Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Sebut TWK Tak Boleh Merugikan, tetapi 56 Pegawai KPK Dipecat Tanpa Pesangon

Kompas.com - 22/09/2021, 15:59 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo sebelumnya pernah menyatakan secara tegas bahwa Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang menjadi bagian dari proses alih status kepegawaian di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak boleh merugikan para pegawainya.

"Saya sependapat dengan pertimbangan MK dalam putusan pengujian UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua UU KPK yang menyatakan bahwa proses pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN," ujar Jokowi dalam keterangan pers secara virtual pada Senin (17/5/2021).

Sehingga, Jokowi meminta pimpinan KPK, Menpan RB, dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk merancang tindak lanjut bagi 75 orang pegawai KPK yang saat ini dinyatakan tidak lolos tes.

Baca juga: KPK Tak Akan Beri Pesangon dan Uang Pensiun untuk Pegawai yang Dipecat per 30 September 2021

 

Jokowi menegaskan tindak lanjut itu harus sesuai dengan prinsip-prinsip pemberantasan korupsi yang lebih sistematis.

"Saya minta kepada para pihak terkait, khususnya pimpinan KPK, Menteri PAN RB dan Kepala BKN untuk merancang tindak lanjut bagi 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus tes dengan prinsip-prinsip sebagaimana saya sampaikan tadi," jelasnya.

Namun nyatanya pernyataan Presiden Jokowi tak digubris Ketua KPK Firli Bahuri yang tetap mempertahankan keputusannya untuk memecat pegawai KPK yang tak lolos TWK.

Dari 75 pegawai, hanya 18 orang yang akhirnya masih dianggap memenuhi syarat. Sebanyak 18 orang itu akhirnya dilantik menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di KPK.

Kendati demikian persoalan belum selesai. Sebanyak 57 (1 orang pensiun sehingga tersisa 56) pegawai KPK yang tak lolos TWK tetap memperjuangkan nasibnya dengan melaporkan para pimpinan KPK ke Komnas HAM dan Ombudsman RI.

Baca juga: Komnas HAM Harap Bertemu Jokowi untuk Jelaskan Rekomendasi Terkait TWK Pegawai KPK

Hasilnya, berdasarkan penyelidikan, Komnas HAM menyatakan, ada 11 pelanggaran HAM dalam proses alih status pegawai KPK menjadi ASN melalui TWK.

Salah satu temuan Komnas HAM yakni pengabaian dan ketidakpatuhan terhadap Putusan MK No. 70/PUU-XVII/2019 dan arahan Presiden Republik Indonesia secara sadar dan sengaja yang dilakukan oleh KPK secara bersama-sama dengan instansi lain.

Padahal, pertimbangan hukum dari putusan MK maupun arahan presiden sebagai pejabat pembina kepegawaian tertinggi di Republik Indonesia menyatakan bahwa asesmen TWK tidak boleh merugikan pegawai.

Selain itu, asesmen tersebut juga tidak serta-merta dapat digunakan untuk memberhentikan pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat (TMS).

Sehingga semua kebijakan dan tindakan yang diambil tidak boleh mengurangi apalagi menghilangkan hak-hak pegawai KPK untuk diangkat sebagai pegawai ASN.

Baca juga: Jokowi Sigap Saat Jadi Saksi Nikah Influencer, Lepas Tangan soal TWK KPK

 

"Namun faktualnya, muncul Surat Keputusan (SK) Nomor 652 Tahun 2021 tertanggal 7 Mei 2021 tentang Hasil Asesmen TWK Pegawai yang TMS," ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, dalam konferensi pers, Senin (16/8/2021).

"Dengan demikian, keputusan tersebut patut diduga melanggar HAM, termasuk pihak yang menandatangani surat tersebut, yaitu Pimpinan KPK," kata dia.

Adapun berdasarkan hasl penyelidikan, Ombudsman menyatakan KPK harus memperbaiki perbuatan-perbuatan hukum yang telah diambil dalam kebijakan alih status pegawai KPK menjadi ASN.

"Di sana ada implikasi-implikasi perbuatan yang harus dipenuhi yaitu perbaikan terhadap proses dan perbaikan terhadap regulasi," Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih dalam konferensi pers, Rabu (21/7/2021).

Temuan-temuan dan pendapat Ombudsman dalam laporan itu, kata dia, mengikat secara hukum.

Baca juga: Jokowi Sudah Terima Surat Rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman soal TWK KPK

"Karena produk yang dihasilkan oleh Ombudsman adalah produk hukum, oleh karena itu harus dipatuhi oleh para penyelenggara publik yang terlapor, yang dapat keluhan dari masyarakat tentang penyelenggaraan pelayanan publiknya," ujar Najih.

Sementara itu, apabila tindakan korektif tidak dilaksanakan oleh KPK, Najih menyebut, Ombudsman akan masuk ke tahap berikutnya, yakni tahap rekomendasi.

Ia mengatakan, rekomendasi adalah produk hukum akhir dari sumber yang wajib dilaksanakan oleh pihak penyelenggara pelayanan publik yang menjadi terlapor.

"Karena rekomendasi Ombudsman adalah produk hukum maka sebagai negara hukum tentu semua aparat para penyelenggara negara, para penyelenggara pelayanan publik patuh hukum, apabila tidak mematuhi rekomendasi Ombudsman, sama dengan tidak patuh hukum," ujar Najih.

Bukannya, mematuhi rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM, pimpinan KPK bersikeras pada keputusan pemecatan 56 pegawai KPK yang tak lolos TWK.

KPK bahkan tidak memberikan pesangon dan uang pensiun kepada 56 pegawai yang akan diberhentikan dengan hormat per 30 September 2021.

Kendati demikian, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, pegawai yang akan dipecat itu akan tetap menerima tunjangan hari tua (THT).

Baca juga: Desakan agar Jokowi Beri Sikap Terhadap Polemik Pemberhentian 56 Pegawai KPK

"Pegawai KPK yang berhenti dengan hormat memang tidak mendapatkan pesangon dan uang pensiun, namun KPK memberikan tunjangan hari tua sebagai pengganti manfaat pensiun," ujar Ali melalui keterangan tertulis, Selasa (21/9/2021).

Adapun Presiden Jokowi mengatakan, dia tidak akan banyak berkomentar mengenai nasib 56 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang akan diberhentikan.

Jokowi mengaku tak turun tangan menyelesaikan polemik alih status pegawai KPK yang berujung pada pemecatan 56 pegawai itu. Ia menyatakan menghormati proses hukum yang sedang berjalan.

"Saya enggak akan jawab, tunggu keputusan MA dan MK," kata Jokowi ketika bertemu di hadapan sejumlah pemimpin redaksi media di Istana Kepresidenan pada 15 September 2021, sebagaimana dilansir dari pemberitaan KompasTV, Kamis (16/9/2021). 

Oleh karena itu, Jokowi mengingatkan agar segala persoalan jangan kemudian selalu dilimpahkan atau ditarik ke presiden.

"Jangan apa-apa ditarik ke Presiden. Ini adalah sopan-santun ketatanegaraan. Saya harus hormati proses hukum yang sedang berjalan," ucap Jokowi.

 

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggap Jokowi Bukan Kader Lagi, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Anggap Jokowi Bukan Kader Lagi, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com