Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Parlemen Diminta Hentikan Rencana Amendemen Konstitusi di Tengah Pandemi

Kompas.com - 28/06/2021, 15:35 WIB
Ardito Ramadhan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) mendesak parlemen untuk menghentikan rencana amendemen Undang-Undang Dasar 1945 di tengah pandemi Covid-19.

Direktur Advokasi dan Jaringan PSHK Fajri Nursyamsi mengatakan, rencana tersebut merupakan refleksi penggunaan kekuasaan yang tidak berpihak pada kesejahteraan rakyat.

"Usaha melakukan amandemen UUD 1945 saat publik sedang berjuang melawan pandemi Covid-19 merupakan refleksi bagaimana kekuasaan digunakan untuk melanggar, alih-alih mewujudkan kesejahteraan rakyat," kata Fajri, melalui siaran pers, Senin (28/6/2021).

Baca juga: Ketua Badan Pengkajian MPR: Tak Ada Kajian soal Perubahan Masa Jabatan Presiden

Fajri menegaskan, amendemen konstitusi bukanlah wacana yang mendesak untuk direalisasikan ketika pandemi masih berlangsung.

Ia mengatakan, DPR seharusnya fokus melakukan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran untuk mendukung penanganan Covid-19.

Sementara, DPD semestinya fokus agar konstituennya di daerah mendapatkan layanan dan kebutuhan dasar selama pandemi.

Ia mengatakan, proses amendemen UUD 1945 memerlukan anggaran, waktu, sumber daya manusia, serta partisipasi publik yang luas.

"Sementara pandemi membatasi semua hal tersebut," ujar Fajri.

Baca juga: Isu Jabatan Presiden 3 Periode, Mahfud: Jokowi Tak Setuju Amendemen Lagi

Fajri pun menyoroti pembentukan sejumlah undang-undang di tengah pandemi dengan kualitas partisipasi publik yang buruk, antara lain UU Cipta Kerja, UU Mahkamah Konstitusi, serta UU Mineral dan Batu Bara.

"Jika dalam proses legislasi saja ruang partisipasi tidak mampu dibuka lebar, apalagi pada proses perubahan Konstitusi yg merupakan hukum tertinggi," kata Fajri.

"Jadi tidak ada urgensi melakukan amandemen Konstitusi di masa pandemi, bahkan cenderung berbahaya bagi demokrasi Indonesia," tutur dia.

Di samping persoalan urgensi, rencana amendemen UUD 1945 juga dinilai menjadi langkah mundur demokrasi. Sebab wacana tersebut menyinggung soal wacana pengembalian mekanisme pemilihan presiden melalui MPR.

Sementara, rencana mengembalikan MPR sebagai penyusun Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) untuk dilaksanakan oleh presiden dinilai akan merusak sistem presidensial.

"Dengan model MPR sebagai penetap GBHN, maka sistem presidensial Indonesia sesungguhnya bergerak ke arah parlementer, karena Presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada rakyat tapi kepada MPR," ujar Fajri.

Baca juga: MPR Kaji Amendemen UUD 1945 untuk Hidupkan GBHN

Selain itu, pemegang komando pembangunan menjadi tidak jelas jika MPR berwenang menetapkan GBHN.

 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Nasional
Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Nasional
Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Nasional
Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Nasional
Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com