Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PKB Nilai Penanganan Pandemi dan Pemulihan Ekonomi Lebih Mendesak, Bukan Amendemen UUD 1945

Kompas.com - 29/08/2021, 13:09 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Faisol Riza mengatakan, dibandingkan amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yang paling mendesak saat ini adalah penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonominya.

Hal itu pula yang membuat pihaknya saat ini masih mempelajari apakah UUD 1945 tersebut butuh diamendemen atau tidak. Termasuk melihat kemungkinan apakah amendemen tersebut mendesak dilakukan atau tidak.

"Yang mendesak sekarang adalah menangani covid dan pemulihan ekonomi," kata Faisol kepada Kompas.com, Minggu (29/8/2021).

Meskipun demikian, Faisol mengakui bahwa amendemen UUD 1945 dibutuhkan. Hanya saja saat ini kebutuhan tersebut belum mendesak.

Di samping itu, kata dia, amendemen UUD 1945 bisa dilakukan apabila mayoritas partai politik menghendaki.

Baca juga: Soal Amendemen UUD 1945, PKB: Kebutuhan Pasti Ada, tapi Belum Mendesak

"Kebutuhan pasti ada tapi belum mendesak dan kami (PKB) masih mempelajari apakah butuh amendemen dan apakah kebutuhan amendemen benar-benar mendesak," kata dia.

Faisol mengakui bahwa PKB sudah mengikuti berbagai proses amendemen UUD 1945 sebelumnya dan mengetahui apa saja yang akan dihadapi.

Dengan demikian, pihaknya menilai bahwa amendemen UUD 1945 tersebut bisa dilakukan tetapi memang tidak mudah.

Faisol juga memastikan, dalam beberapa kali pertemuan partai koalisi pemerintah, tidak ada pembahasan soal amendemen UUD 1945 meski sudah ramai dibicarakan publik.

Termasuk dalam pertemuan sejumlah partai politik dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana beberapa waktu lalu.

Diketahui saat ini MPR sedang mengkaji amendemen UUD 1945 terkait Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

Baca juga: Gerindra Dukung Amendemen UUD Jadi Prioritas Setelah Penanganan Pandemi

Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan, penyusunan hasil kajian itu diharapkan rampung pada awal 2022.

Menurut dia, amendemen konstitusi dilakukan secara terbatas dengan penambahan dua ayat atau ketentuan.

"Sehingga, amandemen terbatas tidak akan mengarah kepada hal lain di luar PPHN," kata Bambang, Jumat (20/8/2021).

Penambahan ketentuan itu terkait kewenangan MPR untuk mengubah dan menetapkan haluan negara, yakni dengan menambah satu ayat pada Pasal 3 UUD 1945.

Bambang mengatakan, PPHN dibutuhkan sebagai pedoman atau arah penyelenggaraan negara.

Dengan begitu, bangsa Indonesia tak lantas berganti haluan setiap pergantian presiden-wakil presiden.

Menurut dia, usulan untuk mengadakan PPHN sebagai arah pembangunan nasional merupakan rekomendasi MPR periode 2009-2014 dan 2014-2019.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com