Oleh: Dr. Slamet Budiarto, SH, MH.Kes*
INDONESIA sudah mengalami tiga gelombang pandemi terhitung sejak Covid-19 masuk Indonesia pada Maret 2020, atau sekira 17 bulan yang lalu.
Gelombang pertama menghempas pada Maret 2020, disusul gelombang kedua pada Oktober 2020, dan gelombang ketiga pada Juni 2021.
Dari ketiga gelombang tersebut, yang paling dahsyat adalah hempasan gelombang ketiga. Ini karena angka infeksi yang sangat besar dan angka kematian juga sangat besar.
Besarnya angka infeksi dan angka kematian harian ini membuat Indonesia menjadi negara yang menempati rangking nomor 1 di dunia.
Hal yang memprihatinkan, warga masyarakat yang meninggal tidak hanya di RS tetapi banyak yang meninggal saat menjalani isolasi mandiri (isoman). Jumlah kematian warga masyarakat saat isoman mencapai ribuan.
Baca juga: Tugas Ini Saya Terima dengan Ikhlas, Semoga Warga Isoman Cepat Sembuh, Warung Saya Tambah Ramai
Data tertanggal 29 Juli 2021, tercatat angka infeksi 3.287.727 dengan angka kematian 88.969. Tingginya angka infeksi dan angka kematian ini mencerminkan kurang berhasilnya penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia.
Penanganan pandemi Covid-19 pada dasarnya dilakukan dengan tiga cara. Yakni, secara promotif, preventif, dan kuratif rehabilitatif.
Penanganan promotif bertujuan untuk memberikan sosialisasi informasi kepada masyarakat seluruh Indonesia agar mendapat informasi yang jelas dan benar. Sehingga, masyarakat bisa melakukan pencegahan sendiri agar terhindar dari infeksi Covid-19.
Penanganan preventif bertujuan untuk mencegah masyarakat dari infeksi dan sakit. Yakni dengan mewajibkan pelaksanaan protokol kesehatan, karantina wilayah (PPKM). dan vaksin. Sedangkan kuratif adalah cara penanganan lewat pengobatan dengan tujuan untuk mencegah pasien Covid-19 meninggal dunia.
Tingginya angka infeksi dan angka kematian ini sejatinya menunjukkan kegagalan penanganan promotif, preventif, dan kuratif. Kegagalan ini sebagian besar terkait dengan tugas dan kewenangan Menteri Kesehatan (Menkes). Di mana letak kegagalan itu?
Promotif: Kementerian Kesehatan tidak berhasil memberikan informasi yang masif kepada masyarakat.
Akibatnya, banyak warga masyarakat tidak terinformasi dengan baik. Ditambah lagi dengan banyaknya hoaks (kabar bohong) yang menyebar secara masif. Ini berakibat, banyak warga masyarakat tidak percaya Covid-19 itu nyata ada, dan tidak menjalankan protokol kesehatan.
Preventif: Kewenangan Menkes dalam hal ini adalah pengadaan vaksin, distribusi vaksin, dan target vaksin.
Baca juga: Vaksin Dosis Ketiga Khusus Nakes, Masyarakat Diminta Tak Memaksakan Kehendak
Belum tercapainya target vaksin adalah bentuk kesalahan strategi dari Menkes. Pasalnya, distribusi vaksin tidak menggunakan sumber daya (resources) yang ada, yakni: Dinas Kesehatan provinsi/kabupaten, 9.993 puskesmas, 70 ribu Dokter Praktek Mandiri (DPM), puluhan ribu praktek bidan, dan puluhan ribu klinik.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.