Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

747 Kasus Baru Covid-19, Pelonggaran Pembatasan, dan Potensi Penularan Virus

Kompas.com - 18/10/2021, 07:14 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah terus melakukan pelonggaran pembatasan di berbagai sektor seiring dengan melandainya penularan virus corona di Indonesia.

Penularan Covid-19 di Tanah Air belakangan memang sudah menunjukkan penurunan. Namun, jumlah masyarakat yang terjangkit Covid-19 masih terus bertambah.

Data Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 pada Minggu (17/10/2021) pukul 12.00 WIB menunjukkan, pasien positif Covid-19 bertambah 747 orang.

Dengan demikian, jumlah kasus Covid-19 di Indonesia kini mencapai 4.237.758 orang, terhitung sejak kasus pertama diumumkan pada 2 Maret tahun lalu.

Baca juga: UPDATE 17 Oktober: Tambah 747, Total Kasus Covid-19 di Indonesia Capai 4.237.758

Penambahan ini didapatkan dari hasil pemeriksaan terhadap 223.929 spesimen dalam 24 jam.

Berdasarkan data tersebut, kasus baru Covid-19 tersebar di 32 provinsi.

Terdapat lima provinsi yang mencatatkan penambahan kasus baru tertinggi yakni DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.

Data yang sama juga menunjukkan ada penambahan pasien sembuh sebanyak 1.086 orang. Sehingga pasien sembuh dari Covid-19 kini berjumlah 4.073.418 orang.

Kendati demikian, jumlah pasien yang meninggal dunia akibat Covid-19 di Tanah Air juga bertambah sebanyak 19 orang. Dengan demikian, total pasien Covid-19 tutup usia akibat mencapai 142.952 orang.

Baca juga: Update 17 Oktober: Bertambah 19, Pasien Covid-19 Meninggal Total 142.952 Orang

Pemerintah juga mencatat kasus aktif Covid-19 di Indonesia kini mencapai 18.388 orang dan suspek Covid-19 sebanyak 492.928 orang.

Pelonggaran pembatasan

Pelonggaran yang baru-baru ini dilakukan ialah terkait sektor pariwisata dan masa karantina.

Pemerintah kini memangkas masa karantina pelaku perjalanan dari luar negeri yang baru tiba di Indonesia dari delapan menjadi lima hari.

Ketentuan itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 20 Tahun 2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional Pada Masa Pandemi Covid-19.

SE yang diteken Ketua Satgas, Ganip Warsito pada 13 Oktober 2021 ini mulai efektif berlaku sejak Kamis (14/10/2021).

Baca juga: Pemerintah Tetapkan Karantina Pelaku Perjalanan Internasional 5 Hari, Epidemiolog: Lebih Efektif 8 Hari

Dilansir dari lembaran SE, pemerintah mewajibkan masa karantina selama 5 hari bagi pelaku perjalanan internasional yang WNI dan WNA.

Rinciannya yakni pada saat kedatangan, pelaku perjalanan internasional harus melakukan tes ulang RT-PCR dan diwajibkan menjalani karantina selama 5 x 24 jam.

Bagi pelaku perjalanan berstatus WNI, yaitu pekerja migran Indonesia (PMI), pelajar/mahasiswa atau pegawai pemerintah yang kembali dari perjalanan dinas luar negeri maka tempat karantina dan kewajiban RT-PCR biayanya ditanggung oleh pemerintah.

Kemudian, bagi WNI di luar kriteria di atas dan bagi WNA, termasuk diplomat asing, di luar kepala perwakilan asing dan keluarga kepala perwakilan asing menjalani karantina di tempat akomodasi karantina.

Baca juga: Rachel Vennya Kabur dari Karantina, Menkes: Harus Kembali dan Dihukum

Tempat akomodasi karantina sebagaimana yang dimaksud wajib mendapatkan rekomendasi dari Satgas Penanganan Covid-19 yang telah memenuhi syarat dan ketentuan dari perhimpunan hotel dan restoran Indonesia untuk kebersihan (cleanliness), kesehatan (health), keamanan (safety), dan kelestarian lingkungan (environment sustainability)-(CHSE) dan Kementerian yang membidangi urusan kesehatan untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya atau dinas provinsi yang membidangi urusan kesehatan di daerah terkait dengan sertifikasi protokol kesehatan Covid-19.

