Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Dinasti Politik Kepala Daerah di Indonesia yang Sungguh Ambyar

Kompas.com - 23/10/2021, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SINETRON remaja “Ganteng-Ganteng Serigala” yang sempat memecahkan rekor sebagai salah satu tayangan televisi di tanah air dengan jumlah episode terbanyak sengaja saya gunakan sebagai padanan di jagat politik tanah air.

Baca juga: Ganteng-ganteng Koruptor: Kisah Serigala dari Kuansing

 

Antara “Ganteng-Ganteng Serigala” dan istilah saya “Ganteng-Ganteng Koruptor” memiliki banyak kemiripan.

Jika di sinteron kaum vampire harus mencari darah segar dari manusia untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya maka di ranah politik “Ganteng-Ganteng Koruptor” menghisap uang rakyat demi mempertahankan kemaruk hawa nafsunya.

Ah, istilah menghisap terlalu halus. Mereka maling, maling uang rakyat sambil bersembunyi di balik branding palsu yang terlihat baik.

Praktik politik yang melibatkan suami, istri, anak, menantu serta kerabat memiliki tendesi “kemunduran” dalam demokrasi.

Selain rawan dengan penyalahgunaan kekuasaan karena semua simpul kekuasaan memusat dalam satu keluarga, azas kesetaraan dalam politik sekadar utopia belaka.

Kasus suap perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit yang menyeret Bupati Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, Andi Putra yang akhirnya terkena Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT-KPK) beberapa waktu lalu ikut membuka tabir cengkeraman politik dinasti di kabupaten yang berjuluk Negeri Jalur itu.

Saat Andi Putra maju di periode keduanya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kuansing melalui Pemilu 2014 bahkan akhirnya didapuk menjadi Ketua DPRD Kuansing, ayah Andi yakni Sukarmis masih menjabat di periode keduanya sebagai Bupati Kuansing.

Duet ayah anak di jalur eksekutif dan legeslatif ini merupakan kali pertama dalam sejarah politik lokal di Riau.

Di pemilu 2019, Sukarmis yang tidak bisa maju lagi sebagai bupati mengalihkan "pengabdiannya" di jalur legislatif sebagai anggota DPRD Provinsi Riau. Berkat patron politiknya yang kuat di Golkar, ia mendapat posisi sebagai Ketua Badan Kehormatan.

Di Kuansing, Andi Putra yang sudah menjadi Ketua DPRD selama dua periode akhirnya berlaga di pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 berpasangan dengan Suhardiman Amby. Pasangan ini didukung Golkar, Demokrat, serta PKS.

Nah, yang menarik dari periode ini adalah terciptanya kembali pemusatan kekuasaan di tangan keluarga Sukarmis. Duet eksekutif-legislatif tidak lagi ayah dan anak, tapi kakak dan adik.  Andi Putra sang kakak menjadi Bupati, sementara sang adik, Adam, menjadi Ketua DPRD Kuansing.  

Adam yang bergelar doktor itu kelahiran April 1992. Anak Sukarmis yang lain, yang juga kakak dari Andi Putra dan Adam yang bernama Romi Alfisah Putra juga terpilih sebagai anggota DPRD Kuansing hasil Pemilu 2019. Ia menjabat sebagai Ketua Komisi III DPRD Kuansing (Kumparan.com, 20 Oktober 2021).

Pertanyaannya sederhana, kenapa partai politik membiarkan terjadinya politik dinasti yang tidak sehat di Kuansing?

Apakah tidak ada sosok selain keluarga Sukarmis yang harus dimajukan di Kuansing? Masak partai sebesar Golkar tidak menerapkan pola kaderisasi yang selektif dan benar?

Apakah partai tidak memiliki institusi yang ajeg melakukan monitoring aspirasi warga dan kondisi sebenarnya di Kuansing ?

Jika benar partai membiarkan langgengnya politik dinasti ini maka partai tak ubahnya bagai sarang penyamun, tempat kader-kader mafia kekuasaan disemai.

Golkar yang permisif

Ketika kasus dinasti politik Banten dengan berbagai drama di belakangnya mencuat, publik baru terhenyak.

Dinasati politik Banten dirintis Tubagus Chasan Sochid, kontaktor kepercayaan Kodam Siliwangi sejak 1950-an. Dari urusan bisnis, keluarga Tubagus perlahan merambah wilayah politik. 

Pembuka jalan di wilayah politik adalah Ratu Atut. Awalnya ia diplot sebagai wakil gubernur mendampingi Djoko Munandar pada 2002. Namun, karena Gubernur Djoko Munandar terbelit korupsi, Atut ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas Gubernur Banten.

