Sedangkan yang keempat, kebocoran terjadi karena tidak kuatnya lembaga pemantau, pengawas, dan pengarah.
"Bisa jadi sertifikasi yang dikeluarkan tidak memadai atau tidak sebanding dengan keterampilan pengelolanya. Selama ini pengawasan dan sertifikasi dilakukan oleh Kominfo. Dan ini sudah terbukti tidak berfungsi dan tidak berjalan dengan memadai," kata Sukamta.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu menegaskan, pemerintah mesti menunjukkan niat baik untuk menyetujui keberadaan lembaga pengawas otoritas pengelola data pribadi yang kuat dalam RUU PDP
"Mau sampai kapan dan seberapa parah persoalan ini akan dibiarkan?" kata dia.
Baca juga: Deretan Kasus Kebocoran Data Pribadi dalam Dua Tahun Terakhir...
Anggota Komisi I DPR Dave Laksono menambahkan, ketika RUU PDP telah selesai dibahas dan disahkan kelak, pemerintah tidak boleh lepas tangan.
Politikus Partai Golkar itu mengatakan, pemerintah nanti perlu mengambil langkah-langkah berikutnya yakni soal teknis seperti apa cara menjamin data masyarakat akan terlindungi.
"Upgrading, baik dari storage system-nya, security system server-nya daripada peralatan-peralatan yang menyimpan data tersebut," kata Dave.
Baca juga: Data Pribadi Banyak Tersebar di Medsos, Dukcapil Minta Kemenkominfo Lakukan Take Down
Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) Damar Juniarto berpandangan, kasus kebocoran data Jokowi tidak hanya menunjukkan urgensi RUU PDP untuk disahkan.
"Di titik inilah guna disahkannya RUU Perlindungan Data Pribadi, tetapi yang lebih penting lagi, aturan yang memenuhi standar internasional," kata Damar.
Ia menyarankan agar Indonesia mengikuti standar proteksi yang ada di Uni Eropa seperti General Data Protection Regulation (GDPR).
Baca juga: Safenet: Sahkan RUU Perlindungan Data Pribadi, Ikuti Standar Proteksi di Uni Eropa