Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024

Mendampingi Evi Novida Ajukan Gugatan yang Berujung Pemberhentian bagi Arief Budiman sebagai Ketua KPU

Kompas.com - 14/01/2021, 06:03 WIB
|

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus pemecatan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Evi Novida Ginting Manik atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu terkait kasus perolehan suara calon legislatif (caleg) Pemilu 2019 lalu berbuntut panjang.

Arief Budiman diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua KPU oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena dinilai melanggar etik dengan ikut mendampingi Evi menggugat pemecatannya ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN).

Pemberhentian Arief bermula dari adanya aduan dari warga bernama Jupri yang menggugat Arief dengan dalil aduan mendampingi atau menemani Evi untuk mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta.

Baca juga: DKPP Berhentikan Arief Budiman dari Jabatan Ketua, KPU Tunggu Salinan Putusan

Pengadu juga mendalilkan Arief telah membuat keputusan yang diduga melampaui kewenangannya yakni menerbitkan Surat KPU RI Nomor 665/SDM.13.SD/05/KPU/VIII/2020 tanggal 18 Agustus 2020.

Arief, dalam sidang DKPP 18 November 2020 pun menjelaskan alasan kehadirannya mendampingi Evi.

"Teradu hanya memberikan dukungan moril kepada saudara Evi Novida Ginting Manik sebagai kolega yang sudah bekerja sama selama beberapa tahun sebagai pimpinan KPU RI," kata Arief.

Arief juga mengatakan, kedatangannya bukan untuk mengantar Evi mendaftarkan gugatan ke PTUN. Sebab, gugatan itu telah disampaikan Evi secara daring pada pagi harinya.

Sementara itu, ia datang ke PTUN pada siang hari.

"Adapun perlu kami sampaikan juga bahwa (pendaftaran ke) pengadilan TUN berdasarkan (keterangan) Evi Novida Ginting dan Kuasa hukumnya (telah) dilakukan secara elektronik pada pukul 07.31 WIB," uja dia. 

Arief juga merasa tidak melanggar kewenangannya dengan menerbitkan surat KPU RI Nomor 665/SDM.13.SD/05/KPU/VIII/2020 pada18 Agustus 2020 yang menurut pengadu memulihkan Evi sebagai komisioner KPU.

Baca juga: Pembelaan Ketua KPU Setelah Diduga Langgar Kode Etik Terkait Kasus Pemecatan Evi Novida Ginting

Ia mengatakan, surat tersebut hanya bersifat administratif sebagai tindaklanjut dari keputusan Presiden Presiden Republik Indonesia Nomor 83/P/2020.

Keppres Nomor 83/P/ 2020 berbunyi, "Mencabut keputusan Presiden Nomor 34/P Tahun 2020 tanggal 23 Maret tentang Pemberhentian dengan Tidak Hormat Anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan Tahun 2017-2022."

"Hal ini membuktikan bahwa tidak pernah penerbitan surat yang bersifat mengaktifkan kembali saudari Evi Novita Ginting Manik," ungkap Arief.

Putusan DKPP

Namun, DKPP menilai Arief telah terbukti melanggar etik dan dijatuhi hukuman pemberhentian dari jabatan Ketua KPU.

Hal itu diungkapkan dalam putusan DKPP yang dibacakan dalam sidang yang disiarkan secara daring, Rabu (13/1/2021).

"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir, dan pemberhentian dari jabatan Ketua KPU kepada teradu Arief Budiman selaku Ketua KPU sejak putusan ini dibacakan," kata Ketua DKPP Muhammad.

Baca juga: DKPP: Arief Budiman Diberhentikan sebagai Ketua KPU, namun Tetap Komisioner

Dalam putusan itu, DKPP juga mengabulkan pengaduan dari pengadu sebagian. Kemudian, memerintahkan KPU untuk melaksanakan putusan ini paling lama tujuh hari sejak putusan dibacakan.

DKPP pun memerintahkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mengawasi pelaksanaan putusan tersebut.

Muhammad juga menegaskan, bahwa Arief diberhentikan dari jabatan ketua terhitung sejak putusan dibacakan.

Dalam kesempatan yang sama, Anggota DKPP Didik Supriyanto mengatakan, putusan itu didasari hasil pertimbangan barang bukti, ahli, saksi, dokumen hingga fakta persidangan.

"DKPP berpendapat, menimbang pokok aduan pengadu yang mendalilkan bahwa Teradu mendampingi, menemani Evi Novida Ginting manik yang telah diberhentikan DKPP pada 18 Maret 2020 untuk mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta," ujar Didik.

Didik menegaskan, pihaknya memahami bahwa Arief memiliki ikatan emosional dengan Evi sebagai rekan kerja.

Namun, menurut dia, hubungan tersebut tidak boleh mematikan kode etik yang seharusnya dipegang teguh komisioner.

"Karena di dalam diri teradu melekat jabatan ketua KPU merangkap anggota KPU yang tidak memiliki ikatan emosional dengan siapa pun kecuali ketentuan hukum dan etika jabatan sebagai penyelenggara pemilu," tutur dia.

Baca juga: DKPP: Kedatangan Arief Budiman ke PTUN Timbulkan Kesan Perlawanan

Menurut DKPP, Arief seharusnya tidak terjebak dalam perbuatan yang bersifat personal atau emosional yang menyeret lembaga.

Hal tersebut dianggap berimplikasi pada kesan pembangkangan dan tidak menghormati Putusan DKPP Nomor 317 yang bersifat final dan mengikat.

