Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Jika 57 Pegawai Dianggap Kompeten di Polri, Tak Ada Alasan Halangi Mereka Bekerja di KPK"

Kompas.com - 01/10/2021, 05:30 WIB
Tatang Guritno,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengkritik pemecatan 57 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).

Sebab, meski dinyatakan tak memenuhi syarat, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berencana merekrut seluruh pegawai itu menjadi aparatur sipil negara (ASN) di kepolisian.

"Bagaimana mungkin pegawai yang dianggap tidak cukup berwawasan kenegaraan untuk bekerja di KPK, dianggap memenuhi syarat untuk bekerja di Polri?” ujar Usman, dalam keterangan tertulis, Kamis (30/9/2021).

Baca juga: Amnesty Minta Jokowi Tak Cuci Tangan soal Pemecatan Pegawai KPK

Usman berpandangan, rencana perekrutan itu justru menunjukkan bahwa pelaksanaan TWK dalam alih status pegawai KPK menjadi ASN tidak valid.

Oleh sebab itu, menurut Usman, pemerintah seharusnya memulihkan hak 57 pegawai agar tetap bekerja di KPK.

“Jika 57 pegawai ini dianggap cukup kompeten untuk bekerja di Polri, maka seharusnya tidak ada alasan untuk menghalangi mereka bekerja di KPK,” ucap dia.

Selain itu, Usman mengatakan, perekrutan 57 pegawai KPK menjadi ASN Polri tidak lantas menyelesaikan masalah utama, yakni TWK.

Usman menilai, langkah yang harus diambil oleh Presiden Joko Widodo yakni membatalkan hasil TWK dan mengembalikan status 57 orang itu sebagai pegawai KPK.

“Menempatkan pegawai KPK yang dianggap tidak lolos TWK sebagai ASN di jajaran kepolisian tidak serta merta mengatasi pelanggaran HAM yang terjadi selama proses TWK,” papar dia.

Baca juga: Pegawai Nonaktif KPK Serahkan Petisi Pembatalan TWK kepada Jokowi

Diketahui 57 pegawai KPK yang tak lolos TWK diberhentikan secara hormat pada 30 September 2021.

Belakangan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan rencana untuk merekrut para pegawai nonaktif itu sebagai aparatur sipil negara (ASN) di Polri.

Menurut Listyo, rencana tersebut telah mendapatkan izin dari Presiden Joko Widodo.

Listyo berpendapat, Polri membutuhkan kontribusi 57 pegawai KPK itu untuk mengemban tugas di Bareskrim, khususnya terkait penanganan kasus tindak pidana korupsi (tipikor).

Ia juga menilai para pegawai KPK yang dipecat itu memiliki rekam jejak dan pengalaman yang memadai.

Namun, sejumlah organisasi non-pemerintah yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi berharap Presiden Jokowi segera bersikap.

Baca juga: Gonjang-ganjing di KPK, Kemerosotan Kepercayaan Publik, dan Ketidaktegasan Sikap Jokowi

Berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) atas uji materi Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021, tindak lanjut dari hasil TWK diserahkan kepada pemerintah.

Selain itu, hasil pemeriksaan Ombudsman RI menemukan adanya malaadministrasi saat penyelenggaraan asesmen.

Sementara, hasil penyelidikan Komnas HAM menunjukkan ada 11 jenis pelanggaran hak asasi dalam pelaksanaan TWK.

Komnas HAM merekomendasikan agar Presiden Jokowi memulihkan status pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat menjadi ASN. Kemudian, Presiden juga diminta untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses TWK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com