JAKARTA, KOMPAS.com – Seratus aktivis demokrasi meminta Presiden Joko Widodo mengusut auktor intelektualis di balik kematian aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib.
Dalam keterangan tertulis itu 100 aktivis demokrasi memberikan dua alasan untuk mengungkap kasus kematian Munir.
"Pertama, kami menilai kasus kematian Munir adalah pembunuhan politik," demikian pernyataan tertulis, Selasa (7/9/2021).
"Kuat dugaan kasus ini berhubungan dengan situasi demokrasi saat peristiwa yakni putaran akhir pemilihan langsung presiden yang berlangsung kurang dari dua pekan sesudahnya yaitu 20 September 2004."
Baca juga: Pemerintah Diminta Bentuk Lagi TPF Kasus Pembunuhan Munir
Menurut para aktivis, peran Munir dalam Pemilihan Presiden putaran pertama tahun 2004 dapat menjadi faktor penting untuk mengungkap motif pembunuhan itu.
"Termasuk efek yang diinginkan auktor intelektualis pembunuh Munir dalam arena politik demokrasi elektoral ketika itu."
Alasan kedua, pembunuhan politik berbeda denga kekerasan politik biasa. Karakter korban dalam pembunuhan politik sangat mungkin menjadi tujuan dari pembunuhan.
"Pembunuhan politik kerap menimpa orang-orang yang dinilai berseberangan dengan pemerintah. Munir jelas kritis pada institusi keamanan seperti militer dan intelijen," ungkap 100 aktivis.
"Munir juga vokal menyuarakan pertanggungjawaban negara untuk mengadili elite-elite tertentu yang berlatar belakang militer, atas sebuah pelanggaran HAM."
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Munir Dibunuh di Udara
Dalam pernyataan tertulisnya 100 aktivis demokrasi menegaskan bahwa kematian Munir menjadi peringatan bagi seluruh masyarakat Indonesia setidaknya akan dua hal.
Pertama, menurut para aktivis, kotornya perpolitikan Indonesia saat berlangsung persaingan dalam pilpres pertama dalam perjalanan sejarah Indonesia.
"Kedua, betapa minimnya jaminan keamanan maupun perlindungan hukum bagi pejuang demokrasi, HAM dan keadilan sosial."
Terakhir, mereka mendesak Jokowi untuk melakukan pengungkapan dan mencari auktor intelektualis dalam kasus pembunuhan tersebut.
"Pengusutan auktor intelektualis sangat penting untuk menunjukkan komitmen Presiden atas demokrasi. Ketidakmauan politik untuk membuktikan komitmen itu adalah cermin mengakarnya sifat otoritarianisme dalam negara Indonesia."
Baca juga: 17 Tahun Kematian Munir: Misteri Tak Kunjung Berjawab yang Terancam Kedaluwarsa
Adapun 100 aktivis tersebut terdiri dari para aktivis organisasi masyarakat sipil seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontas), Amnesty Indonesia, Public Virtue Research Institute, Themis Indonesia sampai gerakan mahasiswa dan buruh Indonesia.
Mereka adalah Tamrin Amal Tamagola, Feri Amsari, Anita Wahid, Asfinawati, Fatia Maulidyanti, Haris Azhar, Khoirunnisa, Usman Hamid, Anis Hidayah, John Muhammad, Diah Suradiredja, Def Tri H.
Darmawan Litswanto, Bekti Wibowo, Dika Muhammad, Miya Irawati, Destika Gilang, Andesha Hermintomo, A Faruuq, Asnil Bambani, Bivitri Susanti, Mochamad Iqbal, Khamid Istakhori, Nurita Anandia, Nikko Bayuaji.
Selain itu, ada Cholil Mahmud, Busyro Muqoddas, Lukman Hakim, Ibnu Syamsu, Nur Amalia, Roy Murtadho, Safina Maulida, Dodi Rokhdian, Ari Pramuditya, Dian Septi, Ilhamsyah, Diah Kusumaningrum.
Selanjutnya, Nandito Putra, Sayyidatul Insyiah, Usap Hasan Sadikin, Al Araf, William Putra Daniel, Naysilla, Diah Kusumaningrum, Deddy Prihambudy, Lembaga Instruments, Mesak Habari, Awin Sutan Mudo, Dian Septi.
Kemudian, Jumish, Valerie Melissa, Ari Trismana, Wenny Mustikasari, Roland Gunawan, Dian Tri Irawati, Bagas Dwipantara, Nama Askahalni, Fijtri Bintang, Djoko Supriyanto, Ivan Kurniawan, Ilham B Saenong, Ade Kusumaningrum, Raafi Nurkarim, Pukat UGM, Moh Hikari Ersana, Ramadhanti Firmaningsih, Suharto, Nurina Savitri, Muhammad Haikal, Mukti Tama, Awin Sutan, Yerry Niko, Dede Oetomo, Ari Wijayanto.
Lalu, Ajeng Kesuma, Palti Panjaitan, Zubaidah Djohar, Arifsyah Nasution, Yansen Dinata, Gufroni, Zainal Arifin Mochtar, Yusril Asadudin Mukav, Klinik Advokasi HAM, Debbie Prabawati, Na’am Seknun, Nadil Fiady, Himpunan Mahasiswa Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol UGM.
Ada juga Annisa Antania Hanjani, Alves Fonataba, Leonard Simanjutnak, Wahyu Dhyatmika, Rakha Hifzan, Dewan Mahasiswa Justicia FH UGM, Farhan Abdilllah Dalimunthe, Agus Jabo Priyono, Binbin Firman, Mesak Habari, Gufroni, Zubaidah Djohar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.