Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
R Graal Taliawo
Pegiat Politik Gagasan

Doktor Ilmu Politik dari Universitas Indonesia

 

Darurat Kekerasan Seksual!

Kompas.com - 11/10/2021, 05:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: R Graal Taliawo*

INDONESIA darurat kekerasan seksual terhadap anak-anak dan perempuan. Satu terbejat adalah kasus ayah kandung menghamili anak perempuannya sendiri yang berusia 15 tahun.

Kejadian ini terjadi di Tidore Kepulauan, Maluku Utara (news.malutpost.id, 1 Oktober 2021). Tak hanya itu, kekerasan seksual juga menjalar ke ruang universitas dan institusi negara.

Baca juga: Remaja 14 Tahun Lahirkan Bayi Perempuan, Ternyata Dicabuli Ayah Sendiri Berkali-kali

 

Kasus seorang mahasiswi di salah satu universitas yang dilecehkan oknum dosen saat melakukan bimbingan skripsi (Kompas.com, 1 Oktober 2021).

Kasus Blessmiyanda, mantan Kepala Badan Pengayaan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ) DKI Jakarta yang melakukan pelecehan seksual terhadap salah seorang staf (Kompas.com, 1 Oktober 2021). Bahkan tiga kasus ini tak cukup mewakili rentetan panjang kasus lainnya.

Value Champion, lembaga riset yang berbasis di Singapura, menobatkan Indonesia sebagai negara paling berbahaya kedua bagi perempuan di Kawasan Asia Pasifik (Tempo.co, 8 Maret 2019).

Ini linier dengan data kekerasan seksual versi Komnas Perempuan. Dari tahun ke tahun trennya meningkat.

Pada 2018 terdapat 406.178 kasus dan pada 2019 431.471 kasus (Tempo.co, 6 Maret 2020). Masa pandemi kabarnya semakin parah. Kementerian PPPA melansir bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan mencapai angka tertinggi pada masa pandemi (Okezone.com, 09 Juli 2021).

Indonesia bebas kekerasan seksual tampaknya masih sebatas mimpi di siang bolong. Di ruang-ruang yang harusnya bebas dari kekerasan seksual pun—ruang privat, universitas, dan institusi negara—faktanya justru turut memproduksi kasus.

Ini sangat mengkhawatirkan. Aspek kultural dan aspek struktural diindikasi sebagai faktor penyebab. Keduanya tak jarang menjadi landasan kita dalam berperilaku dan bermasyarakat, termasuk dalam kasus kekerasan seksual.

Baca juga: AJI Kecam Pelabelan Hoaks terhadap Berita Kasus Kekerasan Seksual di Luwu Timur

Patriarki: Melanggengkan Kekerasan Seksual

Aspek kultural turut menopang terjadinya kekerasan seksual, tepatnya budaya patriarki. Whisnant (2007) berpandangan bahwa perampasan kedaulatan tubuh perempuan, khususnya kontrol laki-laki atas penggunaan tubuh perempuan secara seksual dan reproduktif, sebagai elemen penentu utama patriarki (dalam Feminist Perspective on Rape, 2017).

Poin utama dalam cara pandang patriarki adalah adanya ketimpangan relasi antara perempuan dan laki-laki. Biasanya posisi perempuan selalu subordinat dan laki-laki dalam status yang dominan.

Ini kemudian menjadi narasi yang terkonstruksi sampai sekarang: laki-laki menguasai dan perempuan dikuasai. Ujungnya, tentu merugikan perempuan yang selalu dipandang sebagai objek untuk melakukan kekerasan seksual.

Cara pandang ini dimanfaatkan laki-laki dalam bentuk relasi ayah-anak, dosen-mahasiswa, pemberi kerja-penerima kerja, dan lainnya. Ini diperparah dengan adanya relasi kuasa.

Relasi secara budaya sudah timpang, ditambah lagi dengan relasi kuasa. Terlebih, jika laki-laki berada di posisi atau pekerjaan yang lebih tinggi dibanding perempuan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com