BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Larutan Penyegar Cap Badak
Salin Artikel

Dari Kekuatan Diplomasi Bumbu, Menjaga Harmonisasi, hingga Tenun Ikat, Ini Kisah Tokoh Legacy Makers

KOMPAS.com – Indonesia tak pernah kehabisan sosok-sosok inspiratif dan berdedikasi. Kiprah dan karya yang mereka torehkan seakan menjadi cermin bagi siapa pun untuk berkaca, belajar, serta memetik makna.

Bersamaan dengan gempuran teknologi, disrupsi, bahkan pandemi, mereka tak henti berjuang menyemai mimpi. Bahkan, mampu memberi dampak besar, tak hanya bagi Tanah Air, tapi juga dunia.

Mereka adalah pakar kuliner Indonesia William Wongso, pemuka agama KH Said Aqil Siroj, dan perancang mode Didiet Maulana. Ketiga anak bangsa ini mampu mengharumkan nama Indonesia hingga mancanegara. Bagaimana kisah dan teladannya?

William Wongso

Siapa yang tak kenal William Wongso (74). Chef legendaris Indonesia kelahiran Malang, Jawa Timur (Jatim), ini berhasil mengenalkan berbagai masakan khas Nusantara ke mancanegara.

Kecintaannya akan Tanah Air membawa William untuk terus berupaya mengenalkan bumbu-bumbu khas Indonesia ke kancah internasional. Lewat beragam acara kuliner internasional, William tak pernah absen membawa bekal bumbu-bumbu Indonesia.

Bahkan, pandemi Covid-19 tak menghentikan langkahnya.

Saat aktivitas sosial manusia dibatasi selama pandemi, ia getol berpindah dari platform daring satu ke platform lain untuk membuat acara masak-masak atau makan-makan secara virtual.

”Surprise, ya, banyak hal baru yang dulu enggak pernah terpikirkan di bidang kuliner. Selama pandemi tahu-tahu timbul. Aku bisa sehari melanglang tiga benua (secara virtual), IG Live dengan para expert di seluruh dunia. Exciting banget,” ungkap William.

Kepadatan jadwal William itu mencerminkan sebagian kecil dari semangat dan konsistensinya menekuni dunia kuliner. Tak salah, ia sampai dikenal sebagai duta kuliner Indonesia di luar negeri.

Bahkan, awal tahun ini, William didapuk sebagai tuan rumah untuk acara yang digagas Kedutaan Amerika Serikat (AS). Acara ini memperkenalkan kuliner Indonesia kepada 50 keluarga diplomat di Indonesia.

Pada acara tersebut, enam jenis makanan dengan tema berbeda dihidangkan. Makanan-makanan itu dikirim ke alamat para diplomat untuk dicoba bersama-sama secara daring bersama William.

Hal serupa juga ia lakukan di negara lain, seperti Malaysia, Singapura, dan Filipina.

Berpuluh tahun menekuni dunia kuliner membuat William lekat dengan rekaman rasa yang kaya. Meski begitu, siapa yang sangka sebelum nyemplung ke dunia kuliner, William sudah menjajal berbagai bidang, mulai dari siaran radio, periklanan, percetakan, biro travel, hingga fotografi.

Perjalanan William pun akhirnya berlabuh pada dunia kuliner dan mengawalinya dengan membuka bakery pada 1977.

Ia belajar secara autodidak. Seluk-beluk tentang kuliner digali ke berbagai tempat tak hanya di Indonesia, tapi juga sampai ke Eropa.

”Comot-comot. Bukan sekolah yang 1-2 tahun seperti anak-anak sekarang. Ini karena kami punya toko aja, jadi belajar,” imbuh William.

Setiap kali melancong ke luar negeri, William selalu membuat daftar panjang dan agenda untuk makan di berbagai tempat serta bertemu chef ternama. Tujuannya sederhana, yakni untuk merekam rasa dari menu yang disajikan.

”Faktor kesempatan untuk tasting sangat penting. Ini yang selalu aku ingatkan sama anak-anak (zaman) sekarang. Kamu enggak akan jadi seorang ahli kalau enggak punya lidah yang tajem. Enggak cuma lidah tajem, tapi juga wawasan soal rasa,” terang William.

Pengalaman itu kemudian membuat William sadar bahwa budaya kuliner Indonesia masih begitu "sunyi".

Sejak itu, ia bertekad untuk membuat kuliner Indonesia lebih dikenal di mancanegara. Meski demikian, ia sadar bahwa peran pemerintah dan juga masyarakat diperlukan untuk membuat kuliner Tanah Air sejajar dengan negara lain. Ia pun menyoroti pentingnya kurikulum pendidikan kuliner yang belum digarap secara serius di Indonesia.