Arief pun dianggap melanggar Pasal 14 huruf c juncto Pasal 15 huruf a dan huruf e juncto Pasal 19 huruf c dan e Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.

"Kehadiran teradu dalam setiap kesempatan di ruang publik mendampingi Evi dalam usaha memperjuangkan haknya menyebabkan KPU secara kelembagaan terkesan menjadi pendukung utama dalam melakukan perlawanan terhadap putusan DKPP," ucap dia.

Pembelaan Arief Budiman

Mendengar putusan tersebut, Arief Budiman pun angkat bicara. Ia merasa tidak pernah melakukan pelanggaran.

"Saya tidak pernah melakukan pelanggaran dan kejahatan yang mencederai integritas pemilu," kata Arief kepada pada wartawan, Rabu (13/1/2021).

Arief juga mengaku sampai saat ini belum menerima salinan putusan DKPP. Ia pun akan menunggu dan akan mempelajari putusan jika saliannya sudah diterima.

Senada dengan Arief, pihak KPU juga mengaku masih menunggu salinan putusan DKPP yang menyatakan memberhentikan Arief Budiman dari jabatan ketua.

Baca juga: Ketua KPU Jalani Sidang Etik Terkait Kasus Pemecatan Evi Novida Ginting

Hal itu diungkapkan oleh Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik kepada wartawan, Rabu (13/1/2021).

"Kami masih menunggu salinan putusan untuk dipelajari dan kemudian akan melaksanakan rapat pleno," kata Evi.

Evi mengatakan, rapat pleno nantinya akan dijadwalkan untuk mengambil keputusan terkait putusan DKPP.

"Apakah akan dilaksanakan atau tidak putusan DKPP tersebut," ujar dia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Hasil Survei Anies Menurun-Prabowo Rebound | Kriminalisasi Budi Pego Tak Masuk Akal

[POPULER NASIONAL] Hasil Survei Anies Menurun-Prabowo Rebound | Kriminalisasi Budi Pego Tak Masuk Akal

Nasional
Survei SMRC: Masyarakat Nilai Kinerja Jokowi Positif Cenderung Pilih Ganjar, Negatif Dukung Prabowo

Survei SMRC: Masyarakat Nilai Kinerja Jokowi Positif Cenderung Pilih Ganjar, Negatif Dukung Prabowo

Nasional
Pasal Pemilu Susulan dan Lanjutan Digugat, Dikhawatirkan Celah Perpanjang Jabatan Presiden

Pasal Pemilu Susulan dan Lanjutan Digugat, Dikhawatirkan Celah Perpanjang Jabatan Presiden

Nasional
Tanda Tanya Koalisi Besar Golkar, Merapat ke KPP atau Tetap Bersama KIB?

Tanda Tanya Koalisi Besar Golkar, Merapat ke KPP atau Tetap Bersama KIB?

Nasional
Sosok Melchias Mekeng yang Singgung Uang Haram dan Bolak-balik Diperiksa KPK

Sosok Melchias Mekeng yang Singgung Uang Haram dan Bolak-balik Diperiksa KPK

Nasional
Penghayatan Kolektif Ramadhan

Penghayatan Kolektif Ramadhan

Nasional
Survei Indikator: Pemerintahan di 2024 Diharap Kendalikan Harga Sembako hingga Berantas Korupsi

Survei Indikator: Pemerintahan di 2024 Diharap Kendalikan Harga Sembako hingga Berantas Korupsi

Nasional
Seloroh Melchias Mekeng di Raker Kemenkeu: Makan Uang Haram Kecil Enggak Apa-apa

Seloroh Melchias Mekeng di Raker Kemenkeu: Makan Uang Haram Kecil Enggak Apa-apa

Nasional
Aksi Bripka Handoko dan Polisi yang Diharapkan Masyarakat

Aksi Bripka Handoko dan Polisi yang Diharapkan Masyarakat

Nasional
Kepercayaan Publik ke Polri Meningkat, Komisi III Berencana Naikkan Anggaran

Kepercayaan Publik ke Polri Meningkat, Komisi III Berencana Naikkan Anggaran

Nasional
Hinca: Sejak 2013 Sampai Sekarang Tidak Ada Hakim Agun Perempuan Kamar TUN dan Pajak

Hinca: Sejak 2013 Sampai Sekarang Tidak Ada Hakim Agun Perempuan Kamar TUN dan Pajak

Nasional
Kemenkes Sebut Larangan Bukber ASN Bukan Karena Kasus Covid-19 Naik: Karena Pamer Gaya Hidup

Kemenkes Sebut Larangan Bukber ASN Bukan Karena Kasus Covid-19 Naik: Karena Pamer Gaya Hidup

Nasional
Bareskrim Ungkap Alasan Pelaku Jual Video Porno Anak Laki-laki: Lebih Laku

Bareskrim Ungkap Alasan Pelaku Jual Video Porno Anak Laki-laki: Lebih Laku

Nasional
Bareskrim Ungkap Modus Pelaku Pornografi Anak: Diberi Snack hingga Uang

Bareskrim Ungkap Modus Pelaku Pornografi Anak: Diberi Snack hingga Uang

Nasional
Usai Saling Lempar, Kini Persoalan Santunan Gagal Ginjal Akut Dibahas Empat Kementerian

Usai Saling Lempar, Kini Persoalan Santunan Gagal Ginjal Akut Dibahas Empat Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke