"Demikian halnya jika UU APBN tidak sesuai dengan PPHN, apakah akan berakibat pada Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 terkait dengan kewenangan MK? Apakah akan ada tambahan mengenai kewenangan MK menguji UU, karena produknya UU tentunya bukan kewenangan MPR menyatakan UU APBN bertentangan dengan UUD atau PPHN,” imbuh dia.
Lebih lanjut dia menerangkan PPHN akan berakibat pula pada skema perencanaan pembangunan nasional dan daerah, yang juga akan berdampak pada kedudukan otonomi daerah dalam Pasal 18 UUD 1945 karena selama ini memakai sistem perencanaan pembangunan yang diatur dalam UU Nomor 24 tahun 2005.
Selama ini, kata Atang, polanya itu kalau di pusat ada RPJP, RPJM dan RKM. Di daerah juga dirumuskan dari bawah ke atas melalui Musrenbang dari tingkat desa hingga Kabupaten.
“Ketika PPHN disahkan maka pembahasan mengenai proses pembangunan pun akan berubah dan makna demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan daerah menjadi kabur dalam rangka perencanaan sistem pembangunan di daerah,” ungkapnya.
Atang pun mengusulkan agar sebaiknya dilakukan pengkajian terlebih dulu terkait wacana amendemen ini.
"Kalau Nasdem berpandangan sepanjang itu kajian dan penelaahan sah-sah saja, karena memang dibuka ruang untuk perubahan di Pasal 37. Tapi sebaiknya dikaji secara komperehensif dengan membuka ruang dialog bersama serta membuat tim penelaahan yang melibatkan seluruh elemen bangsa. Kalau sekarang kan hanya tim kajian MPR saja," ungkap Atang.
Baca juga: Parlemen Diminta Hentikan Rencana Amendemen Konstitusi di Tengah Pandemi
Sebelumnya, pada Sidang Tahunan MPR, Bambang Soesatyo kembali mengeklaim bahwa amendemen UUD 1945 terkait PPHN tidak akan melebar ke pasal-pasal lainnya.
"Perubahan terbatas tidak memungkinkan untuk membuka kotak pandora, eksesif terhadap perubahan pasal-pasal lainnya," kata Bamsoet dalam Sidang Tahunan MPR, Senin (16/8/2021).
"Apalagi semangat untuk melakukan perubahan adalah landasan filosofis politik kebangsaan dalam rangka penataan sistem ketatanegaraan yang lebih baik," ujar Bamsoet melanjutkan.
Diketahui, rencana amendemen disorot publik lantaran memunculkan salah satu potensi wacana pertambahan masa jabatan kepresidenan menjadi tiga periode.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.