Hingga kini, ia masih punya mimpi bahwa kelak Indonesia punya pusat kuliner untuk memudahkan orang yang ingin belajar tentang kuliner khas Nusantara.

“Dengan begitu, bumbu, rempah, dan masakan khas Indonesia dapat semakin (mudah) dikenal dunia,” tutur William.

KH Said Aqil Siroj

Kontribusi dan komitmen sosok Kiai Haji (KH) Said Aqil Siroj (68) dalam mengawal keutuhan Negara Kesatuan Republik (NKRI) memang patut untuk diteladani.

Dalam upayanya menjaga harmonisasi bangsa, Kiai Said, begitu ia karib disapa, mendorong berbagai pihak untuk memahami arti penting budaya dan karakter sebagai fondasi suatu bangsa.

Bagi Kiai Said, menjaga keseimbangan dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia harus tetap diperjuangkan. Terlebih, Indonesia adalah negara yang plural.

Kiai Said mengatakan, agar harmonisasi dapat terwujud, akhlak dan karakter bangsa yang kuat diperlukan. Menurutnya, hal ini sudah diperjuangkan oleh para kiai di pesantren.

Sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Kiai Said berkesempatan besar untuk belajar dari pesantren-pesantren mengenai hal itu.

Kehidupan di pesantren memang lekat dengannya. Seperti diketahui, Ayahnya adalah penerus Pondok Pesantren Gedongan di Cirebon, Jawa Barat.

Sementara dari garis ibu, kakeknya juga pengasuh Pesantren Kempek, di Cirebon. Ia sendiri lahir di Kempek dan berpengalaman menimba ilmu di pesantren.

Dari pesantren, ia belajar dan meyakini bahwa jalinan Islam dan budaya itu tidak dilakukan melalui pendekatan yang terlampau rumit atau kompleks. Kuncinya justru ada di kesederhanaan dan keteladanan yang terekam dari kehidupan para kiai di pesantren.

Menurutnya, kiai di pesantren berupaya terus berada di tengah dengan memegang yang prinsip tasamuh (toleran), tawazun (seimbang), dan tawasuth (berada di tengah).

Makna akan kesederhanaan tersebut dialami sendiri oleh Kiai Said pada masa belajar di pesantren. Suasananya pun penuh kebersamaan.

”Tidak ada yang membedakan anak orang kaya atau orang miskin. Kami semua makan makanan yang sama, tinggal di tempat yang sama, dan belajar hal-hal yang sama. Suasananya kental dengan kebersamaan dan persaudaraan,” ucapnya.

Dari banyak guru yang ia jumpai, mulai dari pesantren di Cirebon, Yogyakarta, hingga Lirboyo di Kediri, ia menangkap bahwa ajaran mengenai akhlak mesti lebih diutamakan daripada ilmu, bahkan hukum atau fikih (fiqh).

Karena itulah, kata Kiai Said, inti ajaran pesantren penuh dengan pesan-pesan keagamaan yang damai, menghargai tradisi dan budaya, serta mendahulukan adab atau etika moral ketimbang sekadar kecerdasan ilmu.

Saat berdakwah, para kiai yang hidup di kampung-kampung dan menyatu dengan masyarakat biasanya menyampaikan akhlak terlebih dulu.

Kiai Said mengatakan, para kiai kampung itu memahami tujuannya, yaitu menciptakan pergaulan yang baik di antara masyarakat, serta melakukan pendekatan yang baik dan bijak.

Gambaran mengenai kiai kampung yang berbasis pesantren itu melekat dengan gagasan Kiai Said mengenai Islam Nusantara.

"Cara dakwah yang tidak konfrontatif, tidak mengumbar ancaman kekerasan, serta mengedepankan tujuan hidup bermasyarakat yang membawa kedamaian dan kemaslahatan, adalah kunci dari keseimbangan Islam dan budaya di Indonesia selama ini," jelas Kiai Said.

Untuk itu, menjaga harmoni merupakan perjuangan yang penuh tantangan belakangan ini di tengah tarikan arus ekstremisme beragama di satu sisi dan tarikan liberalisme di sisi lain.

Dari kiai kampung, banyak hal bisa direfleksikan, tidak terkecuali bagi Kiai Said. Lebih dari sekadar mengajar agama, kiai kampung adalah orang yang membangun akhlak, bahkan karakter bangsa. Ia mau, nilai hidup seperti itu lestari dan langgeng di Tanah Air.

