Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Depan Hakim MK, Evi Novida: Saya Masih Dianggap Penjahat Pemilu

Kompas.com - 02/08/2021, 17:10 WIB
Sania Mashabi,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Evi Novida Ginting Manik mengatakan, ia masih dianggap sebagai penjahat pemilu karena pernah diberhentikan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Hal itu ia ungkapkan dalam sidang pemeriksaan pendahuluan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang disiarkan secara daring, Senin (2/8/2021).

Adapun Evi bersama rekannya sesama komisioner yakni Arief Budiman mengajukan permohonan uji materi Pasal 458 Ayat 13 UU Pemilu ke MK. Pasal tersebut mengatur bahwa putusan DKPP bersifat final dan mengikat.

"Dikarenakan sifat putusan DKPP yang final dan mengikat sampai saat ini, sampai sekarang pun saya ini masih tetap dianggap sebagai penjahat pemilu," kata Evi.

Baca juga: Arief Budiman Bantah Lakukan Perlawanan ke DKPP karena Temani Evi Novida ke PTUN

Evi mengatakan bahwa memang dia pernah diberhentikan oleh DKPP pada Maret 2020. Namun, surat keputusan (SK) pemberhentian yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo sudah dibatalkan melalui putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN).

Setelah SK tersebut telah dibatalkan, menurut Evi, ia kembali melakukan kegiatannya sebagai komisioner KPU dan ikut amdil dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020.

"Dengan putusan final mengikat ini membuat saya terus sampai sekarang dicap sebagai penjahat pemilu yang kemudian juga ingin mengurangi menjadi membuat distorsi terhadap apa yang telah diputuskan oleh KPU secara kelembagaan," ujar dia. 

"Di mana dalam hal penyelenggaraan pemilu KPU memiliki kewenangan untuk menjaga hak-hak pemilih maupun hak-hak peserta pemilu untuk dipilih," kata dia.

Baca juga: Dampingi Evi Novida ke PTUN, Salah Satu Alasan Arief Budiman Diberhentikan sebagai Ketua KPU

Oleh karena itu, Evi menilai apa yang dilakukan oleh DKPP merupakan bentuk kesewenang-wenangan di dalam putusan yang final dan mengikat.

Ia juga menyebut apa yang telah dilakukan DKPP telah membuat suatu putusan yang cacat yuridis dan cacat subtansi dengan bertahan terhadap putusan final dan mengikat tersebut.

"Kemudian kami memohon kepada majelis hakim yang mulia, sebagai penyelenggara pemilu kami dapat diberikan keadilan yang dapat melindungi hak-hak kami sebagai penyelenggara pemilu dan hak-hak asasi kami," ucap Evi.

Baca juga: Mendampingi Evi Novida Ajukan Gugatan yang Berujung Pemberhentian bagi Arief Budiman sebagai Ketua KPU

Adapun Evi dan Arief juga memohonkan pengujian terhadap sebagian frasa dan kata dalam Pasal 14 huruf m, Pasal 17 huruf m, Pasal 20 huruf m, Pasal 38 Ayat 4, Pasal 93 huruf g angka 1.

Kemudian Pasal 97 huruf e angka 1, Pasal 101 huruf e angka 1, Pasal 105 huruf e angka 1, Pasal 137 ayat (1), Pasal 159 ayat (3) huruf d, Pasal 458 ayat (5), ayat (10), ayat (11) dan ayat (14), serta Pasal 459 ayat (5) UU Pemilu.

"Para pemohon juga meminta Mahkamah Konstitusi untuk memberikan tafsir atas frasa 'putusan' DKPP dinyatakan konstitusional bersyarat sepanjang dimaknai sebagai sebuah keputusan," kata Arief melalui keterangan tertulis, Rabu (23/6/2021).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com