"Saya rasa, harga di bawah Rp 200.000 lebih meringankan masyarakat. Ini momen di mana kita saling bantu untuk atasi pandemi dan pemulihan ekonomi," kata Nurhadi.
Hapus Syarat Tes PCR
Di sisi lain, anggota Komisi IX DPR Saleh Daulay berharap pemerintah dapat mengakomodasi tuntutan masyarakat yang ingin agar syarat tes PCR dihapus.
"Dengan diturunkan harga tes PCR seperti ini, tentu diharapkan ya ini tidak membebani masyarakat lagi. Tapi, dari apa yang kita dengar, dari aspirasi yang beredar di masyarakat, sebetulnya masyarakat menginginkan bahwa tes PCR itu dihapus," kata Saleh.
Selain biaya yang relatif masih tinggi, Saleh menyebutkan, masa berlaku tes yang berubah-ubah juga mejadi sorotan publik. Hasil tes PCR yang negatif pun belum tentu menjamin seseorang tidak terpapar Covid-19 setelah menjalani tes.
"Usul saya, sederhana saja, itu swab PCR-nya dihapus saja. Kalau masih tetap dipaksa harus PCR, maka alternatif kedua ya, pemerintah yang bayar (tes PCR)," kata politikus PAN itu.
Sementara itu, Wakil Ketua DPP Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (Asita) Budijanto Ardiansah mengatakan, penurunan harga tes PCR tidak sepenuhnya mengurangi beban masyarakat, khususnya di sektor pariwisata.
Baca juga: Pemprov DKI Pastikan Tak Akan Ada Laboratorium yang Bandel Pasang Tarif PCR di Atas Rp 275.000
"Harga PCR yang diturunkan saat ini katanya sudah yang paling murah, walaupun malah akhirnya menimbulkan polemik. Jadi, bukan masalah pantas atau enggaknya, tapi dunia usaha mengharapkan tidak ada kebijakan-kebijakan lagi ke depan yang membuat bingung," kata Budijanto.
Ia menyarankan agar cukup tes rapid antigen yang digunakan sebagai syarat perjalanan. Sebab, biaya tes rapid antigen jauh lebih murah dibanding tes PCR.
Penjelasan Pemerintah
Plt Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Abdul Kadir menjelaskan, tes PCR dijadikan syarat karena aturan menjaga jarak atau physical distancing di dalam pesawat sulit dilaksanakan, sehingga penumpang yang masuk ke pesawat harus dipastikan bebas dari Covid-19.
"Maka untuk menjadi bahwa yang betul-betul akan melakukan perjalanan dengan pesawat itu, itu betul-betul bersih dan tidak mempunyai potensi untuk menularkan, maka PCR itu akan dijadikan sebagai pemeriksaan utama," kata Abdul dalam konferensi pers, Rabu.
Saat ini, maskapai penerbangan dibolehkan mengangkut penumpang dengan kapasitas di atas 70 persen setelah pemerintah membuat kebijakan baru.
Hal itulah yang kemudian membuat physical distancing sulit diterapkan di dalam pesawat sehingga pemerintah memutuskan menjadikan tes PCR sebagai syarat melakukan perjalanan.
Baca juga: Anggota DPR Sarankan Aturan Tes PCR Jadi Syarat Naik Pesawat Dihapus
Jika tidak ada tes PCR, lanjut Abdul, bukan tidak mungkin terdapat orang positif Covid-19 di antara penumpang pesawat yang membuat seluruh penumpang berstatus suspek Covid-19 dan harus menjalani karantina.
"Seandainya tanpa PCR dan lolos naik pesawat terbang, maka tentunya semua penumpang di atas pesawat itu termasuk dalam kondisi yang sifatnya probable atau suspek, sehingga dengan demikian semua yang ada di pesawat itu harus dikarantina," kata Abdul.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.