JAKARTA, KOMPAS.com - Tepat hari ini, 20 September 2021, genap dua tahun Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin memimpin Indonesia.
Saat itu, Jokowi dan Ma'ruf memimpin Indonesia setelah berhasil mengalahkan pesaingnya, yaitu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam kontestasi Pemilihan Presiden 2019.
Pelantikan Jokowi pada 2019 merupakan periode keduanya sebagai Presiden. Pada periode kedua, Jokowi didampingi Ma'ruf Amin menggantikan Jusuf Kalla.
Jokowi mengaku tak ada persiapan khusus dalam pelantikan keduanya sebagai Presiden. Sejumlah aktivitas dilakukannya di hari pelantikannya, di antaranya menerima sejumlah kepala negara sahabat.
Baca juga: Jokowi-Maruf Amin Resmi Menjadi Presiden-Wapres 2019-2024
Ketika itu, Jokowi bertemu dengan Sultan Brunei Darussalam Sultan Hassanal Bolkiah, Perdana Menteri Australia Scott Morrison, serta Perdana Menteri Republik Singapura Lee Hsien Loong.
Berbeda dengan Jokowi, aparat keamanan justru bekerja keras dan mempersiapkan segala hal agar pelantikan Jokowi-Ma'ruf berjalan lancar. Jalur antara Istana Kepresidenan hingga Gedung DPR diamankan dengan sejumlah ruas jalan yang ditutup.
Kepolisian dan TNI berusaha memastikan tak ada gangguan maupun ancaman keamanan menjelang hingga sesudah pelantikan.
Baca juga: Resmi Dilantik, Jokowi-Maruf Dibanjiri Ucapan Selamat dari Sederet Instansi
Pelantikan Jokowi-Ma'ruf pada 20 Oktober 2019 berlangsung meriah. Sejumlah kemeriahan terlihat di Gedung DPR yang menjadi lokasi pelantikan. Anggota MPR, DPR, dan DPD sudah memenuhi Gedung Kura-kura di Kompleks Parlemen yang menjadi tempat Jokowi-Ma'ruf mengucap sumpah sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Suasana pelantikan semakin meriah karena kondisi politik yang juga sudah kondusif sejak pertemuan Jokowi dengan Prabowo di Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta pada 13 Juli 2019.
Prabowo saat itu juga memastikan diri tak ada lagi riak-riak sisa Pilpres 2019 dengan menghadiri pelantikan.
Baca juga: Sempat Minta Percepat, Projo Kini Siap Kawal Pelantikan Jokowi-Maruf 20 Oktober
Suasana juga semakin ramai dengan kehadiran sejumlah Presiden dan Wakil Presiden periode sebelumnya.
Kehadiran Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri juga menjadi sorotan. Sebab, sangat jarang Ketua Umum PDI-P dan Partai Demokrat itu hadir bersamaan di sebuah acara.
SBY tampak didampingi Wakil Presidennya pada periode kedua, ayitu Boediono. Sementara, Megawati didampingi Wakil Presiden pendampingnya, Hamzah Haz. SBY-Boediono dan Megawati-Hamzah Haz berdampingan saat memasuki ruang sidang paripurna.
Pembacaan sumpah jabatan
Suasana kemudian berubah khidmat saat Jokowi-Ma'ruf diambil sumpahnya sekitar pukul 16.00 WIB.
"Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa," ujar Jokowi.
Setelah itu, giliran Ma'ruf yang membacakan sumpah jabatan.
"Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Wakil Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa," ucap Ma'ruf.
Usai pengambilan sumpah, Jokowi dan Ma'ruf Amin pun menandatangani berita acara pelantikan yang disaksikan 10 pimpinan MPR. Jokowi dan Ma'ruf resmi memimpin Indonesia mulai 20 Oktober 2019.
Suasana di ruang sidang paripurna pun semakin meriah setelah Jokowi-Ma'ruf mengambil sumpah.
Hal ini terjadi ketika Jokowi menyapa Prabowo dan Sandiaga Uno sebelum membacakan pidato pertamanya sebagai Presiden di periode kedua.
Baik Prabowo dan Sandiaga Uno kemudian membalas sapaan Jokowi dengan salam hormat layaknya tentara.
Pidato pertama Jokowi di acara pelantikan tahun 2019 memuat impian dan cita-cita Indonesia di tahun 2045. Ketika itu, Jokowi dalam pidaotnya menyebut cita-citanya di tahun 2045 bahwa Indonesia telah keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah.
Di tahun 20145, Jokowi juga menargetkan Indonesia telah menjadi negara maju dengan pendapatan menurut hitung-hitungan Rp 320 juta per kapita per tahun atau Rp 27 juta per kapita per bulan.
Kemudian ia juga bermimpi agar di tahun 2045, produk Domestik Bruto Indonesia mencapai 7 triliun dollar AS. Lalu, Indonesia sudah masuk lima besar ekonomi dunia dengan kemiskinan mendekati nol persen.
Dalam pidatonya, Jokowi pun menyampaikan lima program prioritas untuk mencapai kemajuan Indonesia.
Lima program tersebut terdiri atas pembangunan SDM, pembangunan infrastruktur, penyederhanaan segala bentuk kendala regulasi, penyederhanaan birokrasi, dan transformasi ekonomi.
Di akhir pidatonya kemudian Jokowi mengajak seluruh masyarakat mewujudkan mimpi tersebut dengan peribahasa Bugis:
"Pura babbara’ sompekku… Pura tangkisi’ golikku…"
"Layarku sudah terkembang… Kemudiku sudah terpasang… Kita bersama, menuju Indonesia maju!" kata Jokowi menutup pidatonya.
