Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Dinasti Politik Kepala Daerah di Indonesia yang Sungguh Ambyar

Kompas.com - 23/10/2021, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Saat KPK tengah menuntaskan kasus jual beli jabatan yang menjerat suami istri itu, diketahui anak Hasan Aminudin dari istri pertama tengah bersiap untuk berlaga di Pilkada serentak 2024.

Baik Hasan dan istrinya Puput adalah kader Nasdem. Akan menjadi pertanyaan besar jika Nasdem tetap ngotot mengusung trah Hasan Aminuddin di Pilkada mendatang.

Politik dinasti tentu berpengaruh bagi demokrasi. Check and balance menjadi sulit terjadi ketika yang diawasi dan yang mengawasi berasal dari trah yang sama. Ini sangat fatal. 

Zulkieflimansyah pernah menulis soal dampak negatif politik dinasti yang dilanggengkan tanpa kepedulian dan kontrol dari legislatif, partai politik, dan masyarakat.

Cara tersebut hanya menjadikan partai sebagai mesin politik semata yang pada gilirannya menyumbat fungsi ideal partai sehingga tidak ada target lain kecuali kekuasaan.

Dalam posisi seperti ini, rekruitmen partai lebih didasarkan pada popularitas, kekayaan calon kepala daerah dan calon anggota legeslatif yang tujuannya semata-mata meraih kekuasaan.

Di sinilah kemudian muncul calon instan dan karbitan dari kalangan selebriti, pengusaha, “darah hijau” atau politik dinasti yang tidak melalui proses kaderisasi.

Konsekuensinya, ruang bagi kader-kader potensial yang berasal dari masyarakat tertutup. 

Sirkulasi kekuasaan hanya berputar di lingkungan elite dan pengusaha semata. Negosiasi dan penyusunan konspirasi kepentingan dalam menjalankan tugas kenegaraan sangat mungkin terjadi antar-dua kelompok itu.

Dampaknya kemudian, sulitnya mewujudkan cita-cita demokrasi karena tidak terciptanya pemerintahan yang baik dan bersih (clean and good governance).

Fungsi kontrol kekuasaan melemah dan tidak berjalan efektif. Penyimpangan kekuasaan seperti korupsi, kolusi dan nepotisme sangat besar peluangnya untuk terjadi (lagi).

Politik dinasti membuat orang yang tidak kompeten memegang kekuasaan. Orang yang kompeten menjadi tidak dipakai karena alasan bukan keluarga.

Di samping itu, cita-cita kenegaraan menjadi tidak terealisasikan karena pemimpin atau pejabat negara tidak mempunyai kapabilitas dalam menjalankan tugas (Mkri.id, 10 Juli 2015).

Dengan melihat berbagai ekses penyimpangan politik dinasti dari beberapa kasus kepala daerah yang dicokok KPK, semakin terlihat pilkada yang telah berjalan tidak selalu menghasilkan kepala daerah yang ideal.

Kepala daerah produk Pilkada 2020 kemarin misalnya, sudah menghasilkan “perwakilan” korps rompi oranye KPK.

Bupati Kolaka Timur Andi Merya dan Bupati Kuansing Adi Putra langsung menyandang status tersangka di KPK meski baru beberapa bulan menikmati jabatannya sebagai kepala daerah. Satu dari dua nama itu adalah produk politik dinasti.

Sementara kepala daerah lain yang berlabel tersangka KPK adalah produk Pilkada sebelumnya. Sebagian besar diantaranya dari politik dinasti. Sungguh ambyar!

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com