Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/10/2021, 17:04 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati khawatir usulan pemerintah terkait jadwal pemungutan suara Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 pada 15 Mei akan mengganggu jalannya tahapan pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di tahun yang sama.

Pasalnya, ia menilai apabila jadwal pemungutan suara menggunakan usulan pemerintah, maka proses penyelesaian sengketa Pemilu tidak akan rampung pada Agustus 2024.

"Kan kebayang ya, ketika banyak hasil sengketa pemilu. Sementara hasil pemilu juga akan dipakai untuk menentukan pencalonan di Pilkada 2024," kata Neni dalam diskusi publik secara virtual, Minggu (24/10/2021).

"Kalau pemerintah tetap ngotot 15 Mei, saya justru khawatir sengketa pemilu itu tidak tuntas diselesaikan di bulan Agustus," lanjut dia.

Baca juga: Pemerintah dan DPR Diminta Tak Intervensi KPU Tentukan Jadwal Pencoblosan Pemilu

Neni mengatakan hal tersebut ketika disinggung pertanyaan soal apa yang akan terjadi apabila jadwal pemungutan suara menggunakan usulan pemerintah, 15 Mei 2024.

Ia mengingatkan, dalam persoalan ini, publik membutuhkan hasil akhir yang cepat mengingat sistem Pemilu dan Pilkada 2024 akan diselenggarakan serentak pada tahun yang sama.

Menurut dia, apabila mengikuti usulan pemerintah 15 Mei, jelas akan membuat proses Pemilu semakin dekat dan beririsan dengan jadwal Pilkada yaitu November 2024.

"Ini tentu akan sangat mengganggu sekali pencalonan Pilkada 2024 yang kita justru membutuhkan hasil pemilu yang final dan mengikat," ujarnya.

Dia berpandangan, apabila jadwal pemungutan suara menggunakan usulan KPU yaitu 21 Februari 2024, maka proses hasil Pemilu akan lebih cepat selesai dan alokasi waktu mencukupi dibandingkan pencoblosan dilakukan pada Mei.

"Hasil pemilu yang cepat diketahui, tentu tidak akan mengganggu penyelenggaraan Pilkada 2024 karena waktunya yang mencukupi. Termasuk juga alokasi waktu mempersiapkan presiden putaran kedua jika memang ini terjadi," jelasnya.

Baca juga: Perludem Tegaskan KPU Berwenang Tetapkan Jadwal Pemilu, Ini 3 Aturannya

Atas hal tersebut, dia mendorong ada percepatan penetapan jadwal pemungutan suara Pemilu 2024 guna menentukan nasib ke depan tahapan Pilkada.

Menurut Neni, polemik terkait jadwal pemungutan suara harus segera diakhiri dengan adanya keputusan KPU.

"Saya kira, kalau tarik ulur jadwal Pemilu serentak itu tidak segera diakhiri maka tentu akan dikhawatirkan mengganggu tahapan-tahapan lainnya khususnya pada tahapan Pilkada 2024 dan sengketa hasil pemilu," ujarnya.

"Segera tetapkan jadwal pemilu serentak 2024 dan tentu KPU yang punya otoritas secara penuh dan punya kewenangan, maka KPU tidak boleh terintervensi, bebas dari segala intervensi," imbuh dia.

Diketahui, hingga kini jadwal pemungutan suara Pemilu 2024 belum diputuskan. Hal ini lantaran adanya perbedaan pendapat antara KPU, Komisi II DPR dan pemerintah terkait usulan jadwal pencoblosan.

Penyelenggara Pemilu yaitu KPU mengusulkan jadwal pemungutan suara Pemilu 2024 jatuh pada 21 Februari.

Baca juga: Soal Tudingan Kecurangan Pemilu 2009, Demokrat Sebut Hasto Gagal Move On dari Kekalahan

Berbeda dengan KPU, pemerintah mengusulkan jadwal pemungutan suara pada 15 Mei 2024.

Adapun Komisi II DPR menunda rapat bersama pemerintah dan KPU yang sedianya akan memutuskan tanggal pencoblosan Pemilu 2024, pada 6 Oktober 2021.

Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa mengatakan, dengan penundaan rapat tersebut, maka keputusan soal hari pencoblosan Pemilu 2024 akan diambil setelah DPR menyelesaikan masa reses.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasasi Ditolak, Eks Dirjen Kuathan Tetap Dihukum 12 Tahun Penjara di Kasus Satelit Kemenhan

Kasasi Ditolak, Eks Dirjen Kuathan Tetap Dihukum 12 Tahun Penjara di Kasus Satelit Kemenhan

Nasional
Praperadilan Budi Said Ditolak, Kejagung: Penyidik Sesuai Prosedur

Praperadilan Budi Said Ditolak, Kejagung: Penyidik Sesuai Prosedur

Nasional
RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

Nasional
Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perushaan Lain yang Tengah Dibidik

Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perushaan Lain yang Tengah Dibidik

Nasional
Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Nasional
Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Nasional
Dukungan ke Airlangga Mengalir Saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan Jadi Ketum Golkar

Dukungan ke Airlangga Mengalir Saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan Jadi Ketum Golkar

Nasional
Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Dibangun mulai September Tahun Ini

Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Dibangun mulai September Tahun Ini

Nasional
KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif 'Fee Proyek' yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif "Fee Proyek" yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

Nasional
Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Nasional
Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Nasional
Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Nasional
RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat

RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat

Nasional
Spanduk Seorang Ibu di Sumut Dirampas di Hadapan Jokowi, Istana Buka Suara

Spanduk Seorang Ibu di Sumut Dirampas di Hadapan Jokowi, Istana Buka Suara

Nasional
Jokowi dan Gibran Diisukan Masuk Golkar, Hasto Singgung Ada Jurang dengan PDI-P

Jokowi dan Gibran Diisukan Masuk Golkar, Hasto Singgung Ada Jurang dengan PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com