Beda pelantikan 2014 dengan pelantikan 2019
Ada perbedaan yang sangat mencolok antara pelantikan Jokowi pada 2014 dengan pelantikan pada 2019.
Pada 2014, seusai prosesi pelantikan, Jokowi-JK disambut oleh masyarakat yang sudah mempersiapkan kirab budaya. Jokowi-JK tidak langsung menuju Istana, tetapi menuju Bundaran HI untuk menemui masyarakat.
Dari Bundaran HI, Jokowi diarak dengan kereta kencana menuju Monas. Di bagian selatan Monas, sudah dibangun panggung untuk keduanya menyapa rakyat yang sudah berkumpul.
Di tempat itu, Jokowi menyampaikan pidato keduanya sebagai presiden didampingi oleh Jusuf Kalla.
Setelah itu, baru lah Jokowi-JK menuju Istana Negara. Warga yang berkumpul di Monas kemudian dihibur oleh berbagai pertunjukan seni hingga jajanan gratis.
Sementara pada 2019, di hari pelantikan sejak pagi buta sebelum pelantikan, jalanan di sekitar Istana dan gedung DPR/MPR sudah ditutup.
Sedikitnya 30.000 personel TNI/Polri dikerahkan untuk memastikan jalannya pelantikan. Jumlah itu bertambah ketimbang pelantikan 2014 yang hanya 24.000 personel.
Usai pelantikan, Jokowi-Ma'ruf langsung menuju Istana. Tak ada acara arak-arakan dan pesta rakyat seperti lima tahun sebelumnya meski sejumlah relawan Jokowi memang memadati kawasan Monas, depan Istana.
Relawan dan pendukung sebenarnya sudah menyiapkan karnaval budaya untuk merayakan pelantikan Jokowi-Ma'ruf saat itu. Namun acara itu dibatalkan atas permintaan Jokowi sendiri.
Jokowi menyebut dirinya sengaja meminta tak ada arak-arakan agar ia dan Ma'ruf langsung fokus bekerja.
"Ya karena ini sudah yang kedua. Yang paling penting saya kira setelah pelantikan yang paling penting kita kerja bersama. Kerja bersama-sama membawa negara ini pada sebuah Indonesia maju," kata dia.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, Jokowi ingin acara pelantikannya berlangsung khidmat dan tidak digelar secara berlebihan. Moeldoko membantah permintaan Jokowi untuk membatalkan karnaval tersebut karena masalah keamanan.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid ketika itu menilai bahwa perbedaan suasana pelantikan Jokowi antara 2014 dan 2019 tidaklah mengagetkan.
Sebab, menurutnya, pada 2014, rakyat menyambut Jokowi sebagai pemimpin baru yang belum mempunyai dosa.
Namun pada akhir masa jabatan Jokowi di periode pertama, justru lahir berbagai kebijakan yang dipandang negatif masyarakat, salah satunya adalah revisi UU KPK.
Lebih parahnya, masyarakat yang memprotes atas revisi UU KPK tersebut melalui aksi unjuk rasa bertajuk #ReformasiDikorupsi justru mendapat perlakuan represif dari aparat.
Baca juga: Menilik Kembali Aksi #ReformasiDikorupsi Dua Tahun Lalu...
Awalnya aksi #ReformasiDikorupsi hanya di Jakarta, kemudian berkembang menjadi aksi nasional.
Serangkaian aksi yang terjadi mulai dari 23-30 September 2019 berlangsung di berbagai kota besar di Indonesia seperti Malang, Surabaya, Yogyakarta, Makassar, Palembang, Medan, Semarang, Bandung, Denpasar, Kendari, Tarakan, Samarinda, Banda Aceh, dan Palu.
Rangkaian aksi itu pun diwarnai kericuhan antara aparat dan peserta aksi. Sejumlah video yang beredar di media sosial, tampak jelas polisi melayangkan pukulan, tendangan dan benda tumpul ke arah demonstran yang sudah tidak berdaya.
"Polisi, bagaimanapun bekerja untuk pemerintah, sehingga sikap represif ini menunjukkan kalau pemerintah tidak punya komitmen tegas membela kebebasan berpendapat," ujar Usman.
Hal serupa juga disampaikan oleh Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Yati Andriyani.
Yati menilai pengetatan pengamanan saat pelantikan Jokowi-Ma'ruf tak terlepas dari kerasnya aksi protes jelang akhir jabatan Jokowi-Jk serta tindakan represif aparat.
Catatan KontraS menunjukkan, rangkaian unjuk rasa #ReformasiDikorupsi di berbagai daerah pada pengujung September 2019 mengakibatkan setidaknya lima korban meninggal, terdapat pula korban luka-luka, serta penangkapan serta penahanan sewenang-wenang.
Baca juga: Mengenang Mereka yang Meninggal dalam Aksi #ReformasiDikorupsi
Yati curiga pengerahan aparat berlebihan ini untuk mencegah aksi unjuk rasa dilakukan saat pelantikan.
Apalagi, sebelumnya Polda Metro Jaya telah menyatakan tak akan menerbitkan izin bagi masyarakat yang hendak berunjuk rasa di hari menjelang dan saat pelantikan Jokowi-Ma'ruf. Ia pun menyesalkan hal itu.
"Kalau negara ini mengaku demokratis, seharusnya pelarangan aksi atau berekspresi politik seharusnya difasilitasi negara, bukan justru dibatasi," kata Yati.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.