Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Slamet Budiarto, SH, MH.Kes.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia Provinsi DKI Jakarta

Ketua Ikatan Dokter Indonesia Provinsi DKI Jakarta | Wakil Ketua Umum Pengurus Besar IDI | Wakil Ketua MPKU PP Muhammadiyah | Ketua umum PP PKFI (Perhimpunan Klinik dan Faskes Primer Indonesia) | Direktur Utama RS Islam Jakarta Pondok Kopi | Kandidat Doktor Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM UI

Mengevaluasi Kinerja Menteri Kesehatan

Kompas.com - 02/08/2021, 10:44 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Dr. Slamet Budiarto, SH, MH.Kes*

INDONESIA sudah mengalami tiga gelombang pandemi terhitung sejak Covid-19 masuk Indonesia pada Maret 2020, atau sekira 17 bulan yang lalu.

Gelombang pertama menghempas pada Maret 2020, disusul gelombang kedua pada Oktober 2020, dan gelombang ketiga pada Juni 2021.

Dari ketiga gelombang tersebut, yang paling dahsyat adalah hempasan gelombang ketiga. Ini karena angka infeksi yang sangat besar dan angka kematian juga sangat besar.

Besarnya angka infeksi dan angka kematian harian ini membuat Indonesia menjadi negara yang menempati rangking nomor 1 di dunia.

Hal yang memprihatinkan, warga masyarakat yang meninggal tidak hanya di RS tetapi banyak yang meninggal saat menjalani isolasi mandiri (isoman). Jumlah kematian warga masyarakat saat isoman mencapai ribuan.

Baca juga: Tugas Ini Saya Terima dengan Ikhlas, Semoga Warga Isoman Cepat Sembuh, Warung Saya Tambah Ramai

Data tertanggal 29 Juli 2021, tercatat angka infeksi 3.287.727 dengan angka kematian 88.969. Tingginya angka infeksi dan angka kematian ini mencerminkan kurang berhasilnya penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia.

Penanganan pandemi Covid-19 pada dasarnya dilakukan dengan tiga cara. Yakni, secara promotif, preventif, dan kuratif rehabilitatif.

Penanganan promotif bertujuan untuk memberikan sosialisasi informasi kepada masyarakat seluruh Indonesia agar mendapat informasi yang jelas dan benar. Sehingga, masyarakat bisa melakukan pencegahan sendiri agar terhindar dari infeksi Covid-19.

Penanganan preventif bertujuan untuk mencegah masyarakat dari infeksi dan sakit. Yakni dengan mewajibkan pelaksanaan protokol kesehatan, karantina wilayah (PPKM). dan vaksin. Sedangkan kuratif adalah cara penanganan lewat pengobatan dengan tujuan untuk mencegah pasien Covid-19 meninggal dunia.

Tingginya angka infeksi dan angka kematian ini sejatinya menunjukkan kegagalan penanganan promotif, preventif, dan kuratif. Kegagalan ini sebagian besar terkait dengan tugas dan kewenangan Menteri Kesehatan (Menkes). Di mana letak kegagalan itu?

Promotif: Kementerian Kesehatan tidak berhasil memberikan informasi yang masif kepada masyarakat.

Akibatnya, banyak warga masyarakat tidak terinformasi dengan baik. Ditambah lagi dengan banyaknya hoaks (kabar bohong) yang menyebar secara masif. Ini berakibat, banyak warga masyarakat tidak percaya Covid-19 itu nyata ada, dan tidak menjalankan protokol kesehatan.

Preventif: Kewenangan Menkes dalam hal ini adalah pengadaan vaksin, distribusi vaksin, dan target vaksin.

Baca juga: Vaksin Dosis Ketiga Khusus Nakes, Masyarakat Diminta Tak Memaksakan Kehendak

Belum tercapainya target vaksin adalah bentuk kesalahan strategi dari Menkes. Pasalnya, distribusi vaksin tidak menggunakan sumber daya (resources) yang ada, yakni: Dinas Kesehatan provinsi/kabupaten, 9.993 puskesmas, 70 ribu Dokter Praktek Mandiri (DPM), puluhan ribu praktek bidan, dan puluhan ribu klinik.

Menkes justru menggunakan lembaga lain di luar lembaga kesehatan untuk melakukan vaksinasi. Masuk akal kalau target vaksin tidak tercapai.

Jika distribusi vaksin menggunakan jalur kesehatan, yakni dinkes, puskesmas, DPM, klinik pratama dan praktek bidan/perawat, maka target 1 juta vaksin per hari akan mudah tercapai. Bahkan bisa mencapai 3-5 juta per hari.

Menkes juga kurang transparan dalam hal ketersediaan vaksin. Kenyataannya, mengutip pernyataan Gubernur Jawa Tengah dan Gubernur Jawa Barat, ketersediaan vaksin Covid-19 sedikit atau terbatas, sehingga target tidak tercapai.

Melibatkan lembaga lain di luar jalur kesehatan sebenarnya tidak masalah, selama diposisikan sebagai tambahan dari lembaga kesehatan yang ada.

Namun, kenyataan di lapangan, lembaga lain tersebut menggunakan tenaga kesehatan dari puskesmas atau faskes lain. Sehingga, mengganggu tugas fungsi faskes tersebut dalam melayani masyarakat.

