salah satu penyebab generasi muda kian berjarak dengan wastra adalah orang-orang yang mengerti kebudayaan justru merasa paling tahu. Alhasil, anak muda merasa takut sehingga enggan untuk menyelisik lebih dalam.

Oleh karena itu, Didiet pun memanfaatkan akun media sosialnya untuk menjangkau sekaligus melancarkan pengetahuan tentang wastra pada anak muda.

Tak mau pelit berbagi ilmu pada pengikut media sosialnya, Didiet menumpahkan berbagai informasi, dari jenis motif tenun ikat hingga cerita yang terkandung di baliknya.

Baca juga: 4 Fakta Seragam Awak Kabin Garuda Indonesia Rancangan Didiet Maulana

Didiet juga menginisiasi sebuah gerakan “Yang Muda Yang Menenun” dengan menggandeng beberapa perajin dan pemerintah daerah (pemda).

Dalam gerakan tersebut, anak-anak muda dibekali ilmu serta diajak untuk berbagi keseruan menenun di media sosial.

Langkah itu membawa harapan agar generasi muda lain tergerak untuk turut belajar serta menjadikan perajin wastra sebagai pilihan karier. Dengan demikian, keberadaan wastra tetap lestari di masa depan.

Harapan Didiet tentu tak muluk. Pasalnya, siapa lagi yang akan menjaga keberlangsungan budaya dan wastra sebagai warisan yang lestari di Indonesia kalau bukan anak muda.

Baca juga: Diminati Wisatawan, Tenun Ikat Bukukan Nilai Transaksi Tertinggi di Festival Sandalwood

“Untuk menjaga keberlanjutan wastra, semestinya dilakukan tidak hanya lewat jargon, tetapi juga aksi nyata,” terang Didiet.

Meskipun berbeda latar, William, Kiai Said, dan juga Didiet membawa semangat yang sama, yakni konsisten untuk menyalakan dan melestarikan budaya Indonesia. Maka tak berlebihan kalau ketiganya dapat dijadikan teladan bagi generasi muda Indonesia.

Atas dedikasinya itu pula, Harian Kompas bekerja sama dengan Larutan Penyegar Cap Badak mendapuk ketiganya sebagai penerima Legacy Makers 2021.

Sebagai informasi, program Legacy Makers diselenggarakan dalam rangka memperingati 40 tahun PT Sinde Budi Sentosa. Ketiga anak bangsa itu dipilih atas teladan dan karyanya yang menginspirasi. Kisah ketiganya juga sudah lebih dulu terbit di Harian Kompas.

 

 

Baca tentang

Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com