JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Faisol Riza mengatakan, dibandingkan amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yang paling mendesak saat ini adalah penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonominya.
Hal itu pula yang membuat pihaknya saat ini masih mempelajari apakah UUD 1945 tersebut butuh diamendemen atau tidak. Termasuk melihat kemungkinan apakah amendemen tersebut mendesak dilakukan atau tidak.
"Yang mendesak sekarang adalah menangani covid dan pemulihan ekonomi," kata Faisol kepada Kompas.com, Minggu (29/8/2021).
Meskipun demikian, Faisol mengakui bahwa amendemen UUD 1945 dibutuhkan. Hanya saja saat ini kebutuhan tersebut belum mendesak.
Di samping itu, kata dia, amendemen UUD 1945 bisa dilakukan apabila mayoritas partai politik menghendaki.
Baca juga: Soal Amendemen UUD 1945, PKB: Kebutuhan Pasti Ada, tapi Belum Mendesak
"Kebutuhan pasti ada tapi belum mendesak dan kami (PKB) masih mempelajari apakah butuh amendemen dan apakah kebutuhan amendemen benar-benar mendesak," kata dia.
Faisol mengakui bahwa PKB sudah mengikuti berbagai proses amendemen UUD 1945 sebelumnya dan mengetahui apa saja yang akan dihadapi.
Dengan demikian, pihaknya menilai bahwa amendemen UUD 1945 tersebut bisa dilakukan tetapi memang tidak mudah.
Faisol juga memastikan, dalam beberapa kali pertemuan partai koalisi pemerintah, tidak ada pembahasan soal amendemen UUD 1945 meski sudah ramai dibicarakan publik.
Termasuk dalam pertemuan sejumlah partai politik dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana beberapa waktu lalu.
Diketahui saat ini MPR sedang mengkaji amendemen UUD 1945 terkait Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Baca juga: Gerindra Dukung Amendemen UUD Jadi Prioritas Setelah Penanganan Pandemi
Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan, penyusunan hasil kajian itu diharapkan rampung pada awal 2022.
Menurut dia, amendemen konstitusi dilakukan secara terbatas dengan penambahan dua ayat atau ketentuan.
"Sehingga, amandemen terbatas tidak akan mengarah kepada hal lain di luar PPHN," kata Bambang, Jumat (20/8/2021).
Penambahan ketentuan itu terkait kewenangan MPR untuk mengubah dan menetapkan haluan negara, yakni dengan menambah satu ayat pada Pasal 3 UUD 1945.
Bambang mengatakan, PPHN dibutuhkan sebagai pedoman atau arah penyelenggaraan negara.
Dengan begitu, bangsa Indonesia tak lantas berganti haluan setiap pergantian presiden-wakil presiden.
Menurut dia, usulan untuk mengadakan PPHN sebagai arah pembangunan nasional merupakan rekomendasi MPR periode 2009-2014 dan 2014-2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.