Lagi-lagi, kesalahan strategi ini menyebabkan target vaksin belum tercapai. Keberhasilan program vaksinasi untuk mewujudkan herd immunity akan tercapai jika (dan hanya jika) vaksinnya tersedia dan cepat dilakukan vaksinasi. Kalau strategi ini tidak dilakukan, maka herd immunity niscaya tidak kunjung tercapai.

Kuratif: Keberhasilan cara ini dapat dilihat dari angka kematian pasien Covid-19. Semakin tinggi angka kematian, menunjukkan upaya kuratif tidak berhasil.

Tingginya angka kematian, baik di rumah sakit maupun saat isoman, jelas menunjukkan upaya kuratif yang menjadi wewenang Menkes tidak berhasil.

Keberhasilan upaya kuratif ini ditentukan oleh ketersediaan SDM nakes, logistik kesehatan (obat, alkes, oksigen), jumlah bed rumah sakit, tempat isoman dan pembiayaan.

Kita ketahui, SDM nakes sangat kurang. Obat-obatan sangat sedikit/menipis, oksigen juga sedikit, bed rumah sakit juga kurang.

Baca juga: Menkes: Pandemi Covid-19 Dapat Berubah Jadi Epidemi jika Pengobatannya Baik

Sehingga, banyak pasien yang menderita sakit sedang/berat harus isoman di rumah tanpa ada nakes yang mendampingi.

Sudah begitu, pembiayaan klaim Covid-19 rumah sakit tahun 2020 belum dilunasi oleh Menkes. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan angka kematian menjadi sangat tinggi.

Jadi? Masalahnya sudah terang benderang sebenarnya. Penanganan pandemi yang kurang baik berakibat angka infeksi dan angka kematian akibat terpapar Covid-19 sangat tinggi di Indonesia.

Menkes seharusnya bisa belajar dari ketidakberhasilan penanganan pandemi Covid-19 gelombang pertama dan kedua, yang disebabkan oleh ketidaksiapan upaya preventif dan kuratif.

Saat varian Delta meledak di India awal April 2021, kita sebenarnya dapat mengantisipasi dengan persiapan yang matang, utamanya terkait upaya preventif dan kuratif.

Faktanya, pada gelombang ketiga ini, Indonesia kembali kurang melakukan antisipasi seperti saat gelombang pertama dan gelombang kedua.

Sudah pasti, peran Menkes dalam hal ini sangat besar dan menentukan, mengingat Menkes mempunyai sumber daya kesehatan yang sangat besar dibandingkan lembaga lain.

Nasi sudah telanjur jadi bubur. Ke depan, Menkes diharapkan segera mengubah strategi, baik dalam upaya kuratif maupun promotif dan preventif, utamanya terkait percepatan vaksin, kesiapan SDM, faskes, logistik kesehatan, dan pembiayaan yang baik serta persiapan tempat isoman.

Man jadda wa jadda, barang siapa yang bersungguh sungguh, maka ia akan berhasil. (*Dr. Slamet Budiarto, SH, MH.Kes | Ketua IDI DKI Jakarta)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Nasional
Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Nasional
Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Nasional
Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Nasional
Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Nasional
Nasdem-PKS Jajaki Kerja Sama Pilkada 2024, Termasuk Opsi Usung Anies

Nasdem-PKS Jajaki Kerja Sama Pilkada 2024, Termasuk Opsi Usung Anies

Nasional
KPK Duga Hakim Agung Gazalba Saleh Cuci Uang Rp 20 Miliar

KPK Duga Hakim Agung Gazalba Saleh Cuci Uang Rp 20 Miliar

Nasional
Gibran Bakal ke Istana Malam Ini, Bersama Prabowo?

Gibran Bakal ke Istana Malam Ini, Bersama Prabowo?

Nasional
Surya Paloh Sebut Nasdem dan PKS Siap Bergabung ke Pemerintahan Prabowo maupun Jadi Oposisi

Surya Paloh Sebut Nasdem dan PKS Siap Bergabung ke Pemerintahan Prabowo maupun Jadi Oposisi

Nasional
KPK Cek Langsung RSUD Sidoarjo Barat, Gus Muhdlor Sudah Jalani Rawat Jalan

KPK Cek Langsung RSUD Sidoarjo Barat, Gus Muhdlor Sudah Jalani Rawat Jalan

Nasional
Bertemu Presiden PKS, Surya Paloh Akui Diskusikan Langkah Politik di Pemerintahan Prabowo-Gibran

Bertemu Presiden PKS, Surya Paloh Akui Diskusikan Langkah Politik di Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Respons Jokowi dan Gibran Usai Disebut PDI-P Bukan Kader Lagi

Respons Jokowi dan Gibran Usai Disebut PDI-P Bukan Kader Lagi

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Doakan Timnas Indonesia U-23 Kalahkan Korsel

Wapres Ma'ruf Amin Doakan Timnas Indonesia U-23 Kalahkan Korsel

Nasional
Soal Ahmad Ali Bertemu Prabowo, Surya Paloh: Bisa Saja Masalah Pilkada

Soal Ahmad Ali Bertemu Prabowo, Surya Paloh: Bisa Saja Masalah Pilkada

Nasional
Prabowo Sangat Terkesan Anies-Muhaimin Hadiri Penetapan Hasil Pilpres 2024

Prabowo Sangat Terkesan Anies-Muhaimin Hadiri Penetapan Hasil Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com