Didiet Maulana

Selain William Wongso dan Kiai Said, tokoh muda yang konsisten memelihara budaya Indonesia adalah perancang mode Didiet Maulana (39). Perjalanannya di industri fesyen dalam melestarikan serta mengenalkan wastra memang tak singkat.

Bak menenun kain ikat yang membutuhkan waktu lama, mulai dari memintal benang, membuat motif, hingga menenun, demikian pula perjalanan alumnus Teknik Arsitektur Universitas Parahyangan (Unpar) itu dalam membuahkan lini Ikat Indonesia by Didiet Maulana.

Kecintaannya pada kain memang sudah terjalin sejak belia. Hubungan batin dengan kain sudah terajut ketika melihat nenek dan kakeknya rutin menggunakan kain Indonesia, yakni batik.

Bahkan, Didiet menyaksikan sendiri sang nenek dengan telaten merawat batik, mulai dari meratus, mencuci dengan lerak, hingga mewironi jarik. Tumbuh dalam kultur keluarga yang cinta batik semakin menyuburkan rasa ingin tahunya terhadap kain.

Meski cinta pada batik, Didiet justru menjajal untuk mengolah tenun ikat. Tak ingin main-main, Didiet konsisten mempelajari tenun ikat dari nol.

“Mencoba dan ternyata seru. Eksplorasi pelan-pelan, enggak terlalu penting untuk tahu semuanya di awal. Yang penting pelan-pelan, tapi dilakukan terus, step by step. Ternyata dapat filosofinya banyak banget. Semakin tahu pakemnya, semakin bisa menghormati, dan semakin bebas untuk berkreasi,” kata Didiet.

Kini, pengetahuan itu terus digaungkannya. Tenun juga diperkenalkannya ke pasar mancanegara.

Meski begitu, upayanya dalam melestarikan budaya wastra selalu menemui tantangan, terutama dalam mengenalkan pada anak muda.

Didiet menilai, salah satu penyebab generasi muda kian berjarak dengan wastra adalah orang-orang yang mengerti kebudayaan justru merasa paling tahu. Alhasil, anak muda merasa takut sehingga enggan untuk menyelisik lebih dalam.

Oleh karena itu, Didiet pun memanfaatkan akun media sosialnya untuk menjangkau sekaligus melancarkan pengetahuan tentang wastra pada anak muda.

Tak mau pelit berbagi ilmu pada pengikut media sosialnya, Didiet menumpahkan berbagai informasi, dari jenis motif tenun ikat hingga cerita yang terkandung di baliknya.

Didiet juga menginisiasi sebuah gerakan “Yang Muda Yang Menenun” dengan menggandeng beberapa perajin dan pemerintah daerah (pemda).

Dalam gerakan tersebut, anak-anak muda dibekali ilmu serta diajak untuk berbagi keseruan menenun di media sosial.

Langkah itu membawa harapan agar generasi muda lain tergerak untuk turut belajar serta menjadikan perajin wastra sebagai pilihan karier. Dengan demikian, keberadaan wastra tetap lestari di masa depan.

Harapan Didiet tentu tak muluk. Pasalnya, siapa lagi yang akan menjaga keberlangsungan budaya dan wastra sebagai warisan yang lestari di Indonesia kalau bukan anak muda.

“Untuk menjaga keberlanjutan wastra, semestinya dilakukan tidak hanya lewat jargon, tetapi juga aksi nyata,” terang Didiet.

Meskipun berbeda latar, William, Kiai Said, dan juga Didiet membawa semangat yang sama, yakni konsisten untuk menyalakan dan melestarikan budaya Indonesia. Maka tak berlebihan kalau ketiganya dapat dijadikan teladan bagi generasi muda Indonesia.

Atas dedikasinya itu pula, Harian Kompas bekerja sama dengan Larutan Penyegar Cap Badak mendapuk ketiganya sebagai penerima Legacy Makers 2021.

Sebagai informasi, program Legacy Makers diselenggarakan dalam rangka memperingati 40 tahun PT Sinde Budi Sentosa. Ketiga anak bangsa itu dipilih atas teladan dan karyanya yang menginspirasi. Kisah ketiganya juga sudah lebih dulu terbit di Harian Kompas.

https://nasional.kompas.com/read/2021/11/02/15110011/dari-kekuatan-diplomasi-bumbu-menjaga-harmonisasi-hingga-tenun-ikat-ini

Terkini Lainnya

Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Bagikan artikel ini melalui
Oke