Namun, bagi perwakilan asing dan keluarga yang bertugas di Indonesia diperbolehkan melakukan karantina mandiri di kediaman masing-masing selama 5 x 24 jam.

Selanjutnya, jika hasil pemeriksaan ulang RT-PCR pada saat kedatangan menunjukkan hasil positif, maka dilakukan perawatan di fasilitas isolasi terpusat (isoter) untuk orang tanpa gejala dan orang dengan gejala ringan.

Baca juga: Pelaku Perjalanan Internasional Wajib Karantina Lima Hari, Kecuali Kriteria Ini

Sementara yang bergejala sedang dan berat melakukan isolasi di rumah sakit rujukan.

Biaya isolasi bagi WNI ditanggung oleh pemerintah dan biaya isolasi bagi WNA seluruhnya ditanggung mandiri.

Apabila WNA tidak dapat membiayai karantina mandiri dan/atau perawatannya di rumah sakit, maka pihak sponsor, kementerian/lembaga/BUMN yang memberikan pertimbangan izin masuk bagi WNA tersebut dapat dimintakan pertanggungjawaban yang dimaksud.

Baca juga: Anggota DPR Minta Sanksi Tegas Diberikan untuk Pelanggar Karantina Kesehatan

Selanjutnya, saat masa karantina memasuki hari keempat, pelaku perjalanan WNI dan WNA diminta melakukan tes RT-PCR kedua.

Jika tes ulang RT-PCR menunjukkan hasil negatif, maka WNI dan WNA diperkenankan melanjutkan perjalanan dan dianjurkan untuk kembali melakukan karantina mandiri selama 14 hari serta menerapkan protokol kesehatan.

Sementara itu, jika tes ulang RT PCR hasilnya positif maka dilakukan perawatan di fasilitas isoter untuk orang tanpa gejala dan gejala ringan.

Bagi WNI dan WNA dengan gejala sedang dan berat dirawat di rumah sakit rujukan.

Baca juga: Epidemiolog Pertanyakan Referensi Pemerintah Kurangi Masa Karantina Pelaku Perjalanan Internasional

Tidak tepat

Menanggapi perubahan kebijakan itu, Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiolog Indonesia (PAEI) Masdalina Pane menilai, keputusan pemerintah tidaklah tepat.

Sebab, kata dia, meski kasus Covid-19 sudah berada di titik rendah, namun situasi penularan virus masih terjadi dalam transmisi komunitas.

"Kalau mengurangi lima hari karena Covid-19 itu sudah terkendali saya kira tidak tepat. Mengapa? Walau kasus kita turun, saat ini kita ini masih berada pada situasi transmisi komunitas, itu artinya belum terkendali," kata Masdalina saat dihubungi Kompas.com, Rabu (13/10/2021).

Masdalina tak setuju dengan pengurangan masa karantina tersebut karena masa inkubasi rata-rata terjadi pada hari kelima dan keenam.

Baca juga: Varian Mu Ditemukan di Jepang, Inggris, AS, Kemenkes: Di Indonesia Belum, tapi Tetap Waspada

Apalagi, kata dia, penderita Covid-19 terkadang tidak merasakan gejala namun masih bisa menularkan virus.

"Meski penularannya kecil dan itu mencegah penularan dengan 3M di masyarakat, tapi lima hari masih puncak-puncaknya ya. Kita lihat saja nanti evaluasi kebijakan itu kalau kita ketemu varian lain, salah satu kontribusi dari karantina yang terlalu singkat," ujarnya.

Lebih lanjut, Masdalina mengingatkan, pengurangan masa karantina pernah dilakukan pemerintah pada Januari 2021, saat itu masa karantina pelaku perjalanan internasional juga ditetapkan menjadi lima hari.

Namun, masa karantina yang pendek tersebut berakibat pada masuknya variant of concern (VoC) ke Indonesia.

"Artinya cukup efektif delapan hari untuk karantina, nah sekarang kalau diturunkan (lagi) 5 hari, oke, mari kita amati saja nanti kalau ada masuk (varian) Mu maka kita ingatkan lagi," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com