Atut baru sah menjadi gubernur usai memenangi Pilkada 2007. Setelah itu, anak, menantu, dan kerabatnya menguasai hampir semua daerah di Banten, entah sebagai kepala daerah atau ketua DPRD bahkan maju sebagai anggota DPR.

Dominasi Atut goyah usai KPK menetapkannya sebagai tersangka pada 2013. Meski Atut tersingkir, para kerabatnya masih bercokol di beberapa daerah di Banten.

Gurita kekuasaan politik dan ekonomi keluarga Atut begitu kuat di tanah Banten.  Publik begitu marah. Golkar yang menjadi partai asal Atut hingga hari ini tidak pernah memecat Atut.

Bahkan Golkar selalu mendukung setiap klan Atut yang maju di Pilkada. Di Golkar, Atut pernah duduk sebagai salah satu ketua dewan pimpinan pusat di era Ketua Umum Aburizal Bakrie.

Publik yang semula mengira Golkar akan mengambil sikap tegas usai penangkapan Atut harus kecewa. Golkar begitu permisif dengan praktik dinasti politik, sekalipun itu merugikan rakyat.

Kasus penangkapan Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin oleh KPK beberapa waktu yang lalu juga menguatkan kesan permisif Golkar.

Golkar mendukung penuh Dodi yang adalah putra Gubernur Sumatera Selatan kala itu, Alex Noerdin. Cibiran publik hanya dianggap angin lalu. Yang penting menang Pilkada. Persetan urusan rakyat. 

Mana tanggung jawab partai?

Kegilaan dinasti politik Probolinggo, Jawa Timur, mungkin akan menjadi narasi abadi di perkuliahan politik dan menjadi contoh kasus yang unik sekaligus ambyar.

Hasan Aminuddin adalah Bupati Probolinggo dua periode (2003-2013). Setelah lengser, roda pemerintahan Probolinggo beralih ke istri mudanya, Puput Tantriana Sari.

Keduanya kongkalikong menggunakan kekuasaan untuk memperkaya diri sendiri dengan memperjualbelikan jabatan kepala desa.  Semua keputusan yang diambil Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari, termasuk proses seleksi jabatan harus mendapat persetujuan dari suaminya, Hasan Aminuddin yang notabene sudah tidak lagi menjabat sebagia bupati.

Saat KPK tengah menuntaskan kasus jual beli jabatan yang menjerat suami istri itu, diketahui anak Hasan Aminudin dari istri pertama tengah bersiap untuk berlaga di Pilkada serentak 2024.

Baik Hasan dan istrinya Puput adalah kader Nasdem. Akan menjadi pertanyaan besar jika Nasdem tetap ngotot mengusung trah Hasan Aminuddin di Pilkada mendatang.

Politik dinasti tentu berpengaruh bagi demokrasi. Check and balance menjadi sulit terjadi ketika yang diawasi dan yang mengawasi berasal dari trah yang sama. Ini sangat fatal. 

Zulkieflimansyah pernah menulis soal dampak negatif politik dinasti yang dilanggengkan tanpa kepedulian dan kontrol dari legislatif, partai politik, dan masyarakat.

Cara tersebut hanya menjadikan partai sebagai mesin politik semata yang pada gilirannya menyumbat fungsi ideal partai sehingga tidak ada target lain kecuali kekuasaan.

Dalam posisi seperti ini, rekruitmen partai lebih didasarkan pada popularitas, kekayaan calon kepala daerah dan calon anggota legeslatif yang tujuannya semata-mata meraih kekuasaan.

Di sinilah kemudian muncul calon instan dan karbitan dari kalangan selebriti, pengusaha, “darah hijau” atau politik dinasti yang tidak melalui proses kaderisasi.

Konsekuensinya, ruang bagi kader-kader potensial yang berasal dari masyarakat tertutup. 

Sirkulasi kekuasaan hanya berputar di lingkungan elite dan pengusaha semata. Negosiasi dan penyusunan konspirasi kepentingan dalam menjalankan tugas kenegaraan sangat mungkin terjadi antar-dua kelompok itu.

Dampaknya kemudian, sulitnya mewujudkan cita-cita demokrasi karena tidak terciptanya pemerintahan yang baik dan bersih (clean and good governance).

Fungsi kontrol kekuasaan melemah dan tidak berjalan efektif. Penyimpangan kekuasaan seperti korupsi, kolusi dan nepotisme sangat besar peluangnya untuk terjadi (lagi).

