JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah diminta membentuk kembali tim pencari fakta (TPF) dalam kasus kematian aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib.
Menurut Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati TPF baru harus bekerja dengan melanjutkan hasil temuan dari TPF lama.
“Setelah bertahun-tahun karena belum (kasus) ini belum tuntas patut dibuat TPF baru agar penyelidikan lebih maju,” terang Asfinawati dalam diskusi virtual yang diadakan Tim Public Virtue Research Institute dan Themis Indonesia, Senin (6/9/2021).
Baca juga: 17 Tahun Kematian Munir: Misteri Tak Kunjung Berjawab yang Terancam Kedaluwarsa
Asfinawati menjelaskan TPF baru penting dibentuk untuk melakukan penyelidikan dari berbagai kejanggalan atas kasus kematian Munir.
Salah satunya adalah meninjau kembali putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memutus bebas mantan Deputi V BIN Mayjen Purn Muchdi Purwoprandjono dalam perkara ini.
“Misalnya salah satu tugasnya adalah meninjau ulang putusan PN Jakarta Selatan yang membebaskan Muchdi Purwoprandjono,” kata dia.
Asfinawati menyebut bahwa temuan TPF lama dapat ditindaklanjuti salah satunya adalah terkait kemungkinan institusi negara yaitu Badan Intelijen Negara (BIN) yang terlibat dalam pembunuhan Munir.
“Jadi hal ini masih bisa ditindaklanjuti baik dengan penegakan hukum atau dengan perbaikan keorganisasiannya. Agar tidak ada lagi lembaga-lembaga di Indonesia yang digunakan untuk kepentingan pribadi,” imbuh dia.
Diketahui hari ini 17 tahun yang lalu aktivis HAM Munir Said Thalib meninggal dunia di dalam pesawat Garuda Indonesia bernomor GA-974.
Munir meninggal dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam, Belanda pukul 08.10 waktu setempat.
Dalam penyelidikan diketahui kematian Munir akibat senyawa arsenik yang ada dalam tubuh aktivis HAM itu.
Dalam perkara ini mantan pilot Garuda Indonesia Pollycarpus Budihari Priyanto dinyatakan sebagai terpidana pembunuhan munir, ia kemudian menjalani hukuman penjara selama 14 tahun.
Baca juga: Komnas HAM Belum Satu Suara Kasus Munir Masuk Kategori Pelanggaran HAM Berat
Selain itu Direktur Utama Garuda Indonesia Indra Setiawan juga menjadi terpidana dan divonis 1 tahun penjara karena menandatangani surat tugas untuk Pollycarpus untuk melakukan perjalanan bersama pesawat yang membawa Munir, meski status Pollycarpus sedang cuti.
Dalam persidangan Indra membantah terlibat dalam kasus pembunuhan itu, namun dugaan muncul bahwa surat tugas itu dibuat Indra setelah menerima surat dari BIN.
Deputi V Bin Mayjen Purn Muchdi Purwoprandjono juga terseret dalam perkara ini. Muchdi menyerahkan diri sebelum diperiksa oleh kpolisian. Namun dalam persidangan 13 Desember 2008 Muchdi divonis bebas dari segala dakwaan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.