Penularan Covid-19 di Tanah Air belakangan memang sudah menunjukkan penurunan. Namun, jumlah masyarakat yang terjangkit Covid-19 masih terus bertambah.
Data Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 pada Minggu (17/10/2021) pukul 12.00 WIB menunjukkan, pasien positif Covid-19 bertambah 747 orang.
Dengan demikian, jumlah kasus Covid-19 di Indonesia kini mencapai 4.237.758 orang, terhitung sejak kasus pertama diumumkan pada 2 Maret tahun lalu.
Penambahan ini didapatkan dari hasil pemeriksaan terhadap 223.929 spesimen dalam 24 jam.
Berdasarkan data tersebut, kasus baru Covid-19 tersebar di 32 provinsi.
Terdapat lima provinsi yang mencatatkan penambahan kasus baru tertinggi yakni DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.
Data yang sama juga menunjukkan ada penambahan pasien sembuh sebanyak 1.086 orang. Sehingga pasien sembuh dari Covid-19 kini berjumlah 4.073.418 orang.
Kendati demikian, jumlah pasien yang meninggal dunia akibat Covid-19 di Tanah Air juga bertambah sebanyak 19 orang. Dengan demikian, total pasien Covid-19 tutup usia akibat mencapai 142.952 orang.
Pemerintah juga mencatat kasus aktif Covid-19 di Indonesia kini mencapai 18.388 orang dan suspek Covid-19 sebanyak 492.928 orang.
Pelonggaran pembatasan
Pelonggaran yang baru-baru ini dilakukan ialah terkait sektor pariwisata dan masa karantina.
Pemerintah kini memangkas masa karantina pelaku perjalanan dari luar negeri yang baru tiba di Indonesia dari delapan menjadi lima hari.
Ketentuan itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 20 Tahun 2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional Pada Masa Pandemi Covid-19.
SE yang diteken Ketua Satgas, Ganip Warsito pada 13 Oktober 2021 ini mulai efektif berlaku sejak Kamis (14/10/2021).
Dilansir dari lembaran SE, pemerintah mewajibkan masa karantina selama 5 hari bagi pelaku perjalanan internasional yang WNI dan WNA.
Rinciannya yakni pada saat kedatangan, pelaku perjalanan internasional harus melakukan tes ulang RT-PCR dan diwajibkan menjalani karantina selama 5 x 24 jam.
Bagi pelaku perjalanan berstatus WNI, yaitu pekerja migran Indonesia (PMI), pelajar/mahasiswa atau pegawai pemerintah yang kembali dari perjalanan dinas luar negeri maka tempat karantina dan kewajiban RT-PCR biayanya ditanggung oleh pemerintah.
Kemudian, bagi WNI di luar kriteria di atas dan bagi WNA, termasuk diplomat asing, di luar kepala perwakilan asing dan keluarga kepala perwakilan asing menjalani karantina di tempat akomodasi karantina.
Tempat akomodasi karantina sebagaimana yang dimaksud wajib mendapatkan rekomendasi dari Satgas Penanganan Covid-19 yang telah memenuhi syarat dan ketentuan dari perhimpunan hotel dan restoran Indonesia untuk kebersihan (cleanliness), kesehatan (health), keamanan (safety), dan kelestarian lingkungan (environment sustainability)-(CHSE) dan Kementerian yang membidangi urusan kesehatan untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya atau dinas provinsi yang membidangi urusan kesehatan di daerah terkait dengan sertifikasi protokol kesehatan Covid-19.
Namun, bagi perwakilan asing dan keluarga yang bertugas di Indonesia diperbolehkan melakukan karantina mandiri di kediaman masing-masing selama 5 x 24 jam.
Selanjutnya, jika hasil pemeriksaan ulang RT-PCR pada saat kedatangan menunjukkan hasil positif, maka dilakukan perawatan di fasilitas isolasi terpusat (isoter) untuk orang tanpa gejala dan orang dengan gejala ringan.
Sementara yang bergejala sedang dan berat melakukan isolasi di rumah sakit rujukan.
Biaya isolasi bagi WNI ditanggung oleh pemerintah dan biaya isolasi bagi WNA seluruhnya ditanggung mandiri.
Apabila WNA tidak dapat membiayai karantina mandiri dan/atau perawatannya di rumah sakit, maka pihak sponsor, kementerian/lembaga/BUMN yang memberikan pertimbangan izin masuk bagi WNA tersebut dapat dimintakan pertanggungjawaban yang dimaksud.
Selanjutnya, saat masa karantina memasuki hari keempat, pelaku perjalanan WNI dan WNA diminta melakukan tes RT-PCR kedua.
Jika tes ulang RT-PCR menunjukkan hasil negatif, maka WNI dan WNA diperkenankan melanjutkan perjalanan dan dianjurkan untuk kembali melakukan karantina mandiri selama 14 hari serta menerapkan protokol kesehatan.
Sementara itu, jika tes ulang RT PCR hasilnya positif maka dilakukan perawatan di fasilitas isoter untuk orang tanpa gejala dan gejala ringan.
Bagi WNI dan WNA dengan gejala sedang dan berat dirawat di rumah sakit rujukan.
Tidak tepat
Menanggapi perubahan kebijakan itu, Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiolog Indonesia (PAEI) Masdalina Pane menilai, keputusan pemerintah tidaklah tepat.
Sebab, kata dia, meski kasus Covid-19 sudah berada di titik rendah, namun situasi penularan virus masih terjadi dalam transmisi komunitas.
"Kalau mengurangi lima hari karena Covid-19 itu sudah terkendali saya kira tidak tepat. Mengapa? Walau kasus kita turun, saat ini kita ini masih berada pada situasi transmisi komunitas, itu artinya belum terkendali," kata Masdalina saat dihubungi Kompas.com, Rabu (13/10/2021).
Masdalina tak setuju dengan pengurangan masa karantina tersebut karena masa inkubasi rata-rata terjadi pada hari kelima dan keenam.
Apalagi, kata dia, penderita Covid-19 terkadang tidak merasakan gejala namun masih bisa menularkan virus.
"Meski penularannya kecil dan itu mencegah penularan dengan 3M di masyarakat, tapi lima hari masih puncak-puncaknya ya. Kita lihat saja nanti evaluasi kebijakan itu kalau kita ketemu varian lain, salah satu kontribusi dari karantina yang terlalu singkat," ujarnya.
Lebih lanjut, Masdalina mengingatkan, pengurangan masa karantina pernah dilakukan pemerintah pada Januari 2021, saat itu masa karantina pelaku perjalanan internasional juga ditetapkan menjadi lima hari.
Namun, masa karantina yang pendek tersebut berakibat pada masuknya variant of concern (VoC) ke Indonesia.
"Artinya cukup efektif delapan hari untuk karantina, nah sekarang kalau diturunkan (lagi) 5 hari, oke, mari kita amati saja nanti kalau ada masuk (varian) Mu maka kita ingatkan lagi," ucap dia.
https://nasional.kompas.com/read/2021/10/18/07145891/747-kasus-baru-covid-19-pelonggaran-pembatasan-dan-potensi-penularan-virus