Politik dinasti membuat orang yang tidak kompeten memegang kekuasaan. Orang yang kompeten menjadi tidak dipakai karena alasan bukan keluarga.

Di samping itu, cita-cita kenegaraan menjadi tidak terealisasikan karena pemimpin atau pejabat negara tidak mempunyai kapabilitas dalam menjalankan tugas (Mkri.id, 10 Juli 2015).

Dengan melihat berbagai ekses penyimpangan politik dinasti dari beberapa kasus kepala daerah yang dicokok KPK, semakin terlihat pilkada yang telah berjalan tidak selalu menghasilkan kepala daerah yang ideal.

Kepala daerah produk Pilkada 2020 kemarin misalnya, sudah menghasilkan “perwakilan” korps rompi oranye KPK.

Bupati Kolaka Timur Andi Merya dan Bupati Kuansing Adi Putra langsung menyandang status tersangka di KPK meski baru beberapa bulan menikmati jabatannya sebagai kepala daerah. Satu dari dua nama itu adalah produk politik dinasti.

Sementara kepala daerah lain yang berlabel tersangka KPK adalah produk Pilkada sebelumnya. Sebagian besar diantaranya dari politik dinasti. Sungguh ambyar!

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bertemu Menlu Wang Yi, Jokowi Dorong China Ikut Bangun Transportasi di IKN

Bertemu Menlu Wang Yi, Jokowi Dorong China Ikut Bangun Transportasi di IKN

Nasional
Indonesia-China Sepakat Dukung Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Indonesia-China Sepakat Dukung Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
Setelah Bertemu Jokowi, Menlu China Wang Yi Akan Temui Prabowo

Setelah Bertemu Jokowi, Menlu China Wang Yi Akan Temui Prabowo

Nasional
Kasus Pengemudi Fortuner Pakai Pelat TNI Palsu: Pelaku Ditangkap, Dilaporkan ke Puspom dan Bareskrim

Kasus Pengemudi Fortuner Pakai Pelat TNI Palsu: Pelaku Ditangkap, Dilaporkan ke Puspom dan Bareskrim

Nasional
Saat Eks Ajudan SYL Bongkar Pemberian Uang dalam Tas ke Firli Bahuri

Saat Eks Ajudan SYL Bongkar Pemberian Uang dalam Tas ke Firli Bahuri

Nasional
Menlu Retno Bertemu Menlu Wang Yi, Bahas Kerja Sama Ekonomi dan Situasi Timur Tengah

Menlu Retno Bertemu Menlu Wang Yi, Bahas Kerja Sama Ekonomi dan Situasi Timur Tengah

Nasional
Soroti Kasus 'Ferienjob', Dirjen HAM Sebut Mahasiswa yang Akan Kerja Perlu Tahu Bahaya TPPO

Soroti Kasus "Ferienjob", Dirjen HAM Sebut Mahasiswa yang Akan Kerja Perlu Tahu Bahaya TPPO

Nasional
Mengkaji Arah Putusan MK dalam Sengketa Pilpres 2024

Mengkaji Arah Putusan MK dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Densus 88 Tangkap 7 Terduga Teroris Jaringan Jamaah Islamiyah di Sulawesi Tengah

Densus 88 Tangkap 7 Terduga Teroris Jaringan Jamaah Islamiyah di Sulawesi Tengah

Nasional
Mantan PM Inggris Tony Blair Temui Jokowi di Istana

Mantan PM Inggris Tony Blair Temui Jokowi di Istana

Nasional
Pendukung Akan Aksi di MK, TKN: Turun ke Jalan Bukan Gaya Prabowo Banget, tetapi Keadaan Memaksa

Pendukung Akan Aksi di MK, TKN: Turun ke Jalan Bukan Gaya Prabowo Banget, tetapi Keadaan Memaksa

Nasional
Menlu China Wang Yi Datang ke Istana untuk Temui Jokowi

Menlu China Wang Yi Datang ke Istana untuk Temui Jokowi

Nasional
Suami Zaskia Gotik, Sirajudin Machmud Jadi Saksi Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Suami Zaskia Gotik, Sirajudin Machmud Jadi Saksi Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Nasional
Banjir Dubai, Kemenlu Sebut Tak Ada WNI Jadi Korban

Banjir Dubai, Kemenlu Sebut Tak Ada WNI Jadi Korban

Nasional
Jokowi Ungkap Indikasi Pencucian Uang Lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Jokowi Ungkap Indikasi Pencucian Uang Lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com