Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lingkaran Kekerasan yang Tidak Pernah Putus...

Kompas.com - 13/08/2021, 14:51 WIB
Tatang Guritno,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kekerasan terhadap warga negara akan terus berulang jika pemerintah tak kunjung menuntaskan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu.

Sepanjang 2020, Komnas HAM menerima 2.841 pengaduan masyarakat terkait pelanggaran atau kekerasan HAM.

Dari jumlah tersebut yang paling banyak dilaporkan masyarakat adalah pihak kepolisian dengan 748 kasus. Kemudian, korporasi 455 kasus, dan pemerintah daerah sebanyak 276 kasus.

Baca juga: Komnas HAM Terima 2.841 Aduan Masyarakat Sepanjang 2020, Terbanyak Terkait Polisi

Staf Divisi Advokasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Tioria Pretty mengatakan, kekerasan HAM yang tak diselesaikan akan memicu tindakan kekerasan lainnya.

"Kekerasan pelanggaran HAM yang terus dilakukan aparat tentu tidak terlepas dari kekerasan pelanggaran HAM berat masa lalu yang tidak pernah diselesaikan," kata Pretty, saat dihubungi, Jumat (13/8/2021).

"Jadi lingkaran kekerasannya juga tidak akan pernah putus. Berputar terus di kesalahan yang sama," tutur dia.

Pretty mengatakan ketidaktegasan pemerintah dalam penuntasan kasus HAM telah melahirkan impunitas.

Aparat negara cenderung tidak memiliki rasa takut ketika melakukan pelanggaran, sebab tidak ada preseden terkait penegakan HAM, terutama dalam memberikan keadilan bagi korban dan keluarganya.

Oleh sebab itu, ia mempertanyakan komitmen penuntasan kasus HAM masa lalu oleh Pemerintahan Presiden Joko Widodo.

"Kasus HAM berat masa lalu yang tidak pernah ditegakkan itu memberi pesan dan contoh buruk bagi aparat yang sekarang, untuk tidak usah takut kalau melakukan kejahatan HAM dalam pekerjaannya," ucap Pretty.

"Toh penjahat-penjahat HAM bebas melenggang kok, jadi tidak perlu takut. Seperti itu bunyi pesannya," ungkap dia.

Baca juga: Utang yang Tak Kunjung Lunas: Pelanggaran HAM Berat pada Masa Lalu

Aktivis mengikuti aksi kamisan ke-575 yang digelar oleh Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (21/2/2019). Mereka menuntut penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang hingga kini belum ditangani.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Aktivis mengikuti aksi kamisan ke-575 yang digelar oleh Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (21/2/2019). Mereka menuntut penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang hingga kini belum ditangani.

Sebelumnya Ketua Komnas HAM Taufan Damanik meminta Kejaksaan Agung menindaklanjuti berkas penyelidikan 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Adapun 12 kasus tersebut meliputi peristiwa 1965, penembakan misterius 1982-1985, Talangsari 1989, tragedi Trisakti, Semanggi dan II pada 1998 serta 1999.

Kemudian kerusuhan Mei 1998, penghilangan paksa 1997-1998, peristiwa Wasior 2001 dan Wamena pada 2003, pembunuhan terkait isu dukun santet pada medio 1998.

Selanjutnya, peristiwa simpang KAA pada 1999, Jambu Keupok tahun  2003, Rumah Geudong 1998, dan peristiwa Paniai 2004.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Nasional
Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta Rest Area Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta Rest Area Diperbanyak

Nasional
Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Nasional
Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta agar Bebas

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta agar Bebas

Nasional
Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Nasional
Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com