Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Babak Baru Drama Demokrat: Kubu Moeldoko Judicial Review AD/ART ke MA

Kompas.com - 24/09/2021, 08:01 WIB
Ardito Ramadhan,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Konflik perebutan kursi ketua umum Partai Demokrat memasuki episode baru setelah kubu Moeldoko mengajukan judicial review (JR) terhadap Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat Tahun 2020 ke Mahkamah Agung (MA).

Empat mantan anggota Partai Demokrat yang merapat ke kubu Moeldoko menggandeng advokat ternama, Yusril Ihza Mahendra, sebagai kuasa hukum dalam JR dengan termohon Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly selaku pihak yang mengesahkan AD/ART tersebut.

"Judicial review dimaksud meliputi pengujian formil dan materil terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/RT) Partai Demokrat Tahun 2020 yang telah disahkan Menkumham tanggal 18 Mei 2020," kata Yusril dalam siaran pers, Kamis (23/9/2021).

Yusril mengakui, langkah menguji formil dan materil AD/ART partai politik merupakan hal baru dalam hukum Indonesia.

Ia mendalilkan bahwa MA berwenang untuk menguji AD/ART partai politik karena AD/ART dibuat oleh sebuah partai atas perintah undang-undang dan delegasi yang diberikan UU Partai Politik.

"Nah, kalau AD/ART Parpol itu ternyata prosedur pembentukannya dan materi pengaturannya ternyata bertentangan dengan undang-undang, bahkan bertentangan dengan UUD 1945, maka lembaga apa yang berwenang untuk menguji dan membatalkannya? Ada kevakuman hukum untuk menyelesaikan persoalan di atas," ujar Yusril.

Baca juga: Demokrat Yakin Hakim Agung Akan Profesional Dalam Menangani Gugatan AD/ART yang Diajukan Kubu Moeldoko

Ia berpandangan, mahkamah partai yang merupakan peradilan internal partai tidak berwenang menguji AD/ART. Begitu pula pengadilan negeri dan pengadilan tata usaha negara karena kewenangannya hanya untuk mengadili sengketa putusan tata usaha negara.

Mantan Menteri Sekretaris Negara itu mengaku telah menyusun argumen yang meyakinkan dan dikuatkan dengan pendapat para ahli bahwa harus ada lembaga yang berwenang menguji AD/ART untuk memastikan prosedur pembentukannya dan materi muatannya sesuai UU atau tidak.

"Sebab penyusunan AD/ART tidaklah sembarangan karena dia dibentuk atas dasar perintah dan pendelegasian wewenang yang diberikan oleh undang-undang," kata dia.

Yusril melanjutkan, partai politik memiliki peran besar dalam kehidupan demokrasi dan penyelenggaraaan negara, sehingga partai tidak bisa sesuka hatinya membuat AD/ART.

"Saya berpendapat jangan ada partai yang dibentuk dan dikelola 'suka-suka' oleh para pendiri atau tokoh-tokoh penting di dalamnya yang dilegitimasi oleh AD/ARTnya yang ternyata bertentangan dengan undang-undang dan bahkan UUD 1945," ujar Yusril.

Oleh karena itu, Yusril mengatakan, MA mesti melakukan terobosan hukum untuk memeriksa, mengadili dan memutus apakah AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020 bertentangan dengan UU atau tidak.

Ia pun membeberkan sejumlah hal yang perlu diuji misalnya soal kewenangan Majelis Tinggi Partai serta ketentuan soal syarat menggelar kongres luar biasa (KLB) yang harus disetujui oleh Majelis Tinggi Partai.

Baca juga: Kubu Moeldoko Uji Materi AD/ART, Demokrat: Cari Pembenaran Begal Politik

Demi Demokrasi

Yusril berpendapat, pengujian AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung ini sangat penting dalam membangun demokrasi yang sehat di Indonesia.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com